Sakit Hati Seorang Wanita Chapter 43

NIC

Akan tetapi ketika bala bantuan tiba dan mereka datang kembali bersa ma Koo Cai Sun dan dua puluh lebih pasukan pengawal, kuil tua itu telah kosong. Tak seorang pun jembel yang biasanya me menuhi kuli itu mere ka te mukan, apalagi dua orang bekas lawan tadi.

Koo Cai Sun dan Pui Ki Cong bergidik mendengar penuturan dua orang jagoan itu bahwa telah muncul seorang wanita berpakaian serba hitam, berkedok dan dagunya bertahi lalat yang lihai sekali. Biarpun mulut mereka diam saja, namun di dalam hati, mereka mend uga-duga bahwa besar sekali kemungkinan wanita berkedok itu adalah Kim Cui Hong yang mereka takuti!

Dugaan mereka me mang tepat. Wanita berkedok itu adalah Kim Cui Hong. Ketika Cui Hong mendengar bahwa ada dua orang mencar i Tan Siong, ia pun cepat pura-pura lari ke belakang kuil. Di dalam gelap ia cepat mengenakan pakaian hitam dan kedoknya, lalu keluar lagi dan me mbantu Tan Siong yang sedang terdesak. Dan setelah dua orang lawan itu me larikan diri, ia pun cepat meloncat ke dalam kegelapan ma lam dan me nghilang.

Tan Siong yang berterima kasih itu berusaha mengejar, namun dia kehilangan jejak wanita berkedok itu yang telah lenyap dan terutama sekali pakaian hita mnya me mbuat ia sukar dicari atau dikejar. Tan Siong masih merasa penasaran dan sampai pagi dia berkejaran di sekitar tempat itu, mencari wanita berkedok dan juga mencari Ok Cin Hwa yang me larikan diri tadi,

Setelah matahari mengusir kegelapan ma la m, dia tiba di dekat tembok kota raja dan di tempat yang sunyi, di bawah sebatang pohon, dia melihat Cin Hwa berdiri sambil me mbawa buntalan pakaiannya.

"Hwa- mo i....!" katanya girang dan cepat dia berlari mengha mpiri gadis Itu.

Gadis itu me mandangnya dan mengeluh, "Ah, agaknya tidak ada tempat a man lagi di kota raja bagiku, Tan-toa-ko. Aku ingin pergi saja dari kota raja."

Sejenak Tan Siong menga mati gadis itu, dari kepala sampai ke kakinya, kemudian berkata, "Pergi ke manakah, Hwa- moi? Kemana pun sa ma saja bagimu, di mana- mana tentu terdapat orang orang jahat, akan tetapi perlu apa engkau takut? Takkan ada yang dapat mengganggumu."

Cui Hong mengerutkan alisnya dan me ma ndang taja m. "Apa maksudmu. ?"

"Tidak apa-apa.... eh, Hwa-moi, lehermu itu terkena apakah?" Dan dia maju me ndekat.

"Ada apa?" Cui Hong meraba-raba lehernya dan tidak mene mukan sesuatu.

"Leher mu seperti kena noda, maaf, biar kubersihkan!" Dengan gerakan cepat sekali Tan Siong me ngulur tangannya ke arah leher gadis itu. Kalau saja Cui Hong tidak hendak menye mbunyikan kepandaiannya, tentu dengan mudah ia menge lak atau menang kis. Akan tetapi ia harus menye mbunyikan rahasianya dan ia pun ingin sekali tahu di lehernya ada apa karena ia percaya bahwa pe muda itu bersungguh-sungguh.

Akan tetapi sebelum jari-jari tangan Tan Siong menyentuh lehernya, jari-jari itu me mba lik ke arah dagunya dan sekali menowe l, lecet dan hapuslah bedak tebal yang menutup i dan menye mbunyikan sebuah tahi lalat di dagu dan nampaklah kini tahi lalat itu!

"Nona, terima kasih atas bantuanmu semalam sehingga aku dapat melawan dua orang yang tangguh itu!" kata Tan Siong sa mbil menjura ke arah Cui Hong.

"Leher mu seperti kena noda, maaf biar kubersihkan!" Dengan gerakan cepat sekali Tan Siong me ngulur tangannya ke arah leher gadis itu.

"Tan-toako, kenapa sikapmu seperti ini? Memanggil Nona padaku. "

Tan Siong menjura dan tersenyum. "Tentu na ma mu bukan pula Ok Cin Hwa. "

Cui Hong meraba dagunya dan tahu bahwa tidak ada gunanya menyembunyikan rahasianya lagi. Ia pun menarik napas panjang menga mbil tempat bedak dari buntalan pakaiannya, juga sebuah cermin dan cepat ia menutupi lagi tahi lalat di dagunya. "Aku harus menutupi lagi cir i yang me mbuat aku dikenal ini "

"Akan tetapi, mengapa engkau bersikap begini? Apa artinya penyamaran ini, berpura-pura sebagai seorang gadis yang le mah?" Tan Siong bertanya penasaran.

"Kau pun tadinya bersikap sebagai seorang pe muda petani yang lemah, Toako aku sengaja menyamar karena memang ada sebabnya yang teramat penting. Akan tetapi sekarang aku ingin tahu lebih dulu. Bagaimana engkau bisa menduga bahwa aku adalah wanita berkedok se malam?"

Tan Siong tersenyum, senyum pahit. "Sudah terlanjur aku menga ku kepada mu, Nona. Aku tertarik dan.... cinta padamu, tentu saja segalanya yang ada padamu tidak akan pernah dapat kulupakan. Matamu di balik kedok itu, dan juga sepatumu yang agaknya tergesa-gesa belum sempat kauganti pagi ini, menjelaskan segalanya. Karena masih ragu, aku sengaja menghapus penutup tahi lalat di dagu mu itu."

"Dan dengan adanya kenyataan ini, apakah engkau masih tetap memiliki perasaan itu terhadap aku, Tan-toako?" Cui Hong bertanya, me mandang tajam penuh selidik.

Yang dipandang balas me mandang dengan taja m. Kemudian Tan Siong berkata,, suaranya tegas, "Nona, apakah cinta harus berubah-ubah? Semenjak perta ma kali, aku telah jatuh cinta kepadamu, dan bagiku, cinta takkan pernah berubah sela ma aku hidup."

Cui Hong menarik napas panjang. "Hemm, aku sungguh sangsi apakah pendirian mu itu masih akan sa ma kalau engkau sudah mendengar riwayat dan keadaanku, Toako." Ia merasa sedih me mbayangkan betapa pemuda yang dikaguminya ini akan me mandang rendah kepadanya nanti kalau ia me mbuka rahasia dirinya.

"Ceritakanlah, nona. Aku pun ingin sekali tahu tentang dirimu yang diliputi penuh rahasia itu. Siapakah sebenarnya engkau dan mengapa engkau menya mar sebagai seorang gadis la in yang le mah? Apa artinya se mua ini?"

Cui Hong lalu duduk di atas sebuah batu di tepi jalan, dan Tan Siong juga menga mbil tempat duduk di atas akar pohon yang menonjol di atas tanah. Mereka duduk berhadapan dan pemuda itu me ma ndang wajah Cui Hong penuh perhatian, hatinya tertarik sekali karena dia dapat menduga bahwa tentu gadis ini me mpunyai riwayat yang amat hebat sehingga selain me miliki ilmu silat yang tinggi, juga me nyimpan rahasia dan menya mar sebagai gadis la in yang le mah. Sebaliknya, Cui Hong tadinya ragu-ragu, akan tetapi karena Tan Siong adalah seorang pemuda yang selama ini selalu me mbe lanya, dan karena Tan Siong telah dapat menyingkap rahasianya bahwa ia seorang gadis yang menya mar, tidak ada jalan lain baginya kecuali me mbuat pengakuan.

"Tan-toako, aku bukanlah seorang gadis seperti yang kausangka, bukan seorang Ok Cin Hwa yang terhormat dan bersih. Na maku yang sesungguhnya adalah Kim Cui Hong "

"Hemm, na ma yang indah dan gagah... ..." Tan Siong me motong, bukan pujian yang kosong melainkan pujian yang me mang sengaja dilakukan untuk mendorong gadis itu agar lebih lancar bercerita.

Cui Hong tersenyum. "Engkau selalu me mujiku, Toako. Betapa pedih me mbayangkan bahwa pujian mu itu sebentar lagi akan menjad i celaan dan cacian."

"Teruskanlah, Nona Kim yang gagah perkasa, aku ingin sekali me ndengar cerita mu."

"Tan-toako, aku hanyalah seorang wanita yang penuh dengan aib dan penghinaan, seorang sisa manusia yang hanya me mpunyai satu tujuan hidup, yaitu me mbalas dendam kepada musuh-musuhku."

Tan Siong men gerutkan alisnya. Tak enak rasa hatinya mendengar bahwa gadis ini menyimpan dendam kebencian yang amat besar di dalam hatinya.

"Apakah yang terjadi dengan dirimu, Nona Kim?"

"Aku.... aku bukan seorang gadis suci lagi, bukan seorang perawan seperti yang kausangka, Toako. Aku menjadi korban kekejian e mpat orang laki-laki yang telah menawan ku, me mper kosaku dan me mper mainkan, secara biadab. Aku sudah hampir mati, namun agaknya Tuhan sengaja me mbiarkan aku hidup sehingga aku dapat me mpelajari ilmu dan kini aku dapat melakukan balas dendam terhadap empat orang musuh besarku itu. Dan Tuhan akan me mberkahi aku yang telah mener ima aib yang amat hebat."

"Nona, dendam adalah racun yang hanya akan merusak batin sendiri "

"Biarpun demikian, aku tetap akan me mba las denda m!" "Dendam kebencian merupakan suatu kejahatan, Nona,

karena hal itu akan melahirkan perbuatan yang kejam dan

jahat."

"Tak perduli, aku tetap akan membalas denda m!"

Posting Komentar