Kaisar berkata.
"Akan tetapi kalian sekarang harus pergi. Tidak boleh ada anak anak kecil hadir dalam pertermuan yang penting ini."
Bukan main gembiranya hati Menteri Kam Liong. Kiranya Kaisar dapat mengampunkan sedemikian mudahnya.
Maka ia cepat memerintahkan Han Ki untuk mengantar kedua orang bocah itu pergi meninggalkan ruangan. Keadaan menjadi tenteram dan kembali setelah Maya dan Siauw Bwee pergi, sungguhpun para panglima di ruangan luar masih terheran-heran, terutama sekali para pengawal yang tadi kena diakali oleh dua orang anak perempuan itu. Biarpun pihak Kaisar dan para pembesar Sung telah menjadi tenang dan lega, sebaliknya para utusan Yucen merasa terhina dan mendapat malu. Betapapun juga, telah disaksikan semua orang betapa seorang pengawal Yucen dengan mudah dapat dikalahkan oleh dua orang anak perempuan nakal! Juga Suma Kiat menjadi tidak senang, maka diam diam ia memberi tanda kedipan mata kepada Panglima Besar Yucen. Panglima ini maklum dan berkata dengan suara lantang.
"Kami utusan Kerajaan Yucen merasa makin kagum menyaksikan kebijaksanaan Kaisar yang besar! Dan kami bukanlah anak anak kecil yang merasa tersinggung oleh perbuatan dua orang bocah. Akan tetapi, kami yang menjunjung tinggi janji yang keluar dari mulut seorang gagah! Tadi kami mendengar akan kesanggupan Menteri Kam Liong yang akan membereskan persoalan. Terus terang saja, kami seluruh pembesar Yucen merasa penasaran kalau mengingat betapa Menteri Kam telah mempermainkan kami dengan mengirimkan muridnya sebagai penyelundup dan memata-matai kami!"
Kam Liong dengan sikapnya yang masih tetap tenang, menjawab.
"Tuduhan Tai ciangkun dari Kerajaan Yucen tidak dapat disangkal dan memanglah sesungguhnya saya mengaku bahwa saya telah mengutus murid saya dan Panglima Sung yang bermama Khu Tek San untuk menyelundup ke Yucen dan menjadl panglima di sana sambil mengawasi gerak-gerik dan mempelajari keadaan di Yucen untuk mengenal kerajaan itu. Akan tetapi, bukankah hal ini sudah wajar dan lumrah, Ciangkun? Setiap negara tentu akan mengirim penyelidik penyelidik untuk mengetahui keadaan negara tetangga, dan biarpun secara bersembunyi, saya tahu bahwa banyak pula penyelidik penyelidik dari Yucen yang menyelidiki dan bekerja sebagai mata mata di Kerajaan Sung. Muridku sedikit banyak berjasa bagi Yucen, dan tidak menimbulkan kerugian, hanya memang benar dia menyelidiki keadaan Yucen dan melaporkan kepada saya. Tanpa mengenal sedalam-dalamnya, bagaimana kami akan tahu tentang kerajaan lain terhadap kerajaan kami? Sekianlah jawaban saya."
Panglima Besar Yucen tertawa.
"Kiranya Kam taijin pandai bersilat lidah! Sejak dahulu, semua orang tahu siapakah Kerajaan Yucen, dan bagaimana macamnya, perlu apa mesti diselidiki dengan cara menyelundupkan seorang panglima! Keadaan di Yucen sudah pasti, kerajaannya sudah ada dan pemerintahannya berjalan terus, seperti ini. Perlu apa diselidiki lagi?"
Panglima Yucen itu mengeluarkan sebuah bola besi sebesar kepalan tangan dan menyambung.
"Bangsa kami terkenal sebagai bangsa besi yang sudah ada beratus tahun yang lalu, seperti senjata peluru besi ini. Apakah Kamtaijin juga akan menyelidiki bola besiku ini!"
Sambil tertawa Panglima Yucen itu melontarkan bola besi ke atas dan... semua orang memandang kaget, heran dan kagum melihat betapa bola besi itu berputaran cepat sekali dan menyambar ke kanan kiri seperti dikendalikan, kemudian menyambar ke arah Menteri Kam Liong!
Keahlian mempergunakan bola besi sebagai senjata itu membuktikan betapa kuatnya tenaga sin kang Panglima Besar Yucen ini dan semua ahli yang hadir di situ menjadi khawatir akan keselamatan Menteri Kam Liong. Hanya Khu Tek San seorang yang memandang dengan wajah t1dak berubah karena panglima gagah ini yakin bahwa permainan sin kang seperti itu hanya merupakan permainan kanakkanak bagi gurunya. Memang dermiklanlah Menteri Kam Liong bersikap tenang, tangan kanannya sudah tampak mermegang sebuah kipas dan sekali ia menggerakkan kipasnya dan mengebut, bola besi itu berputaran di atas kepalanya, dekat dengan kipas yang dikebut kebutkan seperti seekor kupu-kupu mendekati bunga, seolah olah ada daya tarik yang keluar dari gerakan kipas itu yang membuat bola besi ikut terputar putar. Sambil mempermainkan kipasnya menguasai bola besi, Kam Liong berkata,
"Tai ciangkun. Bola besi ini memang sebuah bola besi, akan tetapi siapakah yang tahu akan keadaan dalamnya tanpa memeriksanya lebih dulu? Apakah dalamnya kosong? Ataukah berisi? Serupa ataukah lain dengan keadaan luarnya? Saya kira Ciangkun sendiri tak dapat menjawab tepat, bukan? Memang sukar menjawab tepat tanpa melihat dalamnya. Marilah kita bersama melihat apa isi bola besi ini sesungguhnya!"
Setelah berkata demikian, kipas di tangan kanan Menteri Kam itu bergerak cepat sekali, menyambar tiga kali ke arah bola besi. Terdengar suara keras tiga kali dan... bola besi itu telah terbabat malang melintang tiga kali sehingga. terpotong menjadi delapan, seperti sebuah jeruk dipotong potong pisau tajam dan kini delapan potong besi itu diterima tangan kiri Menteri Kam Liong yang dengan tenang lalu meletakkan potongan potongan bola besi itu di atas meja depan panglima besar dari Yucen!
"Ah, ternyata isinya padat dan tetap besi, sama seperti di luarnya. Cocok sekali dengan keadaan Kerajaan Yucen, bukan? Akan tetapi baru diketahui setelah diselidiki dalamnya seperti yang telah kami lakukan dengan mengirimkan murid kami ke Yucen."
Wajah Panglima Yucen menjadi merah sekali, matanya terbelalak. Juga wajah Jenderal Suma Kiat menjadi pucat. Yang diperlihatkan oleh Menteri Kam tadi adalah kesaktian yang amat luar biasa, tenaga sin kang yang hebat dan keampuhan kipas pusaka yang keramat! Koksu Negara Yucen maklum akan hal ini maka dia lalu berkata.
"Hebat sekali kepandaian Kam taijin. Dan keterangannya cukup jelas. Menurut pendapat saya tidak perlu memperpanjang urusan kecil itu selagi urusan besar masih belurm dibicarakan selesai."
Ucapan ini melegakan hati setiap orang dan perundingan untuk menentukan hari pertemuan pengantin dilanjutkan sambil diseling makan minum dan hiburan tari nyanyi oleh seniwati seniwati istana.
Berkat sikap Menteri Kam yang bijaksana, pesta menyambut utusan Yucen itu berlangsung dengan tenteram dan lancar. Menteri Kam sendiri, kelihatan lega akan tetapi di dalarm hatinya, dia merasa amat khawatir karena dia telah mendengar dari Han Ki akan hubungan pemuda itu dengan Sung Hong Kwi, dan ia dapat menduga betapa hancur perasaan hati adik sepupunya Itu. Kalau ia, pikir-pikir dan kenangkan segala peristiwa yang terjadi akhir akhir ini, Menteri Kam merasa berduka sekall. Kerajaan Khitan hancur, adik tirinya tewas, dan kini Kam Han Ki kembali mengalami nasib buruk, kekasihnya direbut orang!
Kalau teringat akan itu sermua, hati Menteri Kam menjadi dingin, semangatnya mengendur dan timbul keinginannya untuk mengajak muridnya sekeluarga, Han Ki dan Maya pergi saja mengundurkan diri menjauhi keramaian kota raja bahkan sebaliknya menyusul ayahnya, Suling Emas yang bertapa dengan ibu tirinya, bekas Ratu Yalina. Makin menyesal lagi kalau ia memandang kepada Suma Kiat yang kini nampak makan minum dengan gembira melayani para tamu. Suma Kiat itu sebenarmya masih merupakan keluarga dekat dengannya. Tidak hanya keluarga. karena terikat hubungan antara ayahnya, Suling Emas, dan ibu Suma Kiat yaitu Kam Sian Eng yang menjadi adik Suling Emas. Juga dari pihak ibunya dan ayah Suma Kiat terdapat hubungan dekat, yaitu kakak beradik. lbunya, Suma Ceng, adalah adik kandung Suma Boan, ayah Suma Kiat. Dia dan Suma Kiat adalah keluarga dekat, namun Suma Kiat selalu membencinya dan selalu memusuhinya, sungguhpun tidak berani berterang.
"Susiok couw (Paman Kakek Guru), apakah perbuatan kami tadi akan menimbulkan bencana....?"
Dalam perjalanan pulang bersama Maya diantar oleh Han Ki, Siauw Bwee bertanya kepada pemuda itu.
"Aihhh! Kau benar benar terlalu sekali, Siauw Bwee! Masa Han Ki yang masih muda, patut menjadi kakak kita, kau sebut Susiok couw? Benar benar terlalu menyakitkan hati sebutan itu!"
Maya mencela.
"Habis bagaimana?"
Siauw Bwee membantah,
"Memang dia itu paman guru ayahku, tentu saja aku menyebutnya Susiok couw! Atau Susiok kong?"
"Wah, tidak patut! Tidak patut! Jangan mau disebut kakek, Han Ki!"
Maya berkata lagi. Mau tidak mau Han Ki tersenyum.
"Kalian berdua ini seperti langit dengan bumi, jauh bedanya akan tetapi sama anehnya! Maya terhitung masih keponakanku, menyebutku dengan nama begitu saja seperti kepada seorang kawan. Sebaliknya, Siauw Bwee terlalu memegang peraturan sehingga aku disebut kakek guru! Kalau benar kalian menganggap aku sebagai kakak, biarlah kalian menyebut kakak saja."
"Bagus kalau begitu! Aku menyebutmu Han Ki Koko."
Maya berseru girang.
"Koko, engkau kelihatan begini berduka, apakah kesalahan aku dan Enci Maya tadi tertalu hebat sehingga engkau khawatir kalau kalau ayahku dan Menteri Kam akan tertimpa bencana akibat perbuatan kami?"
Siauw Bwee mengulang pertanyaannya, kini ia menyebut koko (kakak). Han Ki menggeleng kepalanya.
"Kurasa tidak. Kakakku, Menteri Kam bukanlah seorang yang dapat dicelakakan begitu saja oleh lawan. Aku tidak khawatir...."
"Akan tetapi, mengapa wajahmu begini muram? Engkau kelihatan berduka sekali, tidak benarkah dugaanku, Enci Maya?"
Maya mengangguk.
"Memang hatinya hancur lebur, patah berkeping keping dan luka parah bermandi darah, siapa yang tidak tahu!"
Han Ki memandang Maya, alisnya berkerut dan ia membentak,
"Engkau tahu apa?"
Maya tersenyum.
"Tahu apa? Tahu akan rahasia hatimu yang remuk karena setangkai kembang itu akan dipetik orang lain!"
Han Ki terkejut sekali, menghentikan langkahnya dan menghardik.
"Maya! Dari mana kautahu??"
Siauw Bwee juga memandang dengan mata terbelalak, masih belum mengerti betul apa yang diartikan oleh Maya dan mengapa Han Ki kelihatan kaget dan marah.
"Dari mana aku tahu tidak menjadi soal penting"
Jawab Maya yang tidak mau berterus terang karena dia mendengar tentang hal itu dari percakapan antara ayah bunda Siauw Bwee yang ia dengar dari luar jendela kamar!
"Yang penting adalah sikapmu menghadapi urusan ini. Kenapa kau begini bodoh, menghadapi peristiwa ini dengan berduka dan meremas hancur perasaan hati sendiri tanpa mencari jalan keluar yang Menguntungkan? Mengapa kau begini lemah, Koko?"
Han Ki terbelalak.
"Bodoh? Lemah? Apa... apa maksudmu, Maya? Jangan kau kurang ajar dan mempermainkan aku!"
"Siapa mempermainkan siapa? Engkau adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi, Koko, sungguhpun aku belum yakin benar akan hal itu. Kalau engkau memiliki kepandaian, apa sukarnya bagimu untuk pergi mengunjungi kekasihmu itu? Dan kalau benar dia itu mencintaimu seperti yang ku.... eh, kuduga, tentu dia akan lebih suka ikut minggat bersamamu daripada menerima nasib menjadi permainan Raja Yucen yang liar!"
Han Ki memandang Maya dengan mata terbelalak, terheran heran akan tetapi harus ia akui bahwa "nasihat"
Maya itu cocok benar dengan isi hatinya!
"Sudahlah jangan bicara lagi urusan itu. Mari kuantar pulang cepat cepat karena aku masih mempunyai banyak urusan lain."
Maya bertolak pinggang.
"Koko engkau memang orang yang kurang penerima! Kalau engkau setuju dengan omonganku, mengapa pakai pura pura segala? Kau langsung pergilah menemui kekasihmu sebelum terlambat. Adapun kami berdua, kami bukanlah anak anak kecil yang tidak bisa pulang sendiri. Tadi pun kami pergi berdua, masa untuk pulang harus kau temani? Pergilah, kami dapat pulang sendiri, bukan, Adik Siauw Bwee?"
Siauw Bwee mengangguk. Han Ki menarik napas panjang.
"Baiklah, kalian pulang berdua, akan tetapi harus langsung pulang dan jangan berkeliaran lagi. Siauw Bwee, jangan engkau selalu menuruti permintaan Maya. Bocah ini memang liar!"
Setelah berkata demikian, Han Ki cepat cepat meloncat pergi, tidak memberi kesempatan kepada Maya untuk membalas makiannya.
"Awas dia! Kalau bertemu lagi denganku!"
Maya membanting banting kaki dengan gemas.
"Dia... dia hebat sekali, ya Enci Maya?"
Siauw Bwee berkata lirih memandang ke arah lenyapnya bayangan Han Ki.
"Hebat apanya, manusia sombong itu!"
Maya mendengus marah.
"Mari kita pergi, Siauw Bwee."
Malam telah larut dan sunyi sekali di sepanjang jalan.
Semua rumah telah menutup daun pintu dan sebagian besar penghuni kota raja sudah tidur nyenyak. Ketika mereka tiba di jembatan Ayam Putih yang panjang menyeberangi air sungai yang menghubungkan kota raja dengan saluran besar ke selatan, mereka melihat seorang laki laki tua di tengah jembatan yang sunyi. Maya dan Siauw Bwee adalah seorang anak yang tabah sekali, akan tetapi ketika mereka melihat dan mengenal kakek yang menghadang itu, mereka menjadi terkejut juga. Kakek itu adalah kakek berambut putih berjenggot panjang yang hadir di istana, yaitu Koksu Negara, Kerajaan Yucen! Maya menggandeng tangan Siauw Bwee dan berjalan terus tanpa memandang seolah olah dia tidak mengenal kakek ltu. Akan tetapi kakek itu tertawa dan berkata,
"Anak anak setan kalian hendak ke mana? Hayo ikut bersama kami!"
Maya sudah menaruh curiga bahwa tentu kakek itu tidak mengandung niat baik, maka begitu kakek itu melangkah datang, ia sudah membalikkan tubuh dan mengirim pukulan ke arah lambungnya! Siauw Bwee juga memiliki reaksi yang cepat sekali karena tanpa berunding lebih dulu dia sudah dapat cepat menyusul gerakan Mayaq mengirim pukulan ke arah perut kakek itu.
"Buk! Bukk!"
Kakek itu sama sekali tidak mengelak dan membiarkan dua orang anak perempuan itu memukulnya.