Jago Pedang Tak Bernama Chapter 02

NIC

Ia seorang pemuda tinggi besar yang terkenal kuat dan ilmu silatnya mengandalkan gwa kang atau tenaga tubuh.

Sesampainya diats panggung ia menggerak-gerakan tangannya sampai berbuni berkerotokan dan urat-urat lengan tangannya menggembung keluar.

"Perkenankanlah siauwte ikut main-main" katanya nyengir.

"Silakan," jawab Lim Seng.

Ong Tat segera menyerang dengan tendangan tantui yang dahsyat dan kejam.

Lim Seng tak percuma mendapat didikan ayahnya dalam hal kegesitan tubuh.

Karena dengan mudah saja ia dapat mengelak dari tendangan yang dilancarkan beruntun lima kali itu.

Bahkan ia balas menyerang dengan tak kalah serunya.

Pertempuran kali ini agak seimbang hingga para penonton merasa gembira dan berdebat-debar.

Ong Tat kuat dan serangan-serangannya keras, sebaliknya Lim Seng lincah dan gesit sekali.

Telah beberapa kali Ong Tat terkena pul\kul di bahunya dan pernah sekali pahanya tertendang, tapi semua itu tak menjerihkannya, bahkan ia makin buas dan mengamuk seperti kerbau gila.

Suatu saat ia menyerang denga kedua tangan dalam tipu Garuda Menyambar Kelinci.

Serangan ini keras dan cepat dan hampir saja pundak Lim Seng menjadi korban.

Baiknya pemuda ini gesit sekali, ia masih sempat membungkuk, lalu dari bawah kedua lengan lawan, ia mengirim pukulan yang tepat mengenai dada lawan.

Terdengar suara "buk" dan tubuh tinggi besar itu terhuyung-huyung ke belakang, lalu tak tertahan lagi ia terjengkang keluar panggung! Sekali lagi orang bersorak atas kemenangan fihak tuan rumah.

Berturut-turut Lim Seng menjatuhkan dua lawan lagi dan ketika lawan kelima naik ke panggung, tiba-tiba sebuah bayangan yang gesit dan ringan sekali melompat ke atas panggung.

Ketika semua orang melihat dengan tegas, mereka bersorak riuh.

Ternyata yang melompat naik itu adalah seorang gadis berusia paling banyak delapan belas tahun, berwajah cantik jelita dengan kedua pipi kemerah-merahan dan bibirnya yang mungil tersenyum manis.

Pakaiannya berwarna hijau dan ringkas sekali, rambutnya yang hitam gobyok dan panjang diikat keatas dengan tali sutera merah.

Ia adalah Lim Giok Lan siocia sendiri yang menggantikan kakaknya.

"Twako turunlah mengaso, biar siauwmoi yang menggantikanmu!" kakaknya tersenyum dan melompat turun.

Lawan yang telah naik ke panggung tadi adalah pemuda hitam dengan cambang menyeramkan.

Dengan lagak dibuat-buat ia menjuru sambil berbicara dengan mata melirik-lirik, "Terima kasih bahwa siocia sudi bermain-main sebentar dengan aku." Lim siocia tidak menjawab, hanya langsung mengirim serangan dengan tipu Naga Sakti Keluar Goa.

Pemuda hitam itu terkejut melihat cepatnya gerakan tangan gadis itu dan segera berkelit ke samping menghindarkan dadanya dari pukulan.

Ia tidak berani sembarangan menerima pukulan itu karena sungguhpun kulit tangan itu halus bagaikan sutera, namun pukulannya membawa angin dingin menandakan besarnya tenaga dalam! Namun gadis itu tidak memberi kesempatan padanya untuk main-main, karena setelah pukulannya gagal, kakinya segera melayang mengarah ulu hati lawan.

Pemuda itu menjadi sibuk juga melayani kegesitan Lim siocia.

Ia tidak diberi waktu sedikit juag untuk balas menyerang.

Akhirnya ia tidak tahan dan kaki Lim siocia yang mungil mampir di pundaknya hingga ia terjengkang keluar dari panggung disambut sorakan riuh rendah dari para penonton.

Tiba-tiba terdengar bentakan keras dan tahu-tahu diatas panggung tampak laki-laki kira-kira berusia empat puluh tahun.

Gerakannya melompat keatas panggung begitu cepat hingga tak terlihat orang.

Lim Seng melihat orang ini menjadi terkejut dan Lim San Lo-Enghiong juga segera memberi tanda kepada puteranya untuk naik keatas panggung.

Lim Seng segera melompat kesamping adiknya dan berkata, "Moi-moi, lekas turun, biarkan aku menyambut tuan ini." Adiknya menurut lalu turun.

"Ha ha, Lim Seng! Kenapa engkau begitu tidak tahu adapt? Seharusnya kau biarkan adikmu itu main-main sebentar dengan aku!" kata orang itu.

"Maaf, Hek Sam twako.

Siauwte harap twako tidak berolok-olok dengan kami.

Dengan maksud apakah twako naik ke sini? Maafkan jika kami lupa mengundang twako dan silakan turun minum arak wangi." "EEh, eh siapa sudi arak dinginmu? Aku datang bukan untuk mengemis arak.

Bukankah ini sayembara terbuka dan siapa saja boleh ikut?" "O! itukah maksudmu? Baiklah, silakan memberi pelajaran padaku!" tantang Lim Seng yang panas juga mendengar kesombongan orang.

"Baiklah, nah sambutlah!" Hek Sam jagoan sungai telaga yang terkenal mata keranjang itu segera mulai menyerang.

Pukulannya berat dan berisi tenaga dalam yang kuat.

Namun Lim Seng perlihatkan kegesitannya dan dapat melayaninya dengan baik.

Tapi setelah bertempur kurang lebih lima puluh jurus, Lim Seng merasa bahwa kepandaiannya masih kalah jauh.

Ia mulai sibuk dan terdesak.

Pada suatu saat Hek Sam melancarkan serangan dengan tipu Kerbau Gila Menanduk Pohon, dengan membungkukkan tubuh ia menyerang dada Lim Seng secepat kilat.

Lim Seng yang sudah mulai lelah berkelit ke samping, tapi Hek Sam merubah pukulannya dan siku-siku kanannya memukul dari samping yang telah menghantam iga Lim Seng.

Pemuda itu terpental beberapa kaki dan roboh pingsan.

"Bangsat kejam" terdengar teriakan halus dan Giok Lan sudah melompat keatas panggung.

Setelah ayahnya yang ikut meloncat juga menolong Lim Seng turun panggung, Giok Lan segera menyerang dengan marah.

Hek Sam tertawa sombong dan melayani Giok Lan sambil tersenyum-senyum menggoda.

Karena ternyata bahwa lawannya tidak balas menyerang, bahkan sengaja membiarkan lengan mereka beradu sambil tersenyum menjemukan, Giok Lan menjadi makin marah dan menyerang dengan lebih hebat! Keadaaan menjadi tegang dan para penonton melihat pertempuran itu dengan hati berdebar-debar.

Lim San melihat jalannya pertempuran dengan kwawatir sekali.

Ia maklum bahwa puterinya, walaupun kepandaiannya lebih baik daripada Lim Seng, namun masih belum dapat menandingi Hek Sam.

Segera ia buka baju luarnya dan menggenjot tubuhnya naik keatas panggung.

"Giok Lan, mundurlah.

Biarkan aku orang tua menerima kehormatan yang diberikan oleh Hek Sam twako!" Mendengar kata-kata ayahnya, Giok Lan lompat mundur, tapi karena itu Hek Sam telah mengulur tangannya, maka tak dapat dihindarkan lagi tangan Hek Sam yang kasar berkeringat itu dapat menjamah pipi kirinya.

Giok Lan menjadi marah dan malu, hampir saja ia menangis.

Kini Lim San sendiri yang menghadapi Hek Sam.

"Hek lauwte, pandanglah mukaku yang tua ini dan sudahi sajalah pertempuran ini.

maafkan jika kami ada kesalahan terhadapmu." Hek Sam tersenyum dan menjuru.

"Lim lopek, mengapa begitu? Apa salahnya kalau siauwte juga ikut memasuki sayembara ini? tidak pantaskah aku menjadi mantumu?" kata-kata ini ditutup dengan suara ketawa keras.

Lim San menjadi marah dan ia mulai menyesal mengapa ia mengadakan sayembara gila ini.

"Baiklah, nah, mari kita menguji ilmu," katanya tak banyak cakap lagi.

Pertempuran ini benat-benar ramai.

Lim San yang sudah tua memang kalah tenaga, namun ia banyak pengalaman dalam hal perkelahian dan enaga dalamnya menang setingkat.

Harimau Kepala Puti ini terkenal dengan kemahiran dalam hal ilmu menotok jalan darah warisan dari Cin san pai.

Namun Hek Sam berbadan kuat dan ia telah mempelajari ilmu kekebalan badan, hingga jika bukan di bagian yang sangat berbahaya, ia tidak takut akan totokan tiam hoat lawannya.

Mereka bertarung sengit sekali sampai tujuh puluh jurus lebih, tidak ada yang mau mengalah.

Akhirnya Lim San mendapat kesempatan dan ia tidak lewatkan ketika bagus itu segera ulur jarinya menotok kearah jalan darah kiok ti hiat lawan.

Hek Sam maklum akan bahaya totokan di bagian iga dan segera mebuang diri ke belakang, tapi celaka baginya, kaki kiri Lim San terayun maju menendang sambungan lututnya.

Tidak ampun lagi ia jatuh terguling dan tidak dapat bangun lagi, karena sambungan lututnya putus.

Dari tengah-tengah penonton yang bersorak riuh rendah itu tiba-tiba melompat seorang kate keatas panggung dan segera memondong Hek Sam turun.

Kemudian orang pendek itu loncat lagi keatas menghadapi Lim San dengan senyum di bibirnya yang tebal.

"Lim Lo-Enghiong sungguh gagah.

Tak percuma julukan Pek thou houw yangtelah lama kudengar! Suteku yang bodoh telah menerima pengajaranmu, maka janganlah membikin aku penasaran dan tidak dapat bagian!" Lim San tahu bahwa yang berdiri dihadapannya merupakan orang pendek yang nampaknya lemah ini bukan lain adalah Lui Thung si Setan Bumi yang menjadi suheng dari Hek Sam.

Lui Thung terkenal dengan permainan senjata rantai baja yang membuatnya menjagoi diantara bajak air.

"Maaf, Lui Enghiong.

Sebetulnya ingin sekali aku tahu dengan maksud apakah kau naik ke panggung ini?" "Ha ha, Lim Lo-Enghiong!" jawabnya dengan suara ketawa seperti bebek.

"Apalagi kalau bukannya melamar puterimu? Aku biarpun sudah empat puluh tahun lebih namun masih hujang!" "Hm, baiklah, silakan maju!" "Nanti dulu, aku dengar bahwa kau terkenal dengan senjatamu Kim to (Golok Emas).

Bolehkah aku mencobanya?" "Lui Enghiong! Pertempuran ini bersifat persahabatan, bukan maksudku mendirikan panggung ini untuk mengadu jiwa.

Perlu apa kita harus bertempur menggunakan senjata tajam?" tegur Lim San.

"Eh, eh! Kau takut melihat darah? atau takut kepada rantaiku yang karatan ini?" tantang Lui Thung sambil meloloskan rantainya dari pinggang.

"Takut? Tidak sekali-kali.

Baiklah kalau kau memaksa, tapi jangan menyesal kalau goloku tak bermata." Pada saat itu Lim Seng sejak tadi memperhatikan pembicaraan mereka, meloncat keatas membawa golok ayahnya.

Golok itu bergagang emas dan merupakan golok kesayangan Lim San.

Entah sudah berapa puluh lawan terpaksa harus mengakui keunggulan golok itu.

"Nah, silakan" berkata Lim San sambil memasang kuda-kuda dengan mengangkat kaki kanan sebatas lutut kiri, tangan kiri menunjuk keatas dengan jari telunjuk dan jari tengah lurus, tangan kanan memegang golok yang diputar di belakang sembunyi di punggung lengannya.

Lui Thung tertawa menghina, maju selangkah dan mengayun rantainya.

Rantai itu bagaikan ular hidup meluncur kearah leher Lim San yang segera mengangkat goloknya menyabet untuk memutuskan rantai.

Posting Komentar