"Lekas bawa Siocia keluar pintu belakang," seru Liok-ma pula.
Segera Siau Li yang menggendong Kim-leng itu mendahului jalan di depan dan menyelinap masuk ke kamar tidur Sau Kim-leng, Sau Tiong dan Sau Coan yang menggotong Soat Peng-say juga ikut masuk ke situ.
Dalam pada itu terdengar suara penyatron tadi bergema pula di tempat yang makin dekat, katanya: "Adik Leng keretamu berada di luar, sekali ini jelas kau berada di rumah!" "Siau Tho, lekas keluar dan berusaha menahannya sebisanya," seru Liok-ma.
Mestinya Siau Tho berada di kamar Sau Kim-leng dan menjaga Cin Yak-leng di situ, mendengar seruan si nenek, cepat ia lari keluar.
Waktu masuk kamar tidur, Soat Peng-say sempat melihat Cin Yak-leng berbaring disuatu tempat tidur buatan dari perunggu yang indah, tubuhnya tertutup oleh selimut merah bertepi hijau.
kelambu setengah tertutup, agaknya si nona sedang tidur nyenyak.
Selagi Soat Peng-say hendak membangunkan Cin Yakleng dan mengajaknya pergi bersama, namun Sau Tiong dan Sau Coan keburu membawanya keluar melalui sebuah pintu kecil di belakang kamar tidur itu.
Pikir Peng-say: "Adik Yak-leng sedang tidur nyenyak, lebih baik jangan kubangunkan." Ia tidak tahu bahwa Cin Yak-leng bukannyn tidur nyenyak melainkan pingsan karena Leng-tay-hiat tertutuk.
Baru saja mereka menyelinap keluar, menyusul Liok-ma lantas masuk ke kamar.
Ia mendekati tempat tidur dan cepat membuka Hiat-to bisu Cin Yak-leng yang ditutuk Siau Tho tadi serta Sok-kin-hiat itu ia menepuknya pelahan hingga Yak-leng siuman.
-)()(- -)(dw)(- -)()(Sementara itu Siau Li dengan menggendong Sau Kimleng dan Soat Peng-say yang digotong Sau Tiong dan Sau Coan telah meninggalkan lingkungan Leng-hiang-cay dan menuju ke suatu puncak gunung menjulang tinggi ke tengah awan didepan sana.
Jalan pegunungan melingkar terus menanjak keatas, di pandang dari jauh mirip usus kambing yang me-lingkar2, makin lama makin tinggi, tidak lama sampailah mereka di tengah hutan purba yang lebat.
Jalanan kecil yang sempit kini hampir seluruhnya terbenam oleh tumbuhan berduri, ditambah keremangan ditengah hutan yang rindang itu, hampir saja jalanan kecil itu tidak kelihatan saat itu.
Namun semua itu tidak menjadi halangan bagi Siau Li, Sau Tiong dan Sau Coan, mereka terus berlompatan di atas tumbuhan berduri, Ginkang mereka sama sekali tidak menjadi kendur.
Mungkin mereka sudah sangat apal jalan menuju ke Ciok-long-tong atau gua susu batu yang dimaksud, walaupun suasana remang2, tapi mereka tetap dapat membedakan arah dan berlari dan berlompatan dengan lincah dan cekatan.
Tidak lama kemudian, terbeliaklah mereka, suasana terang benderang, rupanva hutan purba itu sudah ditembus mereka dan tibalah di puncak gunung yang gundul, mungkin karena tiupan angin yang keras, maka di puncak situ tiada sesuatu tetumbuhan.
Yang ada cuma batu2an yang berbentuk aneh, ada yang mencuat, ada yang mirip ukiran patung.
Mendadak Siau Li yang berjalan di depan berhenti mengaso di bawah sebuah batu padas besar, lalu menuju ke bagian dalam, makin jauh makin gelap, rupanya mereka sedang memasuki sebuah gua.
Sungguh terlalu gelap gua ini, Siau Li bertiga lantas menyalakan geretan api, tapi cahaya geretan terlalu lemah, hanya mencakup sejauh beberapa kaki saja, bagian atas terang, bagian bawah menjadi remang2.
Pula jalanan di dalam gua terasa lembab dan licin, Gunkang mereka tiada gunanya didalam gua ini, terpaksa mereka berjalan pelahan dan hati-hati.
Gua itu makin dalam makin ciut, mendingan tubuh Siau Li yang memang kecil, Sau Tiong dan Sau Coan terpaksa harus jalan dengan setengah berjongkok.
Dari cahaya geretan yang menyorot keatas, tampak batu gua itu berbentuk aneh dan berwarna hitam pekat.
Kadang2 ada butiran air yang menetes dari batu itu, bila kuduk kejatuhan tetesan air, rasanya dingin merasuk tulang.
Waktu muka Soat Peng-say kejatuhan satu tetes, tanpa terasa ia menggigil kedinginan.
Agak lama mereka merayap di dalam gua itu, setelah melintasi suatu punggung batu raksasa bagian depan mendadak ada cahaya terang, makin lama makin terang, jalanan juga tambah lebar, di sekeliling bagian atas penuh bergantungan jalur batu yang berbentuk genta, besar kecil, kasar dan halus tidak tentu.
Setelah belasan langkah pula, mendadak cahaya terang mencorong masuk dari atas dan menerangi sebuah lubang gua seluas tiga-empat meter persegi sehingga sesuatu dapat terlihat dengan jelas.
Cahaya itu ternyata tidak menyorot langsung dari atas, bila memandang kearah atas, lubang gua itu seperti lurus keatas sehingga mirip sebuah cerobong asap besar, tapi "cerobong" ini setiap beberapa meter tentu membelok satu kali sehinga sukar diketahui berapa tingginya.
Tapi lantaran di bawah lubang gua ini penuh batu2 putih sehingga ketika tertimpa cahaya dari cerobong di atas lantas memantulkan sinar terang ke sekelilingnya.
Di dalam gua ternyata penuh jalur2 batu yaog berbentuk aneh dan membingungkan.
Siau Li menurunkan Sau Kim-leng, lalu si nona berkata sambi! menuding sekitarnya: "Inilah Ciok-leng-tong yang kumaksudkan." Soat Peng-say ditaruh berduduk di suatu potong batu yang menyerupai sebuah kursi raksasa, dilihatnya di dalam gua banyak botol porselen.
mulut botol menghadap jalur batu putih yang berbentuk seperti puting susu, dari puting batu itu meneteslah cairan putih dan tepat masuk ke dalam botol porselen.
"Apakah Ciok-leng-tong inilah tempat yang mennghasilkan Leng-ju-coan?" tanya Soat Peng-say.
Sau Kim-leng mengangguk sambil mengulum senyum.
"Keajaiban alam memang sukar dibayangkan tidak tersangka disini ada sebuah gua yang semuanya terdiri dari batu puting susu begini!" kata Soat Peng-say dengan gegetun.
"Batu ini disebut batu puting, makanya kami namainya gua susu batu, tapi batu di sini lain daripada batu umumnya, kadar batu disini seragam batu murni, menurut cerita, air puting batu yang berwarna putih ini pernah dijadikan barang upeti untuk kerajaan," demikian tutur Kim-leng.
"Wah, sampai dijadikan barang upeti, maka nilainya dapat dibayangkan!" ujar Peng-say.
"Coba pikir, air yang tidak mudah diminum raja sekalipun, sekarang akan kau jadikan air mandi," kata Kim-leng dengan tertawa.
"Apa katamu?" tanya Peng-say terkejut.
Sau Kim-leng hanya tersenyum saja tanpa menjawab, ia lantas memerintahkan Sau Tiong dan Sau Coan agar memindahkan kursi raksasa itu.
Pelahan2 Sau Tiong berdua menggeser kursi batu diduduki Soat Peng say itu, ternyata kursi itu bergerak.
hanya sebentar saja tertampaklah sebuah kolam kecil di bawah kursi tadi, air yang berhawa dingin segera terasa menggigilkan, air kolam kecil itupun berwarna putih susu.
Sambil menunjuk kolam kecil itu, Sau Kim-leng berkata dengan tertawa: "Silakan anda buka baju dan mandi di situ." "He.
ma.
mana boleh jadi.
!" Peng-say menjadi kelabakan.
"Aku dan Siau Li dengan sendirinya akan menyingkir dari sini," kata Kim-leng pula dengan wajah ke-merah2an.
Lekas Peng-say berseru: "He, bukan.
bukan begitu maksudku.
" Karena gugupnya, ucapan Peng-say se-akan menyatakan Sau Kim-leng tidak perlu menyingkir pergi apabila benar dirinya diharuskan mandi telanjang di dalam kolam.
Karena menyangka Peng-say tidak keberatan ditonton, namun Sau Kim-leng sendiri tetap kikuk, ia lantas membalik tubuh dan berkata: "Sau Tiong dan Sau Coan, buka baju Soat-kongcu." "Eh, jangan, jangan, nanti dulu!" teriak Peng-say, mungkin Sau Tiong dan Sau Coan telah mulai membelejeti pakaiannya, maka akhirnya ia berseru "nanti dulu".
Mengira Peng-say malu mandi di depan orang banyak, selagi Sau Kim-leng hendak mengajak Siau Li menyingkir, tiba2 Peng-say berkata pula: "Leng-ju-coan satu kolam penuh ini apakah akan terbuang percuma hanya kugunakan untuk mandi?" Baru sekarang Kim-leng tahu kiranya disinilah letak keberatan Soat Peng-say, diam2 ia tertawa geli, dengan suara lembut ia hanya berkata: "Tidak menjadi soal.
Leng-ju-coan yang keluar dari sumber didasar kolam ini dinginnya melebihi es, memang tidak boleh dibuat minum, tapi lebih cocok untuk mandi." "Aneh, apa manfaatnya mandi air ini?" ujar Peng-say dengan heran.
"Soalnya Tiong ting-hiatmu terluka, kalau melulu Leng ju-coan yang menetes keluar dari itu kurang cepat khasiatnya, bilamana berendam pula di dalam kolam, dengan pengobatan dari luar dan dalam, tentu cepat kesembuhanmu." "O, pantas Lolo bilang akan mengantarku ke Ciok-tengtong ini untuk menyembuhkan lukaku," kata Peng-say.
"Nah, silakan membuka baju!" kata Kim-leng sambil berdiri membelakangi anak muda itu.
Karena orang lain tiada bermaksud menyingkir, terpaksa Peng-say menyilakan Sau Tiong dan Sau Coan membuka bajunya.
Selagi Sau Tiong berdua sibuk bekerja, datanglah Siau Li dengan membawa satu botol Leng-ju-coan, katanya dengan tertawa: "Silakan Kongcu minum." Waktu itu baju luar Peng-say, sudah ditanggalkan, bila baju dalam dibuka tentu akan mulai telanjang, maka cepat2 ia minum air yang dibawakan itu.
Rupanya Siau Li juga tahu anak muda itu malu ditonton orang, ia tertawa dan juga berdiri mungkur.
Setelah membuka semua pakaian Peng-say Sau Tiong dan Sau Coan menggotongnya kedalam kolam.
Dasar kolam itu tidak dalam, dengan duduk bersila di dalam kolam, tepat air kolam hanya sebatas leher.
Waktu minum Leng-ju-coan yang dibawakan Siau Li tadi Peng-say merasa perutnya dingin segar, tak tersangka setelah berduduk di dalam kolam, air kolam benar2 lebih dingin daripada air es, kalau Sau Kim-leng tidak memberitahu sebelumnya, bisa jadi dia akan menjerit kaget "Pantas tidak dapat diminum, kalau diminum pasti isi perut akan beku," demikian pikir Peng-say.
Walaupun begitu ia sendiripun kedinginan setengah mati.
Pelahan2 Sau Kim-leng membalik tubuh, katanya dengan tertawa: "Cukup duduk satu jam di situ dan akan sembuh." "I .
iya.
" sebisanya Peng-say menjawab, tapi saking kedinginan.
hampir saja giginya gemertuk, kuatir didengar si nona, cepat ia berbicara untuk menutupi menggigilnya itu: "Rasanya lebih dingin daripada duduk di tanah bersalju di musim dingin." Kim-leng tersenyum, ucapnya: "Lambat-laun takkan kau rasakan dingin." "I....
iya.
" sungguh celaka.
hampir saja giginya gemertuk lagi.
lekas ia bertahan sekuatnya dan berkata pula: "No .
nona Sau, apakah sebelum ini kau kenal Ciamtay.
Ciamtay-kongcu?" "Tidak," jawab Kim-leng.
"O, jadi.
jadi dia sengaja datang melamar.
" Si nona hanya mengiakan pelahan.
"Entah.
entah bagaimana tampang mukanya.
" kata Peng-say pula.
Kim-leng hanya meliriknya sekejap tanpa bersuara, tampaknya dia tidak suka Peng say berbicara mengenai puteranya Ciamtay Cu-ih.