Kisah si Bangau Putih Chapter 13

NIC

"Sin Hong, kumpulkan kayu bakar dan daun kering. Nanti kita membuat api unggun di sini."

Sin Hong tidak menjawab akan tetapi juga tidak membantah, lalu mengumpulkan kayu bakar. Dia tahu bahwa akan percuma saja kalau dia melarikan diri sekarang, karena ketika melirik, wanita itu mengikuti setiap gerakannya dengan pandang mata, juga dua orang pendeta di sana itu memandang kepadanya. Setelah bahan api unggun terkumpul, dia pun berdiri lagi termenung memandang ke arah istana yang terbakar, diam-diam mengharapkan agar tiga jenazah gurunya itu akan terbakar sempurna sehingga semuanya akan menjadi abu.

Dia tidak merasa menyesal bahwa guru-gurunya telah meninggal dunia. Semua orang akhirnya akan mati juga dan kematian tiga orang gurunya adalah kematian orang-orang yang gagah perkasa? Pernah dia mendengar mereka bertiga itu berbincang-bincang tentang kematian dan ketiganya mempunyai harapan agar dapat mati sebagai pendekar! Dan ternyata harapan mereka itu terpenuhi! Mereka mati dengan gagah perkasa, dikeroyok belasan orang tokoh sesat yang lihai, dan sebelum mati mereka berhasil menewaskan empat belas orang lawan! Tak perlu disesalkan kematian mereka. Yang penting sekarang harus mencari jalan untuk melarikan diri karena selama dia belum dapat meloloskan diri dari pengawasan tiga orang ini, nyawanya tetap saja terancam maut yang mengerikan.

"Sin Hong, kenapa engkau melamun? Apakah engkau menyesal akan kematian tiga orang tua bangka itu?"

Tiba-tiba Sin-kiam Mo-li bertanya. Sin Hong menggeleng kepala dan menjawab lirih namun suaranya tegas,

"Tidak!"

Sin-kiam Mo-li duduk di atas rumput hijau. Ia telah menurunkan tiga batang pedang itu dari pinggangnya. Pedangnya sendiri, Ban-tok-kiam dan Cui-beng-kiam dan menaruhnya di atas rumput tak jauh dari jangkauannya. Ia melonggarkan ikat pinggangnya, bahkan melepas sepatunya untuk mengusir kelelahan akibat perkelahian mati-matian tadi.

"Sin Hong, engkau duduklah di sini,"

Katanya sambil memandang penuh gairah kepada pemuda itu. Sin Hong duduk dengan mengangkat kedua lututnya dan itu tanpa menoleh. Sin-kiam Mo-li memandang kagum sekali. Pemuda ini tidak pandai ilmu silat, akan tetapi agaknya memiliki tubuh yang amat kuat daya tahannya. Pemuda itu tadi telah ditamparnya, ditendang dan dipukul oleh dua orang pendeta itu,

Dan biarpun pukulan-pukulan itu dilakukan tanpa pengerahan sin-kang tetap saja sudah tentu akan membuat pemuda itu menderita nyeri. Dan semua itu masih ditambah lagi dengan ancaman-ancaman yang menakutkan, dan hebatnya lagi dia harus mencangkul dan mengubur jenazah empat belas orang tadi. Mencangkul sehari penuh. Dan kini pemuda itu kelihatannya sama sekali tidak kelelahan! Sin Hong sedang melamun, mencari akal bagaimana akan dapat meloloskan diri dari tiga orang ini tanpa menggunakan kekerasan, ketika tiba-tiba ada sebuah tangan yang kecil dengan jari-jari mungil menyentuh pundaknya dan rambutnya, membelai dan mengusap rambutnya. Ketika dia menoleh, hidupnya mencium keharuman pupur dan minyak, dan ternyata wajah wanita cantik kejam seperti iblis itu telah berada dekat sekali dengan mukanya.

Sin-kiam Mo-li telah duduk dekat sekali dengannya dan kini merangkul lehernya. Sin Hong adalah seorang pemuda yang sudah dewasa, sudah dua puluh satu tahun usianya. Walaupun selama hidupnya dia belum pernah berhubungan dengan wanita, bahkan bergaul dekat pun belum pernah, namun tentu saja dia mengerti apa maksud wanita ini mendekatinya dan bersikap demikian mesra. Seketika wajahnya menjadi merah dan jantungnya berdegup kencang penuh ketegangan. Dia melihat betapa dua orang kakek iblis itu duduk tak jauh dari situ, dapat dengan mudah melihat apa yang dilakukan wanita ini, akan tetapi agaknya wanita ini tidak merasa sungkan atau malu lagi. Dia merasa ngeri. Manusia-manusia macam apakah yang telah menawannya ini?

"Sin Hong, berapakah usiamu sekarang?"

Sin-kiam Mo-li berbisik dekat telinga pemuda itu, bahkan bibir itu lalu mengecup leher di bawah telinga. Meremang bulu tengkuk Sin Hong ketika merasa betapa bibir basah yang mengeluarkan napas panas itu menyentuh lehernya. Akan tetapi dia menguatkan perasaannya dan menjawab dengan sikap dan suara biasa saja.

"Dua puluh satu tahun."

"Aih, kalau begitu engkau sudah dewasa, bukan anak-anak lagi. Sin Hong, pernahkah engkau mempunyai seorang pacar?"

Kini kedua tangan wanita itu tanpa malu-malu membelai dan jari-jari tangan itu merayap-rayap ke seluruh bagian tubuh Sin Hong. Pemuda ini merasa ngeri bukan main ngeri dan jijik. Belaian-belaian itu lebih menyiksa baginya daripada tamparan dan tendangan tadi, dan ingin sekali dia menyerang wanita iblis yang tidak tahu malu ini. Akan tetapi, janjinya terhadap tiga orang gurunya merupakan belenggu yang amat kuat dan dia pun mengerahkan kekuatan batinnya.

"Belum pernah."

Jawabnya pula, sikapnya acuh saja sehingga wanita itu menjadi semakin bergairah. Seorang pemuda yang sudah berusia dua puluh satu, sudah dewasa dan sedang segar-segarnya, belum pernah berdekatan dengan wanita, seorang perjaka tulen!

"Bagus sekali!"

Sin-kiam Mo-li berseru girang.

"Kalau begitu malam ini akan kujadikan seorang laki-laki sejati yang lengkap. Engkau layani aku dan senangkan hatiku, dan aku mungkin akan menyelamatkanmu, bahkan akan mengambilmu sebagai murid dan kekasih. Hemmm, engkau mau, bukan?"

Sin-kiam Mo-li merangkul dan kini bagaikan seorang kelaparan melahap sepotong roti, wanita itu menghujankan ciuman pada muka Sin Hong di pipinya, bibirnya, matanya, hidungnya sampai pemuda itu gelagapan dan seluruh tubuhnya menggigil saking ngerinya! Sin Hong merasa seperti dijilati seekor harimau yang hendak mengganyangnya. Melihat betapa pemuda itu diam saja, tidak menanggapi tidak membalas ciumannya, akan tetapi juga tidak melawan, makin berkobar nafsu berahi dalam diri Sin-kiam Mo-li.

Dirangkulnya Sin Hong dan ditariknya pemuda itu rebah di atas rumput yang lunak, jari-jari tangannya mulai membuka kancing dan menanggalkan pakaian pemuda ini. Dapat dibayangkan betapa ngeri rasa hati Sin Hong. Dia merasa muak, jijik dan juga ketakutan, dan bagaimanapun juga, dia adalah seorang laki-laki yang normal. Jantungnya berdebar dan api gairah mulai merayap dan hendak membakar dirinya. Namun, karena batinnya memang kosong dan bersih daripada bayangan nafsu, maka nafsu yang muncul karena keadaan badan yang sehat itu pun tidak membuatnya mabuk. Bahkan kini ada hawa hangat yang aneh, yang memang berkumpul di dalam pusarnya, mengalir ke seluruh tubuhnya dan hawa yang hangat ini membuyarkan gairah yang mulai timbul. Dia pun mendiamkan saja segala yang diperbuat oleh Sin-kiam Moli atas dirinya.

"Sin Hong, layanilah aku, senangkan hatiku. Sin Hong, ohhhhh !"

Wanita itu merayu, merintih, mengajak dan melakukan segala usaha untuk membangkitkan gairah Sin Hong. Namun sia-sia belaka. Pemuda itu tetap biasa saja, sedikit pun tidak dilanda nafsu berahi. Biarpun wanita tak bermalu itu mengeluarkan semua kepandaiannya dalam merayu pria, biarpun kedua tangan bahkan seluruh tubuhnya sibuk untuk merangsang, tetap saja Sin Hong tenang dan tidak terpengaruh. Diam-diam dia merasa bersyukur sekali karena hawa yang hangat itu melindunginya.

"Keparat!"

Tiba-tiba Sin-kiam Mo-li mengeluarkan makian ketika mendapat kenyataan betapa sikap Sin Hong biasa saja, sedikit pun tidak tersentuh gairah.

"Apakah engkau tidak mau melayaniku? Apakah engkau malu-malu karena engkau masih perjaka?"

Saking mendongkolnya karena nafsu berahi sudah sampai ke ubun-ubunnya akan tetapi pemuda itu sedikit pun belum tersentuh, Sin-kiam Mo-li tanpa malu-malu lagi marah-marah di depan dua orang kakek yang menjadi rekannya.

"Ha-ha-ha, Mo-li, dia seperti mayat saja? Ha-ha-ha, mungkin dia yang tolol ataukah engkau yang sudah terlalu tua!"

Posting Komentar