Pendekar Bunga Cinta Chapter 40

"Mau ngapain kamu datang tengah malam buta rata ...?" ''Heh-heh ... !" tawa Liong A Liong dua kali 'heh’ belajar

dari majikannya; setelah itu baru dia berkata.

“... katanya nio-nio yang manggil saya, minta dipijit ..."

“Heh! kalau saya perlu dipijit, mana manggil kamu ...!" sahut Shiang Hwa yang marah-marah; merasa ogah dipijit oleh Liong A Liong yang perutnya gendut, setelah itu dia bergegas hendak menutup pintu.

Akan tetapi, pada saat itu Shiang Hwa kagak keburu melakukan niatnya, sebab secara tiba-tiba nongol pangeran Sip Lun; dan sang play-boy buru-buru membentak berlaku galak: "Bagus ya, kalian dua manusia laknat melakukan perbuatan maksiat didalam istana,..!" dan sebuah tendangan maut langsung diarahkan oleh pangeran muda ini, mengarah bagian antara sepasang paha Liong A Liong yang sedang berdiri melongo kebingungan. Kagak sempat Liong A Liong menghindar dari tendangan maut itu, kagak sempat dia mengucap apa-apa; namun sempat dia berteriak selangit selagi dia rubuh semaput.

Shiang Hwa ikut menjerit kaget, ngacir dia memasuki kamarnya, akan tetapi kalah cepat dengan gerak pangeran Sip Lun sebab pangeran yang tangkas ini langsung menjambak rambut Shiang Hwa yang tubuhnya kemudian dilontarkan sehingga kepalanya menghantam dinding tembok mengakibatkan Shiang Hwa pingsan lupa diri.

Secepat kilat pangeran Sip Lun kemudian melakukan pekerjaannya seperti yang direncanakan oleh dia berdua Siu Lan. Ditariknya tubuh Liong A Liong supaya masuk kedalam kamar, ditelanjangi setelah itu direbahkan diatas ranjang; juga tubuh Shiang Hwa ditelanjangi dan direbahkan diatas ranjang, setelah itu dengan tikaman pedang pangeran Sip Lun mengakhiri pekerjaannya.

Pekik teriak Liong A Liong yang selangit ditambah dengan pekik teriak Shiang Hwa; sudah tentu didengar oleh penghuni istana, para pelayan yang mula pertama datang mendekati, bertepatan pada waktu pangeran Sip Lun sedang membersihkan noda darah pada pedangnya yang tajam mengkilap, dan para pelayan itu berteriak ketakutan waktu mereka melihat ada dua mayat telanjang yang membujur celentang diatas ranjang.

Ikut mereka berteriak, sehingga sri baginda maharaja ikut menyaksikan keadaan mayat sang selir yang keenam belas; sementara pangeran Sip Lun memberikan laporan bahwa dia menemukan kedua manusia itu sedang berbuat laknat, sehingga dia turun tangan membinasakan kedua manusia laknat itu!

Tertawa sri baginda maharaja terkekeh-kekeh waktu didengarnya penjelasan dari pangeran Sip Lun, setelah itu dia memuji tindakan sang anak, yang katanya hendak diberi pangkat sebagai algojo; membikin pangeran Sip Lun jadi bercekat dan mengkerat hatinya sehingga buru2 dia menolak menyatakan keberatan menerima pangkat itu sebaliknya dia menghendaki diangkat menjadi 'chief- hostess' alias menteri urusan rumah tangga, yang ngatur para selir dan bini-bini raja; supaya jangan ada yang menyeleweng.

Sekali lagi sri baginda maharaja terkekeh-kekeh dia tertawa, namun akhirnya dia menerima usul dari anaknya itu; sehingga malam itu juga pangeran Sip Lun secara resmi diangkat menjadi menteri urusan selir-selir dan bini-bini muda sri baginda maharaja.

QOOOXXO0O

DARI istana tempat kediaman pangeran Gin Lun, maka Cheng-hwa liehiap Liu Giok Ing berangkat menuju perbatasan kota Gan bun koan, hendak menemui si pendekar tanpa bayangan Kwee Su Liang, yang menjadi pacarnya dan sekaligus dia anggap sebagai suaminya meskipun tidak secara resmi dia dijadikan bini muda.

Berbagai macam pikiran dan bayang-bayang tentang kejadian lama, kembali mengganggu pendekar wanita yang perkasa ini; namun yang menghadapi kelemahan dalam hal menyinta dan cinta. Pedih dan sedih hatinya kalau dia teringat dengan pangeran Giok Lun yang suaminya, yang harus mati muda akibat perbuatan fitnah dari pihak pangeran Kim Lun. Pada mulanya seorang diri Liehiap Liu Giok Ing hendak mengacau didalam istana pangeran Kim Lun, sekaligus mencari kesempatan buat melakukan balas-dendam terhadap kematian pangeran Giok Lun; tetapi akhirnya dia menyadari akan kekuatan pihak pengawal yang menjaga istana pangeran Kim Lun, ditambah dengan sekian banyaknya tokoh kenamaan dikalangan rimba-persilatan, yang bersedia mengabdi menjadi tenaga bayaran dari pangeran Kim Lun, disamping adanya ciangkun Sie Pek Hong yang tidak mungkin dapat dilupakan oleh liehiap Liu Giok Ing.

Ya, kapten Sie Ciangkun; laki-laki ini tak mungkin dilupakan oleh liehiap Liu Giok Ing, oleh karena laki-laki itu ternyata merupakan laki-laki laknat yang hampir-2 berhasil menodai liehiap Liu Giok Ing, dengan menggunakan berbagai macam cara yang keji sehingga terhadap laki-laki yang satu ini sudah tentu liehiap Liu Giok Ing menganggap sebagai musuh yang harus dia bunuh !

Panas hati liehiap Liu Giok Ing ketika dia teringat dengan Sie Ciangkun, disaat dia sedang meneruskan perjalanannya hendak menuju perbatasan kota Gan-bun koan; sambil dia memikirkan berbagai kejadian lama yang sangat merisaukan hatinya.

Dalam melakukan perjalanan seorang diri itu, sudah tentu seringkali liehiap Liu Giok Ing jadi teringat juga dengan kejadian tempo dulu, selagi dia bersama-sama Kwee Su Liang merantau dan menjelajah dikalangan rimba persilatan. Banyak tempat yang dia lewati atau singgah, yang hampir selalu meninggalkan kesan yang tak mungkin dia lupakan selama hidupnya; dan sekarang, setelah lebih dari sepuluh-tahun lamanya kembali dia harus singgah ditempat yang sama, yang membawa kenangan lama itu. Jelas tak mudah liehiap Liu Giok Ing pulas tertidur ketika pada saat dia beristirahat dan menginap disuatu tempat penginapan, yang selalu membikin dia teringat lagi dengan Kwee Su Liang; sementara Kwee Su Liang kini sedang berada di perbatasan kota Gan-bun koan, berkumpul dengan isteri dan anaknya. Apa yang harus Liu Giok Ing katakan kalau nanti dia bertemu dengan kekasih hati itu? dan apa atau bagaimana dia harus bersikap dihadapan Lie Gwat Hwa nanti? Mungkinkah Kwee Su Liang sudah memberitahukan kepada istrinya, bahwa dia sudah menerima Liu Giok Ing sebagai bini-muda?

Merah muka liehiap Liu Giok Ing kalau dia teringat dengan perkataan 'bini-muda'. Demi cintanya terhadap Kwee Su Liang, dia rela menjadi bini-muda dari laki-laki itu; akan tetapi apakah Lie Gwat Hwa rela mempunyai madu? Gelisah dan cemas Liu Giok Ing memikirkan istrinya Kwee Su Liang, mengakibatkan dia menjadi ragu- ragu buat meneruskan perjalanannya ke perbatasan kota Gan-Bun Koan, merasa malu untuk bertemu dengan 'sang- madu' itu !

Dan Kwee Su Liang? Mengapa laki-laki itu tidak cepat- cepat kembali seperti yang dia janjikan? Ada apakah gerangan yang terjadi di perbatasan kota Gan-bun koan? Pusing kepala Liu Giok Ing yang memikirkan masalah itu. Demikian pada malam itu, ditempat penginapan liehiap Liu Giok Ing tidak dapat pulas tertidur; sampai tahu dia mendengar bunyi suara seseorang yang berada diatas genteng.

Cheng hwa liehiap Liu Giok Ing yang sangat peka telinganya, dan yang sudah terlatih bersikap waspada; dengan cepat dia telah keluar melalui jendela kamarnya, siap dengan pedang Ku-tie kiam ditangan kiri, dan disaat berikutnya sempat dia melihat adanya tiga bayangan hitam yang sedang berlari menjauhi tempat penginapan itu.

Oleh karena hendak mengetahui orang-orang yang telah mengintai kedalam kamar tidurnya, maka liehiap Liu Giok Ing cepat-cepat melakukan pengejaran.

Mereka lari semakin jauh meninggalkan tempat penginapan, sampai dilain saat mereka tiba disuatu tepi sungai yang lebar dan panjang; dimana liehiap Liu Giok Ing menemukan ketiga orang yang dia kejar itu, yang sedang bertempur melawan seseorang yang memakai pakaian serba ringkas.

Melihat adanya pertempuran, maka liehiap Liu Giok Ing tidak lekas-lekas mendekati. Dia mencari sesuatu tempat buat dia mengintai.

Ketiga orang-orang tadi dikejar oleh liehiap Liu Giok Ing, ternyata memakai tutup muka dengan secarik kain warna hitam, dibagian bawah mata sampai menutup mulut mereka; sedangkan orang yang menjadi lawan mereka, adalah seorang laki laki setengah baya yang umurnya kira- kira sudah mendekati 50 tahun.

Cheng hwa liehiap Liu Giok Ing tidak mungkin mengenali ketiga orang-orang yang memakai tutup muka itu, dan diapun tidak kenal dengan laki laki setengah baya yang sedang bertempur itu; oleh karenanya dia tidak segera memberikan bantuan, sebaliknya dia diam memperhatikan jalannya pertempuran.

Meskipun sedang dikepung oleh tiga orang lawan yang gesit dan mahir ilmu silatnya, ternyata laki laki setengah baya itu dapat melakukan perlawanan dengan baik memakai senjata yang aneh yakni sebatang huncwee (semacam pipa panjang) yang jelas kelihatan masih ada apinya, sebab didalam cuaca malam yang cukup gelap, anak api dari huncwee itu seringkali berhamburan keluar kalau senjata mereka saling bentur, memperlihatkan suatu pemandangan yang cukup menarik bagaikan bunga api.

Jelas bahwa percikan anak api itu bukan merupakan sembarang api. Mereka yang pandai ilmu silat dan mahir tenaga dalam, maka percikan anak api itu sudah tentu mempunyai daya pukul yang kuat, disamping dapat melukai kulit seseorang dan membakar pakaian yang terkena anak api itu.

Namun demikian, oleh karena menghadapi tiga orang pengepung yang bukan merupakan sembarangan lawan, maka disaat berikutnya laki laki setengah baya itu kelihatan terdesak.

Dipihak Cheng hwa liehiap Liu Giok Ing yang sejak tadi memperhatikan jalannya pertempuran, akhirnya mengenali dari cara bersilat ketiga orang-orang yang memakai tutup muka itu; bahwa mereka adalah murid-murid Kwan gwa sam-eng atau tiga garuda dari kota Kwan gwa. Jadi yang masih belum diketahui oleh liehiap Liu Giok Ing, siapakah sebenarnya laki laki setengah baya yang sedang bertempur itu?

Sekilas liehiap Liu Giok Ing pun jadi teringat dengan Kwan gwa sam-eng, yang tempo dulu sering merajalela dikalangan rimba persilatan, menyebar maut secara biadab; sampai liehiap Liu Giok Ing berdua Kwee Su Liang bertemu dan bertempur melawan ketiga garuda dari Kwan gwa itu, yang berkesudahan ketiga garuda itu dibikin habis nyawa mereka, tanpa mereka mampu menyebar maut lagi!

Posting Komentar