Setelah bersiap sedia, Lim-piauwsu lalu memberitahukan kepada kawan-kawan piauwsu lainnya, hingga tak lama kemudian telah berkumpul dua puluh orang piauwsu yang mengantar ketiga orang muda itu ke hutan tempat perampok itu bersarang. Mereka ini merupakan sebuah barisan panjang yang berjalan dengan sikap gagah oleh karena mereka menaruh pengharapan besar untuk dapat membalas dendam kepada para perampok yang bertindak sewenang-wenang itu. Dari Lim-piauwsu mereka mendengar bahwa ketiga anak muda yang hendak membantu mereka itu adalah pendekar-pendekar yang berkepandaian tinggi, bahkan yang seorang adalah Gin- kiam Gi-to yang terkenal. Para piauwsu ini kagum sekali melihat Siok Lan yang selain cantik jelita, juga bersikap pendiam dan tampak gagah sekali. Oleh karena di antara rombongan piauwsu ini banyak pula yang masih muda- muda, maka sebagaimana biasanya pemuda-pemuda menghadapi seorang gadis jelita, biarpun mereka tidak berani terang-terangan oleh karena mendengar akan kehebatan Siok Lan, namun mereka tetap berlumba untuk berlagak agar nampak gagah dan menarik perhatian gadis itu! Akan tetapi, Siok Lan berjalan sambil tunduk dan sama sekali tidak mau memperdulikan pandangan mata semua orang, baik yang datang dari fihak rombongan piauwsu sendiri, maupun yang datang dari penduduk yang melihat rombongan itu berjalan. Para penduduk telah mendengar berita bahwa rombongan ini hendak menyerbu perampok dan mereka kagum melihat bahwa di antara sekian banyak laki-laki gagah, terdapat seorang pendekar wanita yang demikian cantik jelita dan yang berjalan dengan tenang, seakan-akan tidak sedang hendak menghadapi pertempuran dengan para perampok ganas !
***
Yang merajai hutan Pek-siong-lim adalah tiga orang kepala rampok yang diceritakan oleh Lim-piauwsu tadi, yakni kedua saudara kembar yang sudah tua Ang Houw dan Ang Touw yang berjuluk Sepasang Iblis Kembar, dan si muka hitam Ciauw Lek yang disebut orang Hek-bin-mo si Iblis Muka Hitam, julukan yang sama benar dengan julukan Ong Kai!
Mereka bertiga merupakan tiga serangkai yang telah membuat nama besar di daerah utara, akan tetapi pada suatu hari, di utara telah muncul seorang pendekar tua yang memiliki kepandaian tinggi sekali, sungguhpun keadaan kakek itu amat miskin dan buruk. Munculnya pendekar perantau ini membuat gempar kalangan liok-lim oleh karena pendekar ini benci sekali kepada bangsa perampok dan penjahat. Banyak sekali rampok yang telah tewas dan roboh di tangan pendekar ini, dan Ciauw Lek beserta kedua orang kawannya lalu lekas-lekas melarikan diri. Mereka lalu kabur ke selatan dan akhirnya memilih tempat di hutan Pek-sionglim, menjadi kepala rampok disitu. Tertarik oleh kehebatan tiga orang kepala rampok ini, banyak anak buah rampok yang datang membantu mereka.
Tak lama kemudian daerah itu menjadi tidak aman. Kepala rampok yang dulu, yang ditewaskan oleh ketiga kepala rampok baru ini, dapat bekerja sama dan menghargai para piauwsu hingga tak pernah mengganggu barang-barang yang dilindungi oleh para piauwsu ini. Sebaliknya para piauwsu juga seringkali memberi sumbangan-sumbangan kepada kepala rampok itu. Akan tetapi, setelah kepala rampok digantikan oleh Sepasang Iblis Kembar dan si Muka Hitam, siapa saja yang melewati daerah itu tentu akan dirampok habis-habisan tanpa pilih bulu! Bahkan ketiga orang kepala rampok baru ini tidak segan-segan menyerbu ke dalam dusun-dusun dan merampok penduduk dusun, mengangkut hasil bumi yang mereka tanam dengan susah payah!
Di antara semua piauwsu yang menjadi korban, juga barang-barang di bawah perlindungan Lim-piauwsu tak terkecuali. Lim-piauwsu menjadi marah dan menyerbu, akan tetapi kepandaian ketiga kepala rampok itu benar- benar hebat, hingga bukan saja ia tidak dapat mengalahkan mereka, bahkan di antara kawan-kawannya ada yang tewas dan luka!
Kini setelah para piauwsu itu bertemu dengan Ong Kai yang telah mereka ketahui kehebatannya ketika kelima piauwsu itu mengeroyoknya, dan terutama oleh karena Ong Kai berkawan dengan Tan Hong si Maling Budiman yang terkenal itu, ditambah pula dengan seorang pendekar wanita yang biarpun belum mereka saksikan kehebatannya, akan tetapi oleh karena pendekar wanita itu menjadi adik seperguruan dari si Maling Budiman, mereka percaya bahwa gadis pendekar itupun tentu memiliki ilmu silat yang tinggi pula. Tentu saja mereka berbesar hati dan timbul pengharapan mereka untuk dapat mengusir gerombolan perampok yang jahat itu.
Ang Houw dan Ang Touw serta Ciauw Lek, mempunyai banyak sekali anak buah dan mereka memang mengadakan aturan yang keras serta berdisiplin. Di setiap sudut hutan Peksiong-lim mereka tugaskan penjaga-penjaga dan penyelidik-penyelidik hingga kedatangan para piauwsu itu telah mereka ketahui dengan cepat. Ciauw Lek tertawa geli, “Ha, ha, ha, piauwsu-piauwsu anjing itu benar-benar ingin mampus! Apakah mereka belum juga kapok? Lebih baik mengirim tanda takluk kepada kita agar kita dapat mengampuni mereka, daripada datang mengantar kematian! Ha, ha, ha!”
“Ciauw-sute, jangan kau pandang rendah mereka. Menurut laporan penyelidik, kini mereka datang mengiringkan tiga orang muda yang agaknya menjadi jago mereka. Lebih baik kita berhati-hati menghadapi mereka,” kata Ang Houw yang tertua dan lebih berhati-hati sikapnya.
“Twako berkata benar, sute,” kata Ang Touw yang selalu membela kakaknya. “Memang tidak ada salahnya kalau kita berhati-hati agar jangan sampai mengalami kegagalan seperti ketika di utara. “
Ciauw Lek yang bermuka hitam mencibirkan bibirnya dan tersenyum menghina. “Orang-orang selatan yang lemah ini perlu apa ditakuti? Tapi, kalau ji-wi twako hendak mengadakan sambutan secara baik-baik, akupun setuju saja. Apakah aku harus melarang anak buah yang hendak menganggu mereka?”
“Biarlah, biar mereka maju lebih dulu untuk sekedar menguji keadaan dan kekuatan mereka. Kita bersembunyi dan melihat sepak terjang mereka lebih dulu. “
Ketiga kepala rampok ini lalu mengatur persiapan dan memberi perintah-perintah kepada anak buah mereka. Mereka lalu mengadakan pencegatan di sebuah tikungan yang banyak ditumbuhi pohon siong yang besar-besar.
Rombongan piauwsu itu masuk ke dalam hutan dan hampir semua piauwsu yang pernah mengalami kekalahan besar di dalam hutan ini mau tidak mau merasa dag-dig-dug juga. Akan tetapi oleh karena melihat betapa Tan Hong, Ong Kai dan Siok Lan berjalan dengan sikap tenang dan berani, mereka lalu turut maju sambil memandang kekanan ke kiri sambil bersiap-sedia dengan pedang atau senjata lain di tangan!
Ketika mereka tiba di tukungan di mana para perampok telah menanti sambil bersembunyi di belakang pohon, tiba- tiba Tan Hong dan kedua orang kawannya yang bermata tajam berhenti dan mengangkat tangan ke belakang memberi isyarat supaya semua piauwsu berhenti.
Tiba-tiba dari depan terdengar suara mengiuk dan belasan batang anak panah meluncur cepat dari segala jurusan! Akan tetapi anak-anak panah ini kesemuanya menuju ketiga orang muda yang berdiri di depan. Ini memang kehendak para kepala perampok yang hendak menguji kepandaian ketiga orang muda itu!
Ong Kai dan Tan Hong tenang-tenang saja, akan tetapi Siok Lan merasa marah sekali. Gadis ini tahu-tahu telah melompat ke depan sambil mencabut pedangnya hingga semua anak panah kini menuju kepada tubuhnya. Para piauwsu memandang dengan mata terbelalak dan hati berdebar. Akan tetapi, secepat kilat Siok Lan memutar pedangnya dan runtuhlah semua anak panah yang menyambar ke arah dirinya, bagaikan air hujan terhalang payung. Inilah gerakan pedang yang disebut Dewi Kwan Im Membuka Payung! Kagumlah para piauwsu melihat kehebatan gadis ini dan mereka memuji dengan girang. Ternyata gadis pendekar ini tidak mengecewakan harapan mereka!
“Perampok-perampok rendah tak tahu malu! Keluarlah kalau kalian laki-laki sejati, jangan menyerang secara gelap bagaikan lakunya pengecut hina!”
Tiba-tiba dari belakang pohon berlompatan keluar lima orang tinggi besar yang memegang golok di tangan. Mereka ini maju menubruk dengan golok terangkat ke arah Siok Lan!
Kagetlah para piauwsu itu, apalagi ketika mereka melihat betapa Tan Hong dan Ong Kai hanya tersenyum sambil menonton saja, sama sekali tidak hendak membantu dara jelita
yang dikeroyok lima orang itu! Akan tetapi, sekali lagi mereka tertegun dan kagum. Siok Lan berseru keras dan memutar pedangnya sedemikian rupa hingga sekali tangkis saja kelima golok lawannya terpental! Anak buah perampok itu terkejut dan hendak lari, akan tetapi tangan kiri dan kaki kanan Siok Lan bergerak cepat, dan robohlah dua orang perampok yang larinya paling belakang!
Gadis pendekar itu lalu memasukkan pedangnya di sarung pedang dan kini ia menyambar lengan tangan kedua orang itu dan menyentak keras ke atas sambil berseru, “Perampok-perampok hina, terimalah kembali dua ekor anjingmu ini!” Dan luar biasa sekali! Dengan sekali ayun saja kedua tubuh anak buah perampok itu, terlempar ke arah pohonpohon di depan bagaikan jatuhnya dua buah nangka!
Akan tetapi pada saat itu terdengar seruan “Hebat sekali!” dan dari belakang semak-semak melayang keluar tubuh seorang tua yang cepat meyambar tubuh kedua anak buah perampok yang masih melayang dan agaknya hendak membentur batang pohon itu! Begitu kakek itu mengulur kedua tangannya, ia berhasil menangkap dengan tepat leher baju kedua perampok dan tubuhnya melayang turun dengan gerakan ringan sekali. Kemudian ia mendorong kedua perampok itu ke kanan dan ke kiri hingga keduanya jatuh terguling ke dalam semak! Diam-diam Tan Hong, Ong Kai dan Siok Lan kagum juga melihat gerakan Garuda Sakti Menyambar Kelinci yang diperlihatkan oleh kakek tadi untuk menolong kedua orang perampok itu.
Kakek itu tidak lain ialah Ang Houw dan pada saat itu juga, Ang Touw dan Ciauw Lek keluar pula dari tempat persembunyian mereka. Ketika melihat Ciauw Lek keluar, Tan Hong dan Siok Lan hampir tak dapat menahan geli hati mereka. Memang, orang tinggi besar ini hampir serupa dengan Ong Kai, baik kehitaman mukanya, maupun tubuhnya yang tinggi besar itu. Kalau saja Ong Kai berdiri di sebelah orang hitam ini, maka di situ akan terdapat dua orang kembar, oleh karena kedua orang itupun serupa betul!
Ang Houw yang selalu berhati-hati lalu menjura kepada ketiga anak muda itu dan bertanya, “Bolehkah kami mengetahui siapakah lihiap yang gagah ini dan siapa pula ji- wi enghiong yang datang memasuki daerah kami dengan para piauwsu itu?”
Sebelum Tan Hong membuka mulut menjawab, ia telah didahului oleh Ong Kai yang menuding sambil membentak marah, “Perampok-perampok busuk! Sebelum kalian bertanya, mengakulah lebih dulu. Apakah setan ini yang berani memakai nama julukan Hek-bin-mo?” Sambil berkata demikian, ia menunjuk ke arah hidung Ciauw Lek!
Memang semenjak tadi Ciauw Lek memperhatikan Ong Kai yang nampak gagah itu, maka kini mendengar betapa pemuda muka hitam itu, mengeluarkan kata-kata menghina dan datang-datang memaki dirinya, ia lalu balas membentak, “Akulah Hek-bin-mo Ciauw Lek! Kau setan hitam, mau apa bertanya dan menyebut-nyebut namaku?”
“Bagus! Kalau begitu, mulai saat ini aku melarang kau menggunakan nama julukan Hek-bin-mo dan mulai saat ini kaupun harus pergi dari hutan ini dan jangan berani mengganggu orang lagi. Kalau tidak, tuanmu ini akan memutar batang lehermu!”
Bukan main marahnya Ciauw Lek mendengar ini. Kedua matanya melotot dan dadanya naik turun terdorong gelombang kemarahan, “Setan hutan! Siapa kau maka berani berlagak sesombong ini?”
Ong Kai tertawa, “Dengarlah, monyet! Aku bernama Ong Kai dan aku disebut Hek-bin-mo!”
Tan Hong dan Siok Lan tersenyum geli dan para piauwsu itupun menahan geli hati mereka, sungguhpun mata mereka memandang dengan penuh ketegangan melihat lagak kedua orang tinggi besar yang menyeramkan itu. Dengan heran Ciauw Lek melangkah mundur setindak.
“Kau ... ! Hek-bin-mo palsu!”
“Bangsat, kalau begitu kau harus mampus!” Ong Kai lalu menerjang dengan kepalan tangan dalam gerak pukulan Raja Maut Merampas Nyawa! Pukulan ini hebat sekali, akan tetapi dengan berani Ciauw Lek lalu menangkis dengan lengan tangannya. Dua lengan tangan yang besar dan kuat beradu dan akibatnya Ciauw Lek terhuyung mundur tiga langkah!