Kata-kata ini ditutup dengan satu gerakan yang sebat, selagi orang tunggui jawabannya sianseng itu, sedangnya si sianseng sendiri belum sempat menjawabnya.
Semua orang kagum, karena tahu-tahu Sin Cie sudah kantongi semuanya sepuluh potong emas itu, malah orang- orang Liong Yu Pang dan Cio Liang Pay serukan pujian mereka tanpa merasa.
Mukanya Lu Jie Sianseng jadi merah-padam, tanpa bilang suatu apa tangan kirinya lantas melayang, menyambar si anak muda, menyusul mana, kaki kanannya menjejak ugal-ugalan kaki Sin Cie.
Inilah serangan istimewa menurut ilmu silat Hoo Kun.
Sin Cie berkelit dari dua-dua serangan itu, kapan ia lantas didesak, ia cepat mundur. Ia lihat lawan itu geraki kedua tangannya, kedua kakinya, tubuhnya dipasang mendak, dibangunkan berdiri. Itulah gerakannya burung hoo menyambar-nyambar.
Menghadapi ilmu silat lawan yang luar biasa itu, Sin Cie tidak berani rapatkan diri, ia main berputaran, untuk setiap kali menyingkir. Secara begini, diam-diam ia bisa perhatikan sesuatu serangan atau gerakan lawan itu. Makin hebat ia diserang, makin cepat ia luputkan diri.
Lu Jie Sianseng lihat orang selalu menyingkir, tak berani lawan dekati dia, dia percaya, bocah itu cuma gesit tubuhnya, kepandaian silatnya tidak seberapa, dengan sendirinya, dia jadi memandang enteng, hingga sembari berkelahi, dia tertawa ter-bahak-bahak. Lupa dia bagaimana tadi emasnya telah disambar dengan kecepatan istimewa. Begitulah dia gunai kesempatan untuk sedot huncweenya, akan kepulkan asapnya.
Selama ber-putar-putar, Sin Cie mulai mengerti ilmu silat lawan itu, dari itu ia girang sekali menonton kejumawaan lawan, bertempur sambil sedot huncwee dan kepulkan asap. Secara mendadak dia merangsak mendekati, tangan kirinya diulur kebatang hidung lawan kepala besar itu, untuk disampok.
Lu Jie Sianseng terperanjat. Inilah serangan yang ia tidak sangka-sangka. Tapi ia tidak mau berlaku ayal-ayalan, sambil kelit hidungnya, ia pun menangkis dengan huncweenya, yang ia lekas-lekas geraki dari bawah keatas.
Sin Cie tidak singkirkan kepalannya dari serangan huncwee itu, ia buka kepalannya, ia sambuti senjata lawan itu dengan satu sambaran, untuk menyekal. Oleh karena Lu Jie Sianseng sedang menyerang, tak sempat ia tarik pulang huncweenya itu. Ia kaget, segera ia menarik dengan keras.
Inilah apa yang Sin Cie duga. Selagi si sianseng menarik dengan keras, untuk mana dia pakai kedua tangannya, dia bikin iga kanannya kosong. Ketika yang baik ini tidak disiasiakan lagi oleh si anak muda. Sebat luar biasa, ia menotok ke jalan darah thian-hu-hiat.
Lu Jie Sianseng terkejut sesudah kasip, tahu-tahu dia rasai tubuhnya sebelah kanan gemetar dan habis tenaganya, hingga huncweenya terlepas diluar keinginannya.
Selagi begitu, Sin Cie lihat Ceng Ceng tertawa hihi-hihi. Ia senang lihat si nona bergirang, lantas saja ia sodorkan huncwee kearah mulutnya lawan itu. Tapi yang ia sodorkan bukan ujung huncwee piranti menyedot, hanya ujung tempat tembakau, yang apinya sedang menyala, sebab Baru saja tadi disedot pemiliknya. Lu Jie Sianseng sedang tercengang, ia kaget ketika api membakar kumisnya, sampai mengeluarkan asap.
"Sutee, jangan bersenda-gurau!" Uy Cin teriaki adik seperguruan itu. Diam-diam ia kagumi keliehayan sutee itu.
Sin Cie tarik pulang ujung huncwee, untuk ditiup apinya, tapi justru karena ini, sebab ia meniup dengan keras, api meletik berhamburan, abu tembakau turut terbang juga, hingga antaranya ada api yang menyambar muka Lu Jie Sianseng.
Menampak demikian, Uy Cin lompat kearah orang she Lu itu. Tak dapat ia tak tertawa memandang kejadian lucu itu, akan tetapi lekas-lekas ia totok jalan darahnya si lawan, yang sudah tidak berdaya disebabkan totokannya Sin Cie. Disebelah itu, ia sambar huncwee dari tangan Sin Cie, untuk dikembalikan pada pemiliknya, ia jejalkan ditangannya dia itu.
Lu Jie Sianseng masih tercengang ketika ia lihat semua orang memandang dia sambil tertawa, tidak tempo lagi, dia lemparkan huncweenya, lantas dia memutar tubuh, untuk lari pergi.
Eng Cay memburu kawan itu, yang ia sambar tangan bajunya, untuk ditarik, buat dicegah kepergiannya, akan tetapi Lu Jie Sianseng tolak dia hingga dia terpelanting terhuyung-huyung. Tak hentikan tindakannya, kawan itu lari terus sehingga dilain saat dia sudah menghilang.
Pihak Cio Liang Pay saksikan liehaynya Sin Cie, mereka kagum tetapi tidak kaget, memang mereka tahu pemuda ini tak dapat dibuat permainan, tidak demikian pandangannya pihak Liong Yu Pang. Mereka ini pandang jagonya - Lu Jie Sianseng- bagaikan malaikat, tidak tahunya sekarang, satu bocah permainkan dia mirip sebagai anak kecil. Uy Cin sendiri kagumi sutee itu, akan tetapi dia bukan melainkan kagum saja, berbareng ia heran. Sutee itu menotok jalan darah. Ia tahu itu. Itulah totokan "It-cie-sian" atau "Satu Jeriji" dari Hoa San Pay. Yang aneh adalah caranya Sin Cie berkelit, berputar-putar, demikian juga caranya dia kower emas untuk dilemparkan masuk kedalam saku baju. Itulah pelajaran yang ia tidak pernah dapatkan dari gurunya.
"Tidak mungkin suhu sayangi ini murid bungsu dan karenanya dia diajarkan ilmu yang ber-beda-beda," pikir ia. Itu adalah gerakan yang berlainan sekali dengan semua gerakan ilmu silat Hoa San Pay.
Hie Bin adalah yang merasa paling aneh, karena ia tidak sempat lihat bergeraknya tangan si anak muda, si paman cilik itu.
Dan Ceng Ceng dan Siau Hui, mereka tertawa haha-hihi hingga mereka merasai perut mereka mulas tanpa sakit, saking lucunya pemandangan barusan itu.
Uy Cin ketek pula shuiphoa, terus dia kata: "Tadi telah dijanjikan, kalau tiga potong emas yang diinjak dan ditindih dapat digeser, semua emas itu akan dikembalikan kepada kami, maka itu disini aku haturkan banyak-banyak terima kasih!" Ia terus saja beri hormat, lalu ia titahkan Hie Bin : "Punguti semua emas itu!"
Memang, selagi Sin Cie hendak layani Lu Jie Sianseng, semua potongan emas telah dikeluarkan dari dalam tangan bajunya.
Eng Cay saksikan Hie Bin hendak pungut uang, kedua matanya bersinar diantara berkilauannya emas itu. Mana ia rela membiarkan harta itu terjatuh kedalam tangan lain orang? Maka ia maju untuk terus tolak tubuhnya Hie Bin, hingga dia ini mundur dengan sempoyongan. "Eh, apa kau mau?" tanya Hie Bin, dengan gusar. "Apa kau juga hendak coba-coba?"
Menampak demikian, Uy Cin maju.
"Hie Bin, mundur!" ia serukan. Terus ia kasi hormat pada Eng Cay, pada siapa, sambil tertawa, ia bilang : "Selamat berbahagia! Tuan, tokomu itu apa mereknya? Tuan biasanya berdagang apa? Pasti sekali kau peroleh kemajuan hingga meluas keempat penjuru lautan dan hartamu berjumlah besar sampai memenuhi tiga sungai!"
Uy Cin ini memang asal saudagar, dia adalah seorang jenaka, maka itu sekalipun sedang menghadapi pertempuran, dia masih sempat ngoceh tidak keruan.
"Siapa bergurau denganmu?" Eng Cay membentak dengan murka. "Aku adalah Eng Cay, ketua dari Liong Yu Pang. Aku masih belum belajar kenal dengan she dan namamu, tuan?"
"Sheku yang rendah ada Uy dan namaku melainkan satu huruf Cin," sahut toasuheng dari Sin Cie. "Itulah huruf Cin yang berarti 'tulen', tulen yang tidak ada keduanya. Harga barang-barangku adalah harga tetap tulen, hingga barang seharga satu tail tidak nanti aku jual dengan satu tail satu bun, sedang pembeli anak kecil dan tua, tidak nanti aku perdayakan! Tuan berdagang apa, sukakah kau membantu dengan berhubungan denganku?"
Eng Cay sebal dengan ocehan itu, ia jadi semakin mendongkol dan gusar.
"Ambil senjataku!" dia berseru kepada rombongannya.
Lantas salah satu orangnya bawakan tumbaknya yang besar, ia sambuti itu, untuk segera ditarik kebelakang, lalu diteruskan menikam orang didepannya. Uy Cin lompat berkelit kekiri.
"Ayo!" dia berseru. "Kami orang dagang, emas itu tak suka kami tidak mendapatkannya!"
Dia lantas simpan pesawat hitungnya, dia membungkuk akan punguti emas dilantai.
Ngo Cou insaf orang ini liehay dan Eng Cay bukan tandingannya, tetapi juga mereka tidak sudi kehilangan emas itu, maka Beng Gie dan Beng Go segera lompat maju kedalam kalangan.
"Untuk punyakan uang tak demikian gampang!" mereka berseru.
Uy Cin lihat rangsekan hebat, sambil mendak, ia menggeser kekanan, dari sini tangan kirinya dipakai menyerang dengan pukulannya "Keng Tek kwa pian" atau "Ut-tie Kiong menggantung ruyung". Ini adalah serangan dari samping.
Serangannya Beng Gie dan Beng Go adalah turut runtunan Ngo-heng-tin. Mereka tampak bahaya, tidak ajal lagi, mereka mundur sendirinya. Tapi justru mereka mundur, Beng Tat dan Beng San menggantikan maju. Dengan tangan kanan, Beng San tangkis serangannya Uy Cin tadi, sedang Beng Tat hajar bebokong lawan.
Sejak Uy Cin keluar dari perguruan dan berkelana, belum pernah ia menemui tandingan yang liehay, dan walaupun ia suka bergurau, ia teliti dan hati-hati. Inilah sifatnya yang membikin ia belum pernah gagal. Barulah sekarang, menyerbu Ngo-heng-tin, ia menghadapi lawan- lawan yang tidak boleh dipandang ringan. Ia bisa egos tubuh dari serangan Beng Tat, atau kedua lawan itu mundur, lalu Beng Sie menyusul serang ia. Begitu selanjutnya, lima saudara itu maju dan mundur saling ganti, sebentar berdua, sebentar sendiri, hingga kendatipun mereka cuma berlima, gerakan mereka mirip dengan gerakan beberapa puluh orang.
Mau atau tidak, Tong-pit Thie-shuiphoa menjadi terkejut. Ia tidak mengerti, ilmu berkelahi cara apa itu yang lawan-lawannya gunai. Benar-benar serangan mereka, atau lebih benar pengurungan mereka, merupakan sebagai tin, barisan istimewa. Kalut serangan itu tapi rapi maju dan mundurnya.
Sesudah melayani sekian lama, tanpa ia bisa serang secara berarti kepada musuh-musuhnya, atau satu diantaranya, Uy Cin lantas ubah sikap. Ialah ia berlaku tenang, ia tempatkan diri ditengah. Ia sambut sesuatu serangan, tidak mau ia balas merangsak. Tentu saja, dengan begini, ia jadi kena dikurung.
Eng Cay girang sekali mendapati orang kena dikepung, cuma bisa beladiri, tidak bisa membalas. Ia anggap ini adalah ketikanya untuk ia turun tangan terlebih jauh. Maka ia tunggu saatnya, lalu ia menusuk dengan hebat dengan serbuan "Leng coa pok kie", atau "Ular menubruk", salah satu ilmu silat tumbak Yoo-kee-chio, ilmu tumbak keluarga Yo. Ia menikam bebokong.
"Uy supeh, awas!" berseru Siau Hui, memperingati.
Nona ini kaget atas bokongan itu.
Uy Cin adalah murid kepala dari Bok Jin Ceng, dia telah wariskan ilmu silat Hoa San Pay, coba lima saudara Un tidak gunai Ngo-heng-tin, walaupun mereka mengepung berlima, tidak nanti mereka berhasil. Demikianpun bokongan Eng Cay, tak perduli dia menjadi ketua Liong Yu Pang.