Kisah Si Bangau Merah Chapter 08

NIC

"Suhu dan Subo, teecu bertanggung jawab! Teecu akan mencari adik Sian Li dan membawanya pulang. Teecu tidak akan kembali sebelum dapat menemukan dan membawa pulang adik Sian Li!"

Yo Han berseru, menahan air matanya dan mengepal kedua tangannya. Akan tetapi Sin Hong sudah berseru kepada isterinya,

"Tidak perlu ribut, mari kita cepat pergi mengejar penculik itu!"

Seruan ini disusul berkelebatnya dua orang suami isteri pendekar itu dan dalam sekejap mata saja mereka lenyap dari depan Yo Han. Yo Han tertegun sejenak, kemudian sambil menahan isaknya, dia pun lari keluar dari rumah. Dia tidak tahu harus mengejar ke mana, akan tetapi dia tidak peduli dan dia membiarkan kedua kakinya yang berlari cepat itu membawa dirinya pergi keluar kota Ta-tung, entah ke mana! Sin Hong dan Hong Li berlari cepat menuju ke tepi sungai, kemudian mereka mencari-cari, menyusuri sungai. Namun, usaha mereka tidak berhasil. Anak mereka lenyap tanpa meninggalkan jejak! Tentu saja mereka merasa gelisah sekali.

"Bocah sial itu harus diajak ke sini agar dia menunjukkan ke mana larinya penculik itu dan di mana peristiwa itu terjadi. Kau mencari dulu di sini, aku mau mengajak Yo Han ke sini!"

Kata Hong Li dan ia pun sudah meninggalkan suaminya, pulang ke rumah untuk mengajak Yo Han ke tepi sungai. Akan tetapi setelah tiba di rumah, ia tidak lagi melihat Yo Han! Dicari dan dipanggilnya murid itu, namun Yo Han tidak ada dan nyonya muda ini pun teringat akan teriakan Yo Han yang akan bertanggung jawab dan akan mencari Sian Li sampai dapat! Terpaksa Hong Li kembali lagi ke tepi sungai.

"Dia.... dia tidak ada di rumah....!"

Katanya. Sin Hong mengangguk-angguk.

"Sudah kuduga. Tentu dia sudah pergi untuk memenuhi janjinya tadi. Dan dia pasti tidak akan pernah datang kembali sebelum menemukan dan mengajak Sian Li pulang."

"Uhh, dia mau bisa apa?"

Hong Li berseru, marah dan gelisah.

"Bagaimana dia akan mampu mengejar penculik yang berilmu tinggi, apalagi merampas kembali anak kita?"

Wanita itu mengeluh dan hampir menangis.

"Sian Li.... ah, di mana kau....?"

"Mari kita cari lagi!"

Kata Sin Hong, tidak mau membiarkan isterinya dilanda kegelisahan dan kedukaan. Mereka lalu mencari-cari di sekitar daerah itu, mencari jejak, namun sia-sia belaka. Anak mereka lenyap tanpa meninggalkan jejak dan semua orang yang mereka jumpai dan mereka tanyai, tidak ada seorang pun yang melihat anak mereka atau wanita berpakaian serba merah seperti yang diceritakan Yo Han tadi. Setelah hari larut malam dan mereka terpaksa pulang, sampai di rumah Hong Li menangis. Suaminya menghiburnya.

"Tenangkan hatimu. Kurasa penculik itu tidak berniat mengganggu anak kita. Kalau wanita penculik itu musuh kita dan ingin membalas dendam, tentu ia sudah membunuh anak kita di waktu itu juga. Akan tetapi, ia membawanya pergi dan menurut keterangan Yo Han, ia bahkan bersikap baik, menangkapkan burung dan kupu-kupu untuk Sian Li."

Dihibur demikian, Hong Li menyusut air matanya dan memandang kepada suaminya.

"Kau kira siapakah wanita berpakaian merah itu?"

Sin Hong menggeleng kepalanya.

"Sudah kupikirkan dan kuingat-ingat, akan tetapi rasanya belum pernah aku mempunyai musuh seorang wanita berpakaian serba merah. Apalagi usianya baru sekitar tiga puluh tahun. Engkau tahu sendiri, tokoh wanita sesat di dunia kang-ouw yang pernah menjadi musuhku, bahkan yang tewas di tanganku, hanyalah Sin-kiam Mo-li. Tentu ia seorang tokoh baru dalam dunia kang-ouw, bahkan kita tidak tahu apakah ia termasuk tokoh sesat ataukah seorang pendekar yang merasa suka kepada anak kita."

"Tidak mungkin seorang pendekar wanita menculik anak orang!"

Hong Li berkata.

"Hem, terkutuk orang itu. Kalau sampai kutemukan ia, akan kuhancurkan kepalanya! Eh, jangan-jangan bekas isterimu yang melakukan itu...."

Sin Hong memandang isterinya. Dia tahu bahwa pertanyaan itu bukan terdorong oleh cemburu, melainkan oleh kegelisahan yang membuat jalan pikiran isterinya menjadi kacau. Dia menikah dengan Hong Li sebagai seorang duda, akan tetapi juga Hong Li seorang janda. Mereka telah mengetahui keadaan masing-masing, dan sudah saling menceritakan riwayat mereka dan nasib buruk mereka dalam pernikahan pertama itu.

"Tidak mungkin Bhe Siang Cun yang melakukannya,"

Kata Sin Hong sambil manggeleng kepala.

"Usianya sekarang baru kurang lebih dua puluh empat tahun. Juga ia tidak berpakaian merah. Pula, ia tidak akan berani melakukan hal itu. Ia bukan penjahat dan tidak ada alasan baginya untuk mengganggu kita. Tidak, dugaan itu menyimpang jauh. Coba kau ingat-ingat, mungkin pernah engkau dahulu bermusuhan dengan seorang tokoh sesat yang berpakaian merah?"

Hong Li mengingat-ingat. Bekas suaminya jelas tak dapat dicurigai. Bekas suaminya itu, Thio Hui Kong, adalah putera seorang jaksa yang adil dan jujur. Juga tidak ada alasan bagi Thio Hui Kong untuk mengganggunya. Mereka telah bercerai. Tokoh jahat berpakaian merah? Wanita berpakaian merah rasanya belum pernah ia temui dalam semua pengalamannya sebagai seorang pendekar wanita. Pakaian merah? Tiba-tiba ia meloncat berdiri.

"Ahh....!"

Ia teringat.

"Engkau ingat sesuatu?"

Suaminya bertanya,

"Memang ada tokoh sesat berpakaian merah, akan tetapi bukan wanita. Kau ingat Ang I Mopang (Perkumpulan Iblis Baju Merah)? Tokoh yang terakhir, Ang I Siauw-mo (Iblis Kecil Baju Merah) tewas di tanganku!"

Sin Hong mengerutkan alisnya.

"Hemmm.... Ang I Mopang? Bukankah duhulu sarangnya berada di luar kota Kun-ming, di Propinsi Hu-nan? Tapi, Ang I Mopang sudah hancur dan rasanya tidak ada tokohnya yang wanita dan yang lihai...."

"Betapapun juga, itu sudah merupakan suatu petunjuk. Daripada kita meraba-raba di dalam gelap. Aku akan pergi ke Kun-ming, menyelidiki mereka. Siapa tahu penculik itu datang dari sana. Ang I Mopang memang beralasan untuk memusuhiku dan mendendam kepadaku. Aku akan berangkat besok pagi-pagi!"

"Nanti dulu, Li-moi. Jangan tergesa-gesa. Kemungkinannya kecil saja, walaupun aku juga setuju kalau kita menyelidik ke sana. Akan tetapi kita tunggu dulu beberapa hari. Kita menanti kembalinya Yo Han. Siapa tahu dia berhasil...."

"Bocah sombong itu? Mana mungkin? Kalau kita berdua tidak berhasil, bagaimana anak tolol itu akan berhasil? Dialah biangkeladinya sehingga anak kita diculik orang!"

"Li-moi, tenanglah dan di mana kebijaksanaanmu? Bagaimanapun juga, kita tidak dapat menyalahkan Yo Han. Andaikata dia telah menguasai ilmu silat, kepandaiannya itu pun belum matang. Apa artinya seorang anak berusia dua belas tahun menghadapi seorang penculik yang lihai? Andaikata Yo Han pernah latihan ilmu silat, tetap saja dia tidak akan mampu melindungi Sian Li."

"Akan tetapi, apa perlunya kita menunggu beberapa hari? Dia tidak akan berhasil, dan penculik itu akan semakin jauh...."

"Kita lihat saja, Li-moi. Lupakah engkau betapa banyak hal-hal aneh dilakukan Yo Han? Kita tunggu sampai tiga hari. Kalau dia belum pulang maka kita akan segera berangkat ke Kun-ming, menyelidiki ke sana. Bahkan kalau di sana pun kita gagal, kita terus akan melakukan pelacakan, akan kutanyakan kepada semua tokoh kang-ouw tentang seorang wanita yang berpakaian merah seperti yang digambarkan Yo Han tadi."

Akhirnya, dengan air mata berlinang di kedua matanya, Hong Li menyetujui keinginan suaminya. Akan tetapi, jelas bahwa semalam itu mereka tidak mampu tidur pulas.

"Tidak mau, aku ingin pulang.... aku ingin ayah ibu, aku ingin pulang....!"

Anak itu merengek-rengek dan suara rengekannya keluar dari dalam kuil tua di lereng bukit yang sunyi itu. Wanita berpakaian merah itu mengelus kepala Sian Li.

"Sian Li, engkau bidadari kecil berpakaian merah yang manis, tidak patut kalau engkau menangis...."

"Aku tidak menangis!"

Anak itu membantah. Dan memang tidak ada air mata keluar dari matanya. Ia hanya merengek, membanting kaki dan cemberut.

"Aku ingin pulang, aku ingin tidur di kamarku sendiri, tidak di tempat jelek ini. Baunya tidak enak!"

"Bukankah engkau senang ikut denganku, Sian Li? Tadi engkau gembira sekali! Kenapa sekarang minta pulang?"

Wanita itu mencoba untuk membujuk.

"Aku ingin ikut sebentar saja, bukan sampai malam. Aku ingin dekat Ayah dan Ibu. Mari antarkan aku pulang, Bibi."

"Hemm, baiklah. Nanti kuantar, sini duduk di pangkuan Bibi, sayang. Engkau anak baik, engkau anak manis, engkau bidadari kecil merah...."

Posting Komentar