Mutiara Hitam Chapter 40

NIC

Siangkoan Li mengerutkan keningnya lalu meletakkan bungkusan di dekat kaki suhengnya yang masih rebah tak dapat bangun. Kemudian ia menghampiri Kwi Lan dan berkata.

"Nona Kam, harap engkau sekarang segera pergi dari sini. Kalau sampai para suhengku datang, engkau tentu akan celaka dan aku tidak akan mampu menolongmu lagi."

Kwi Lan mengeluarkan suara mendengus di hidungnya.

"Huh, kau tidak takut mati, apa kau kira aku pun takut mati? Biarlah mereka membunuhku kalau mereka mampu."

"Nona.., Kwi Lan.., aku tidak ingin melihat kau mati karena aku"

"Aku pun tidak ingin melihat kau mati. Aku mau pergi kalau engkau pun mau pergi bersama meninggalkan tempat ini"

"Jahanam besar kau, Siangkoan Li. Kau membikin mayat Ayahmu membalik di dalam kuburnya. Berani main cinta-cintaan dengan seorang musuh perkumpulan. Hah, bocah macam apa ini"

Sin-seng Losu sudah memaki-maki lagi.

"Kwi Lan, aku seorang anak Thian-liong-pang, harus tunduk dan setia. Aku sudah berdosa, biarlah aku menerima hukuman. Akan tetapi kau orang luar, kau pergilah dan jangan membikin aku mati penasaran karena kau menderita celaka."

Kini Kwi Lan menjadi marah. Dengan pedang di tangan ia membentak,

"Siangkoan Li, Engkau ini pemuda macam apa begini lemah dan buta? Memang benar kau adalah orang Thian-liong-pang, akan tetapi Ayahmu dahulu adalah seorang patriot sejati, seorang gagah yang menjunjung tinggi kebenaran dan bukan golongan orang jahat. Terhadap perkumpulan seperti ketika dipimpin Ayahmu itu, aku tidak akan merasa heran apabila engkau mengambil sikap seperti ini, bersetia sampai mati. Siangkoan Li, engkau melihat sikap Ciam Goan? Nah, dialah orang gagah sejati, yang melihat betapa Thian-liong-pang menjadi busuk di bawah pimpinan Gwakongmu yang berjiwa kotor ini rela meninggalkan Thian-liong-pang dan kalau perlu memusuhinya. Bukan memusuhi perkumpulannya, melainkan orang orangnya yang menyeleweng daripada kegagahan. Siangkoan Li, aku tidak bisa bicara banyak dan pengetahuanku pun sedikit. Akan tetapi karena kau seorang yang sudah melepas budi berkali-kali kepadaku, aku harus membelamu dengan taruhan nyawaku. Pernah Guruku bilang bahwa orang hidup tentu akhirnya mati. Akan tetapi kematian yang paling memalukan adalah kematian seorang pengecut yang tidak berani menentang kelaliman. Demi untuk kebenaran, jangankan hanya perkumpulan atau teman-teman, biar orang tua sendiri kalau perlu boleh saja dilawan"

Hebat kata-kata ini, apalagi kalimat yang terakhir. Pada jaman itu, kebaktian merupakan kebajikan mutlak dan nomor satu. Tidak ada kejahatan yang buruk daripada kemurtadan anak terhadap orang tua demi membela kebenaran"

Ini hanya dapat diucapkan oleh seorang yang otaknya tidak waras.

"Dengar.., Dengar itu omongan iblis betina. Omongan perempuan gila. Siang koan Li, kau berani murtad terhadap Kakekmu?"

Sambil berlutut Siangkoan Li berkata,

"Tidak, Gwakong, aku tidak berani.."

Kemudian ia menoleh ke arah Kwi Lan.

"Kwi Lan, kau pergilah. Lekas mereka telah datang.."

"Biarkan mereka datang. Biar aku mati aku tidak mau pergi tanpa kau ikut pergi. Kau sudah menolong nyawaku, aku harus membalasnya sedikitnya satu kali"

Kata Kwi Lan dengan suara tetap.

"Celaka.., Kwi Lan, kau tahu, siapa kakek itu?"

Ia menuding ke arah kakek yang terluka lengan kanannya.

"Dia itu susiok Yo Cat, dia itu murid sucouw yang akan datang pula bersama Cap-ji-liong. Biar ada lima orang engkau dan aku belum tentu akan dapat melawannya."

Akan tetapi Kwi Lan hanya tersenyum saja. Makin lama Siangkoan Li makin bingung dan kini dari jauh tampak layar beberapa buah perahu. Siangkoan Li meloncat bangun, menghampiri Kwi Lan, memegang lengannya dan berseru.

"Kalau begitu, demi keselamatanmu, kita pergi.."

Kwi Lan ikut berlari, membiarkan dirinya ditarik. Siangkoan Li. Tak lama kemudian ia berseru,

"Eh, eh, kenapa lari ketakutan? Mari kita lawan bersama."

"Hushhh.. diamlah. Aku tahu jalan rahasia yang tak mungkin dapat mereka kejar dan cari. Mari.."

Mereka lari memasuki sebuah hutan yang gelap dan memang pemuda itu tidak bohong. Ia melalui jalan menyusup-nyusup yang amat sukar, bukan jalan manusia lagi dan kalau bukan orang yang sudah mengenal jalan tentu amat sukar memasuki hutan melalui jalan ini. Akhirnya setelah lari setengah hari lamanya Siangkoan Li nampak tenang dan mengajak gadis itu duduk di pinggir sebuah sungai kecil dalam hutan. Keadaan di situ teduh dan sejuk sekali. Sinar matahari yang amat terik ditangkis oleh daun-daun pohon yang lebat.

"Mari kuputuskan belenggu."

Kata Kwi Lan sambil menarik tangan Siangkoan Li. Akan tetapi pemuda itu merenggut kembali tangannya.

"Untuk apa? Setelah menyelamatkan engkau, aku akan kembali menyerahkan diri."

Kwi Lan marah sekali. Ia meloncat bangun dari tempat duduknya dan menudingkan telunjuknya kepada Siangkoan Li.

"Engkau boleh berkepala batu, aku pun berhati baja. Akan tetapi engkau berkeras secara ngawur. Siangkoan Li, engkau seorang pemuda yang memiliki kepandaian tinggi, mengapa begini lemah? Kalau kau memang amat mencinta Thian-liong-pang, mengapa kau tidak mengumpulkan orang-orang seperti Ciam Goan untuk membersihkan Thian-liongpang dari oknum-oknum macam Ma Kiu dan lain-lain? Kalau kau lakukan itu dan Thian-liong-pang menjadi perkumpulan orang gagah kembali, barulah kau seorang yang berbakti kepada mendiang Ayahmu, menjujung tinggi nama baik orang tua dan perkumpulan. Yang kau lakukan sekarang ini hanya membuktikan bahwa kau pengecut dan picik. Baiklah, kalau kau berkukuh hendak menyerahkan diri, aku pun berkukuh hendak membasmi Thian-liong-pang sendirian saja. Kita akan sama-sama mati, akan tetapi matiku seribu kali lebih berharga daripada matimu yang seperti kematian seekor kacoa"

Pucat wajah Siangkoan Li mendengar ini. Ia meloncat bangun, sejenak ia memandang dengan mata melotot. Kedua orang muda itu saling pandang untuk beberapa lama. Kemudian Siangkoan Li menarik napas panjang.

"Aku bingung dan ragu-ragu.. agaknya engkau benar.. biarlah akan kutemui kedua orang Suhuku dan minta nasihat mereka.., Thian-liong-pang, untuk sementara ini aku Siangkoan Li menjadi pengkhianat"

Setelah berkata demikian, tiba-tiba ia mengerahkan tenaga menggerakkan kedua tangannya. Terdengar suara keras dan.. belenggu besi itu rontok semua dan putus-putus"

Kwi Lan tersenyum girang dan kagum. Tak salah dugaannya, pemuda ini memiliki kepandaian tinggi, yang jelas adalah tenaganya yang istimewa. Pantas saja kekeknya yang sudah tua itu sekali ditangkis terluka.

"Bagus Siangkoan Li. Begitu barulah seorang gagah sejati. Akan tetapi aku masih belum percaya betul. Bagaimana kalau kau lakukan ini hanya untuk mengelabuhi aku? Sebelum aku yakin akan keputusan hatimu, aku hendak mengikuti sepak terjangmu beberapa lama. Sekarang engkau hendak ke mana?"

"Ucapan-ucapanmu mulai membekas di hatiku, Kwi Lan. Akan tetapi aku masih bimbang ragu. Karena itu, jalan satu-satunya adalah bertanya kepada kedua orang Guruku. Aku hendak mengunjungi mereka."

"Kedua orang Gurumu tentu orang-orang luar biasa. Aku pun ingin bertemu dengan mereka. Aku ikut"

"Eh, tidak bisa, Kwi Lan. Mereka itu orang-orang luar biasa sekali dan tidak suka bertemu dengan orang lain. Kecuali itu, juga tempatnya amat sukar didatangi orang, bagaimana aku bisa mengajakmu ke sana?"

Kwi Lan tersenyum.

"Kata-katamu makin membuat aku curiga. Siangkoan Li, sudah kukatakan tadi. Engkau telah berkali-kali menolongku, maka aku sudah mengambil keputusan, sebelum kau yakin akan kekeliruanmu mengenai sikapmu terhadap Thian-liong-pang, aku tidak akan meninggalkanmu. Kalau kau bisa mengunjungi mereka, mengapa aku tidak? Marilah kita berangkat"

Siangkoan Li mengerutkan keningnya. Gadis ini amat keras hati dan ia tahu bahwa Kwi Lan tentu akan melakukan apa yang diucapkannya.

"Baiklah, Kwi Lan. Akan tetapi kau sudah kuperingatkan. Jangan persalahkan padaku kalau kau terbawa-bawa ke dalam lembah hitam karena kau pergi bersama aku yang sejak kecil bergelimang dalam dunia yang kotor."

Berangkatlah dua orang itu melanjutkan perjalanan. Melakukan perjalanan bersama Siangkoan Li bedanya sejauh bumi dengan langit kalau dibandingkan dengan perjalanan bersama Hauw Lam.

Perjalanan di samping Hauw Lam merupakan perjalanan yang penuh tawa dan gurau, gembira karena pemuda itu memandang dunia dari sudut yang terang dan lucu. Akan tetapi sebaliknya, Siangkoan Li adalah seorang pemuda yang pendiam dan wajah yang tampan itu hampir selalu muram diselimuti awan kedukaan. Di sepanjang jalan, dua orang yang melakukan perjalanan cepat ini jarang sekali bicara. Kalau tidak diajak bicara, Siangkoan Li tak pernah membuka mulut. Akan tetapi Kwi Lan tidak merasa kecewa. Ia maklum akan isi hati pemuda ini dan sinar mata pemuda itu di waktu memandangnya, penuh perasaan, sudah cukup baginya. Sinar mata pemuda ini tiada bedanya dengan sinar mata Hauw Lam di waktu menatapnya. Ada sesuatu dalam sinar mata kedua pemuda itu yang mendatangkan kehangatan di hatinya.

Sebelas hari lamanya mereka berdua melakukan perjalanan yang sukar, naik turun Pegunungan Lu-liang-san, masuk keluar hutan-hutan lebat. Pada hari ke dua belas, setelah selama itu tak pernah bertemu dengan manusia karena agaknya Siangkoan Li memang memakai jalan yang liar dan tak pernah diinjak orang, sampailah mereka di sebuah dusun kecil di lereng bukit. Dusun ini hanya ditinggali beberapa puluh keluarga petani, akan tetapi di ujung dusun itu berdiri sebuah rumah makan yang kecil dan sederhana sekali.

"Kita sudah sampai."

Kata Siangkoan Li.

"Apa? Di dusun ini?"

Siangkoan Li menggeleng kepala dan menudingkan telunjuknya ke depan.

Posting Komentar