Pendekar Wanita Baju Putih Chapter 32

NIC

Mendengar lagu itu, Ang Tin Cu menjura:

“Bok-en-cu Koayhiap! Selama ini pinto dengar bahwa kau dan suhumu telah cuci tangan dan bebaskan diri dari ikatan segala macam urusan dunia. Tapi ternyata dugaan pinto keliru. Mengapa tanpa sebab koayhiap datang ke sini dan ikut cam pur dalam urusan ini? Kalau memang koayhiap menghargai persahabatan, biarlah lain kali koayhiap datang agar kami dapt menyambut sepantasnya.”

“Ha, kau terlalu sungkan, totiang! Jangan katakan bahwa aku datang tanpa sebab! Sebenarnya kalian sendirilah yang telah berubah adat. Itupun sebenarnya bukan urusanku, kalau saja kalian tak ikut-ikut menjadi anjing penjilat segala durna dan hendak membasmi orang-orang gagah pembela rakyat seperti Thio kongcu!”

“Eh, eh! Jadi kau juga bercampur gaul dengan segala pemberontak?? Ah, rusaklah dunia kang-ouw. Kalau begitu, biarlah, jangan kau anggap kami tidak pandang persahabatan.” Sebagai penutup bicaranya, Ang Tin-cu gerakan pedangnya menyerang. Ternyata gerakannya lebih hebat daripada saudara-saudaranya. Sabetannya berat dan cepat mendatangkan angin dingin.

Kam Ciu tertawa geli bagaikan seorang anak-anak mempermainkan kawannya. Sekali ia berkelit, maka lenyaplah tubuhnya! Ang Tin-cu menjadi heran dan bingung, maka ketiga saudaranya segera maju menyerbu!

Tapi Kam Ciu buktikan bahwa ia pantas mendapat julukan si Tanpa bayangan, karena ia betul-betul bagaikan seekor burung kepinis yang gesit seklai dan terbang ke sana kemari melayani empat pedang lawannya. Pedangnya bergerak lihai dan lebih hebat adalah pit atau pensilnya, karena pensil itu dengan tak tersangka-sangka digunakan untuk menotok jalan darah musuh! Maka biarpun dikerook empat, ia masih sempat mempermainkan semua lawannya!

Thian In dan Giok Cu kagum sekali. Thian In kagum karena biarpun memiliki kepandaian yang berapa kali lipat lebih tinggi darinya, namun Kam Ciu dapat sembunyikan kepandaiannya itu sedemikian rupa hingga ia sendiri tertipu. Sedangkan Giok Cu memandang sepak terjang Kam Ciu dengan dada berdebar. Ia menghendaki seorang suami yang pandai ilmu surat dan lihai ilmu silat dan seorang pemuda seperti Kam Ciu pernah ditolak lamarannya! Kini ia dapat buktikan mata sendiri betapa hebat dan tinggi ilmu silat pemuda kutu buku itu.

Gak Ong Tosu melihat betapa keempat saykong terdesak hebat dan sewaktu-waktu tentu dapat dirobohkan oleh Kam Ciu, merasa heran sekali. Saykong itu kepandaiannya sangat tinggi dan tak kalah banyak dengan dia sendiri, namun dengan berempat mereka masih dapat terdesak. Alangkah hebatnya kepandaian pemuda itu. Maka ia segera perhatikan pemuda itu. Pernah ia bertempur melawan Kam Ciu, tapi ia tidak dapat melihat jelas wajah Kam Ciu. Kini melihat bahwa Bu-eng-cu hanyalah seorang pemuda, keheranannya besar sekali.

Gak Ong Tosu lalu menerjang maju dengan tongkat bajanya diputar di tangan. Datangnya tosu ini membuat keadaan berubah dan Kam Ciu segera terdesak!

Melihat keadaan yang tidak menguntungkan ini Thian In segera menyerbu membantu Kam Ciu. Pertempuran dua lawan lima terjadi seru sekali. Namun gak Ong Tosu ilmu tongkatnya memang luar biasa dan tenaga lweekangnya masih jauh lebih tinggi dari Thian In dan setingkat lebih kuat daripada Kam Ciu. Keadaan mereka berbahaya sekali. Tapi terdengar Kam Ciu berseru keras dan pemuda luar biasa itu segera putar pedangnya sedemikian rupa hingga sinar pedangnya mengurung tubuhnya dan tubuh Thian In hingga tak mudak terserang lawan. Ia kerahkan seluruh kepandaian dan tenaganya untuk digunakan menjaga diri tapi sedikitpun tak dapat balas menyerang. Biarpun demikian, agaknya tak mudah bagi kelima lawannya untuk menerjang masuk di antara sinar pedang Kam Ciu! Thian In mengikuti contoh Kam Ciu, iapun putar pedangnya dalam gerak perlindungan. Tapi sampai berapa lamakah kedua orang itu dapat bertahan? Diam-diam Giok Cu mengeluh dan merasa cemas sekali.

Pada saat itu terdengar bentakan: “Gak Ong, kau mundur!” dan tahu-tahu seorang tosu gemuk pendek telah berada di dalam taman dan gunakan kipas mengebut-ngebut dirinya.

Mendengar suara itu, Gak Ong Tosu loncat keluar dari medan pertempuran dan berdiri menghadapi tosu yang baru datang itu dengan sikap menantang dan tongkat dilintangkan! Thian In mendengar suara tosu itu segera bertambah semangatnya dan ia berseru perlahan: “Suhu telah datang!”

“Sudah sejak tadi beliau datang!” berkata Kam Ciu sambil tertawa. “Hayo kita bereskan empat siluman ini.” Setelah berkata demikian gerakan pedangnya berubah. Kalau tadi ia hanya menjaga diri saja, kini sinar pedangnya menyambar-nyambar dan berkeredepan menyerang dengan hebatnya!”

Terdengar pekik ngeri dan Gan Tin Cu roboh mandi darah. Gak Ong Tosu marah sekali. Ia tinggalkan suhengnya dan loncat membantu para pengeroyok Kam Ciu.

“Gak Ong, ke sini kau!” Gak Bong Tosu membentak, tapi bukan Gak Ong Tosu yang datang, sebaliknya terdengar suara tertawa seperti ringkik kuda dan tahu-tahu di depannya telah berdiri seorang pendeta Lama berbaju kuning.

“Hi, hi, hi! Kalau orang tua mulai sesat, yang muda tidak menghargainya lagi. Gak Bong Tosu, telah lama aku mendengar namamu yang meenjulang tinggi sampai ke langit. Untung sekali hari ni aku dapat bertemu muka dengan kau. Ternyata nama besarmu itu meragukan. Kau agaknya bersekutu dengan kaum pemberontak dan untuk membela mereka kau hendak kurbankan sute sendiri. “Bagus, bagus!”

Gak Bong tunda kebutan kipasnya dan memandang Lama itu dengan tajam. Tosu siapakah dan apa gelaran, di mana tempat pertapaan?”

Kembali pendeta Lama itu tertawa ngikik. “Aku tidak ternama seperti engkau. Aku disebut orang Beng Po Hoatsu.”

Terkejutlah hati Gak Bong Tosu mendengar nama ini. Beng Po Hoatsu adalah seorang tokoh kenamaan dari Tibet! Ia tahu bahwa Beng Po Hoatsu adalah seorang pendeta Lama yang sangat tinggi ilmu kepandaiannya. Ia tahu pula bahwa Ulama ini telah menyeleweng dari agamanya dan kini datang ke Tiongkok dan bersekutu dengan kaisar Boan membantu para durna untuk memuaskan nafsunya akan harta dan kemuliaan! Mengingat akan hal ini, Gan Bong Tosu tersenyum.

“Hm, jadi tosu adalah Beng Po Hoatsu? Ah, siapakah yang belum pernah mendengar namamu yang termashur? Aku pernah mendengar cerita tentang seorang pendeta Lama yang mengkhianati dan mencemarkan nama agamanya sendiri. Tidak tahu apakah hubungan pendeta itu dengan kau!

Merahlah wajah Beng Po Hoatsu mendengar sindiran ini. Ia angkat papan catur dari meja dan banting itu ke tanah. Papan itu amblas dan lenyap, masuk ke dalam bumi bagaikan tenggelam.

“Gak Bong, jangan kau menghina orang. Sampai di mana sih tingginya kemampuanmu maka kau berani menyombongkan diri di depanku?” Kemudian sambil perdengarkan suara ringsik nyaring Beng Po Hoatsu kebutkan ujung jubahnya yang panjang ke arah kepala Gak Bong Tosu. Guru Thian In ini maklum betapa lihai dan berbahayanya kebutan ini yang dapat menghancurkan batu karang, maka cepat ia angkat kipasnya menangkis. Kipas Gak Bong Tosu bukaknlah sembarangan kipas. Benda itu terbuat dari pada bambu kuning yang ulet, tipis dan ujungnya runcing. Kipas ini merupakan senjatanya yang jarang terkalahkan.

Giok Cu melihat kedua orang tua jagoan itu berdiri berhadapan dan gerak-gerakkan senjata mereka yang istimewa, yakni ujung-ujung lengan baju dan kipas perlahan-lahan seakan-akan orang bermain-main. Tapi dari kedua ujunag baju dan kipas itu menyambar keluar angin dan pukulan yang mematikan! Ternyata dalam hal tenaga lweekang mereka berimbang.

Melihat bahwa dengan lweekang ia tak dapat menjatuhkan lawannya, Beng Po Hoatsu segera berseru keras dan tahu-tahu tubuhnya lenyap dari pandangan mata Giok Cu. Ia hanya melihat bayang-bayang putih menyambar ke arah Gak Bong Tosu yang juga berseru keras dan putar kipasnya. Sebentar saja kedua tokoh persilatan yang tinggi ilmunya itu telah berputar-putar merupakan dua bayangan atau gundukan sinar yang melesat ke sana sini saling serang. Mereka telah terlibat dalam pertempuran mati- matian! Giok Cu merasa pandangan matanya kabur dan ia tak dapat bedakan mana Gak Bong mana Beng Po! Ketika ia menengok ke arah Kam Ciu dan Thian In, hatinya makin cemas saja, karena kembali kedua anak muda itu terdesak hebat oleh Gak Ong Tosu dan ketika saykong Kwie-san yang masih mengeroyoknya!

Ingin sekali Giok Cu membantu, tapi apa daya? Kepandaiannya masih jauh daripada cukup untuk memasuki pertempuran.

Tiba-tiba Giok Cu melihat seorang kakek berjalan dari luar memasuki pintu dan menuju ke taman itu. Hatinya berdebar keras, karena orang tua itu bukan lain ialah Gan Im Kiat, ayah Kam Ciu. Orang tua itu langsung menghampiri Giok Cu dan tersenyum padanya, lalu berkata: “Perkelahian hebaat, pemandangan bagus, bukan?”

Kemudian Gan Im Kiat berseru ke arah kedua pendeta yang sedang bertempur: “He, Gak Bong! Kau turutlah urusanmu dengan Gak Ong! Tinggalkan Lama ini.

“Heng San Lojin! Aku serahkan penghianat agama ini padamu! Gak Bong Tosu lalu loncat keluar dan langsung menyerang Gak Ong yang terpaksa melayani suhengnya dengan lihai.

Sementara itu Bong Po Hoatsu marah sekali. Ia tuding muka Gan Im Kiat dan berkata keras marah: “Jadi, inikah macamnya Heng San Lojin, manusia setengah dewa yang kabarnya telah sucikan diri di atas gunung Heng San dan yang telah cuci tangan dari segala urusan dunia?”

“Gan Im Kiat gerakkan alis matanya dan angkat pundak, lalu menarik napas panjang. “Memang tadinya aku orang tua bosan mencampuri segala urusan tapi setelah muncul orang-orang seperti kau ini, setelah ini, setelah para pertapa turun gunung, keluar gua dan menambah kacau dunia yang sudah kotor, terpaksa aku tak biarkan lagi. Kalau orang-orang seperti kau dan kawan-kawanmu turun ke dunia dan membuat ribut, selain orang-orang seperti aku dan Gak Bong ini, siapa lagi yang dapat mengendalikan kalian?”

“Heng-san Lojin! Jangan kau sombong! Kau kira kau saja orang pandai di dunia ini? Majulah, kalau kau bisa kalahkan aku, barulah kau boleh banggakan diri sebagai jago silat kelas tertinggi!”

Gan Im Kiat tersenyum. “Ah, kau jumawa sekali. Memang, tadi kau telah berhasil mendesak Gak Bong, tapi hal itu kau anggap suatu kemenangan? Gak Bong sengaja mengalah, tahukah kau?” Heng-san Lojin tertawa keras hingga pendeta Lama itu makin marah.

“Hari ini kuantarkan ke neraka!” ia berseru sambil menerjang maju.

“Cobalah akupun ingin sekali melihat nerakamu itu seperti apa!” Gan Im Kiat pentang kedua telapak tangannya dan dengan kepretan-kepretan ujung jari ia melawan ujung tangan baju Beng Po Koatsu yang lihai. Kalau tadi Giok Cu telah kabur pandangannya melihat Gak Bong Tosu bertempur melawan Beng Po Hoatsu, kini tiba-tiba ia merasa pening karena kedua orang luar biasa itu bertempur dengan lebih cepat lagi. Beberapa tombak di sekeliling mereka seakan-akan diserang angin puyuh yang berputar-putar hingga daun pohon rontok berhamburan. Kedua orang itu seakan-akan berkelahi dengan kaki tak menginjak tanah karena tidak sedikitpun debu mengepul dan kadang-kadang bayangan tubuh mereka mengapung tinggi! Sementara itu, setelah Gak Ong terpaksa melayani Gak Bong. Thian In dan Kam Ciu berhasil merobohkan ketiga saykong dari Kwie-san! Dan Gak Bong Tosu yang mendesak adik seperguruannya akhirnya dapat juga merobohkan Gak Ong Tosu dengan sebuah tendangan soan-houng-twie. Setelah Gak Ong Tosu roboh, Gak Bong Tosu berkata kepadanya:

Gak Ong, terpaksa aku mentaati pesan suhu. Serahkan kembali kepandaianmu!” Secepat kilat kaki kanannya bergerak dan terdengar suara pletak pletak tulang patah. Ternyata kedua tulang pundak Gak Ong telah terpapas dan kedua sambungan lututnya juga terlepas! Dengan demikian, walaupun Gak Ong dapat sembuh kembali, namun ia akan menjadi seorang yang lemah dan bercacad, tak mungkin lagi gunakan kepandaiannya berbuat kejahatan!

Melihat keadaan kawan-kawannya, Beng Po Hoatsu berteriak. “Aku pasti mengadu jiwa dengan kalian!”

“Sudahlah, hoatsu, lebih baik kau kembali ke Tibet dan minta ampun agar dosamu dibersihkan!” Gan Im Kiat berkata.

Posting Komentar