Kisah Sepasang Rajawali Chapter 09

NIC

Pertemuan itu ditutup dengan upacara penyambutan pasukan yang dipimpin perwira itu, kemudian rombongan utusan diiringkan memasuki halaman istana yang sudah berada dalam keadaan dan suasana pesta penyambutan yang meriah. Dan munculnya perwira yang menjadi suheng Ceng Ceng itu tentu saja memungkinkan gadis ini untuk diperkenankan ikut memasuki istana! Tentu saja hati Ceng Ceng girang bukan main ketika dia dengan bebas boleh masuk ke dalam istana dan oleh mereka yang belum mengenalnya, dia tentu dianggap seorang di antara anggauta rombongan utusan sehingga siapapun yang bertemu dengan rombongan itu memandangnya penuh kagum dan penuh hormat. Sementara itu hari telah menjadi siang.

Rombongan utusan kaisar itu disambut dengan upacara meriah oleh para pembesar istana dan penyambutan dikepalai oleh pangeran tua, yaitu adik raja sendiri oleh karena pada hari itu, raja yang diharapkan sudah pulang dari berburu binatang pada hari kemarin, masih juga belum tiba! Hal ini tentu saja menimbulkan kebingungan di dalam hati keluarga raja dan para pembesar, dan sejak kemarin telah dikirim utusan untuk menyusul ke hutan di pegunungan sebelah barat. Akan tetapi utusan itupun belum pulang sampai hari itu! Karena kedatangan rombongan utusan kaisar itu adalah untuk memboyong puteri, berarti urusan perjodohan, maka tentu saja tanpa hadirnya kaisar sendiri yang menjadi ayah kandung sang puteri, penyambutan resmi belum dapat diadakan. Rombongan itu harus bertemu dan menghadap raja untuk menyampaikan segala pesan kaisar dan menghaturkan semua hadiah perjodohan.

Maka oleh pangeran tua, setelah diadakan penyambutan meriah dan dijamu dengan hidangan mewah, rombongan tamu agung ini dipersilahkan mengaso di dalam kamar-kamar istana yang sudah dipersiapkan untuk para tamu yang penting dan terhormat itu. Dengan hati girang Ceng Ceng juga ikut makan minum di meja sudut ruangan penyambutan, ditemani oleh suhengnya. Sambil makan dia menyatakan kekagumannya kepada sang suheng akan kelihaian pengawal kaisar yang berjenggot panjang itu. Setelah rombongan tamu mengundurkan diri beristirahat di kamar mereka, Ceng Ceng diajak suhengnya ke rumahnya yang terletak di sebelah kiri dari istana raja. Akan tetapi dara ini membantah ketika suhengnya menyuruh dia lekas pulang agar tidak mengkhawatirkan hati kakeknya.

"Aku ingin sekali menonton sampai sri baginda pulang, aku ingin melihat sang puteri diboyong!"

"Sumoi, engkau tadi mengatakan bahwa kau pergi tanpa seijin suhu. Kepergianmu ini tentu akan membikin tidak senang hati suhu. Sebaiknya engkau pulang sekarang agar hati orang tua itu tidak gelisah."

"Biarpun aku pergi tanpa setahu kong-kong, akan tetapi dia tahu bahwa aku ingin sekali menonton keramaian, maka dia tentu dapat menduga pula bahwa aku tentu berada di kota raja bersama suheng. Hati orang tua itu tidak akan menjadi gelisah. Suheng, kalau suheng keberatan aku bermalam di rumah suheng ini, biarlah aku mencari tempat penginapan lain, di kuil atau di mana saja. Pendeknya, aku harus melihat sang puteri diboyong!"

Perwira itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tahu benar akan watak sumoinya ini dan dalam keadaan sibuk dengan kedatangan rombongan utusan itu, tentu saja dia tidak ingin ditambah dengan kesibukan mengurus sumoinya yang bengal ini. Maka dia hanya berkata,

"Sumoi, tentu saja engkau tahu aku tidak keberatan kau bermalam di sini. Aku hanya ingin bilang bahwa kalau suhu marah, engkau sendiri yang harus menanggung karena aku sudah berusaha membujukmu untuk pulang."

Ceng Ceng tersenyum manis dan memegang tangan suhengnya dengan sikap manja, kemanjaan seorang anak-anak kepada orang yang sepatutnya menjadi ayahnya.

"Suheng yang baik, seorang gagah harus berani mempertanggungjawabkan segala perbuatannya, bukan?"

Mau atau tidak perwira itu tertawa. Dia sendiri tidak mempunyai anak, dan sejak dahulu dia amat sayang kepada sumoinya ini yang dianggap seperti seorang anaknya sendiri. Isterinya juga amat suka kepada Ceng Ceng yang menyebut isteri suhengnya itu "so-so" (kakak ipar perempuan). Perwira ini bernama Jayin dan di Kota Raja Bhutan namanya cukup terkenal karena dia merupakan tokoh kedua dalam deretan nama-nama tokoh besar yang berpengaruh di lingkungan istana dan Kerajaan Bhutan. Dia merupakan seorang perwira tinggi yang mengepalai pasukan pengawal yang bertugas menjaga keselamatan di kota raja. Tokoh pertama adalah panglima sendiri, yang selain merupakan panglima perang juga selalu mendampingi raja. Panglima itulah yang kini mengawal raja dalam berburu binatang, bersama pasukan pengawal pilihan lain yang jumlahnya semua dua losin orang.

Perwira Jayin memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, apalagi setelah ilmu silatnya ditambah dengan latihan-latihan ilmu silat tinggi yang diberikan oleh kakek Lu Kiong kepadanya. Dan sesungguhnya dialah yang menjadi murid pertama dari kakek Lu Kiong, karena kakek itu mengajar silat kepadanya ketika Ceng Ceng masih kecil, setelah kakek itu tertarik melihat watak gagah perkasa dari perwira tinggi itu. Dapat dibayangkan betapa khawatir dan pusingnya hati perwira ini sebagai orang yang bertanggung jawab penuh di kota raja di saat raja dan panglima tidak berada di istana, padahal hari itu terjadi peristiwa amat penting dengan kedatangan rombongan utusan kaisar. Kesibukan dan kekhawatiran menghadapi urusan itu membuat dia tidak banyak cerewet lagi menghadapi sumoinya, maka setelah mengajak sumoinya ke rumah dan "menyerahkan"

Dara bengal itu kepada isterinya,

Perwira itu bergegas kembali ke istana untuk menanti kembalinya raja dan rombongannya yang pergi berburu semenjak tiga hari yang lalu. Sore harinya dia pulang dengan wajah letih lesu dan lagi karena raja yang dinanti-nanti pulangnya ternyata masih belum pulang, dan pasukan kecil yang disuruh menyusul ternyata juga belum kembali dan tidak ada kabar apa-apa dari rombongan raja yang memburu binatang di hutan-hutan lebat Pegunungan Himalaya sebelah barat. Ceng Ceng tidur dan bermimpi tentang yang indah-indah. Tentang rombongan utusan kaisar, tentang istana yang megah dan mewah dan dalam mimpi itu dia melihat dirinya sendiri berpakaian seperti seorang puteri raja yang dijemput dan diboyong ke istana kaisar! Akan tetapi tiba-tiba dia sadar dari mimpi dan terbangun dari tidurnya oleh suara orang bercakap-cakap.

Sebagai seorang ahli ilmu silat yang setiap saat waspada dan seluruh urat syarat di tubuhnya berada dalam keadaan siap bergerak, begitu terbangun Ceng Ceng sudah meloncat turun dari pembaringan dan berindap-indap keluar dari kamarnya, mengintai suhengnya yang terdengar bercakap-cakap dengan seorang laki-laki lain. Pada waktu itu telah lewat tengah malam, maka tentu saja Ceng Ceng menjadi curiga dan menduga bahwa tentu ada peristiwa yang amat penting maka pada saat selarut itu suhengnya masih menerima tamu. Ketika Ceng Ceng mendengarkan percakapan mereka, jantungnya berdebar keras penuh ketegangan. Kiranya terjadi hal yang demikian hebat, pikirnya! Pantas saja suhengnya kelihatan sibuk benar dan malam-malam begitu masih menerima tamu dari istana. Tamu itu adalah komandan bawahannya yang memimpin pasukan kecil yang kemarin pagi menyusul rombongan raja.

Dan orang ini datang melapor kepada suhengnya bahwa rombongan raja yang dikawal oleh panglima dan dua losin pasukan pilihan itu telah mengalami malapetaka! Rombongan raja telah dihadang oleh pasukan besar orang-orang asing yang hendak menawan raja. Terjadi perang kecil. Akan tetapi, biarpun raja dikawal oleh pasukan pengawal pilihan yang dipimpin panglima sendiri, jumlah musuh terlalu besar, sedikitnya ada seratus orang maka tentu saja pasukan pengawal raja menjadi kewalahan. Pasukan pengawal tetap mempertahankan diri sementara raja yang dikawal oleh panglima melarikan diri. Akibatnya, raja berhasil lolos dari kepungan dengan pengawalan panglima yang lihai, sekarang entah bersembunyi di mana, sedangkan dua losin pengawal pilihan itu mempertahankan diri sampai tewas semua, terbasmi oleh fihak musuh yang jauh lebih besar jumlahnya itu.

"Sekarang juga ciangkun diminta datang ke istana oleh pangeran tua untuk merundingkan urusan ini."

Demikian pembantunya mengakhiri pelaporan.

Perwira Jayin mendengar pelaporan itu dan dia cepat berpakaian, kemudian bergegas pergi ke istana bersama pembantunya. Ceng Ceng tidak dapat tidur lagi. Menghadapi peristiwa yang demikian hebatnya, mana dia bisa tidur? Terlalu hebat peristiwa ini. Betapa kong-kongnya dan para suhengnya akan melongo mendengarkan ceritanya kelak. Raja terancam bahaya! Raja hendak diculik, hendak dibunuh oleh pasukan asing ketika raja dan panglima sedang berburu. Padahal rombongan utusan kaisar sudah tiba! Dan sekarang raja dan panglima tidak tahu berada di mana. Betapa hebatnya cerita ini. Dia harus tahu lebih banyak, demikian pikirnya sambil mengenakan pakaian, membereskan rambutnya, mencuci muka dan diam-diam dia meninggalkan rumah suhengnya melalui jendela dan berlari menuju ke istana.

Dia sudah mengambil keputusan untuk masuk ke istana, apapun juga yang akan terjadi, diperkenankan atau tidak! Dia harus mengikuti terus perkembangan keadaan, harus tahu apa yang selanjutnya terjadi agar kelak ceritanya kepada kong-kongnya dan kepada suhengnya dapat lengkap! Betapa senangnya nanti menceritakan itu semua, pikirnya. Tentu saja para penjaga menghadangnya di pintu gerbang karena malam itu, sesuai dengan perintah yang dikeluarkan Perwira Jayin, penjagaan diperketat dengan adanya tamu agung yang bermalam di istana dan dengan terjadinya hal-hal yang mengejutkan seperti yang dilaporkan oleh komandan pasukan yang menyusul rombongan raja. Dara ini tersenyum mengejek, menggeser tubuhnya ke bawah penerangan lampu agar mukanya kelihatan sambil berkata,

"Hemmm, apakah kalian ini penjaga-penjaga malas hendak mencari ribut lagi dengan aku?"

Mendengar suara wanita dan melihat wajah cantik di bawah sinar penerangan itu, tentu saja para penjaga mengenal Ceng Ceng. Dara yang masih adik seperguruan Perwira Jayin, yang siang tadi membikin ribut di pintu gerbang, mero-bohnya para penjaga dan dua perwira, bahkan yang berani menandingi pengawal kepala dari rombongan utusan kaisar!

"Eh.... kau lagi.... nona?"

Komandan jaga yang mengenalinya berkata gugup.

"Ya, aku! Apakah kau hendak melanjutkan gerakan tombakmu itu?"

Komandan jaga itu cepat-cepat menurunkan tombaknya yang tadi menodong.

"Ahh, tidak....! Maafkan, nona, tetapi kami menjaga dan tidak ada orang asing yang boleh masuk."

"Tentu saja! Kalau kau membiarkan orang asing masuk, suhengku Perwira Jayin tentu tidak akan memberi ampun kepadamu! Akan tetapi aku bukannya seorang asing, dan aku disuruh oleh so-so, isteri abangku, untuk menyusul suheng yang baru saja masuk ke istana."

Komandan jaga itu bingung dan ragu-ragu. Dia sudah tahu bahwa dara ini adalah sumoi dari Perwira Jayin dan memang benar baru saja perwira itu masuk ke istana!

"Ada ada urusan apakah, nona? Boleh kami yang menyampaikan...."

"Hushhh! Urusan keluarga, urusan isteri hendak kamu campuri, ya? Begitu kurang ajarkah kalian? Akan kulaporkan kepada suheng...."

"Ah, maaf...., maaf.... harap nona tidak marah. Kami bukan berniat buruk...."

"Kalau tidak berniat buruk, mengapa melarang aku menyusul abang? Hayo katakan, apakah masih ada lagi penjaga yang hendak kurang ajar kepadaku?"

Komandan jaga itu kewalahan. Dia memberi isyarat kepada anak buahnya dan mereka semua minggir, memberi jalan dan komandan itu berkata,

Posting Komentar