Golok Sakti Chapter 45

NIC

Mereka jadi bertengkar, saling menantang untuk menyelesaikan pertengkaran itu diatas luitay, Khoe cong yang menjadi "bibit"-nya pertengkaran itu hanya ketawa gembira saja. Pikirnya, ia puas sudah dapat mengadu dombakan mereka berdua. Tiba-tiba terdengar suaranya nona ciauw Yoe Soe berkata.

"Hai, kalian tidak perlu bertengkar tidak keruan- Paling baik kalau kalian bertiga mau betul-betul bertanding harus saling berjanji." Nona ciauw berkata " bertiga"

maksudnya supaya Khoe cong, tukang mengadu-ngadu orang itu, juga turut terlibat dalam pertandingan-

Terdengar beberapa orang berteriak setuju dengan kata katanya nona ciauw, mereka kelihatan benci betul kepada orang she Khoe tukang mengadu dombakan orang itu. Pemuda bernama co Goen Tiong telah mengusulkan perlombaan pertandingan lain, katanya.

"Ya, kain sutera yang untuk dihadiahkan kepada adik Hong Jie hanya barang biasa saja, bukannya merupakan benda yang aneh. Maka, menurut pendapatku, lebih baik kalian bertanding dengan lain cara dalam suasana damai."

"Bagus, bagus," menyelak In Kie heng, "kau mau usulkan kami berlomba dengan cara bagaimana? coba ceritakan kasih orang-orang dengar."

"Pertandingan itu aku pikir baik diatur begini," kata co Goan Tiang sambil bersenyum.

"yalah kira kira sepuluh Li jauhnya dari sini ada sebuah gunung Hui-cui-san, setelah mendaki puncaknya membelok kearah barat kira-kira juga sepuluh Li ada sebidang ladang yang tandus. Setelah berjalan dari tempat itu kira-kira lima Li, disitu terdapat gunung kecil yang lancip dan sebuah lembah yang sempit, tanahnya semua disitu pasir melulu lembah ini jalanannya berliku-liku. Kalau orang berjalan lempang mengikuti sepanjangnya bisa kembali balik ketempat semula, asalnya darimana mereka masuk. Melalui sepanjang lembah yang sempit ini, orang akan menemui tebing-tebing gunung ada terdapat banyak sekali goa." sampai di sini ia bicara, terhenti sebentar, mengawasi kepadanya anak muda yang sedang asyik mendengarkannya.

Dilain pihak. orang orang dari perserikatan Perkampungan- semuanya sudah tahu ke-mana juntrungannya pembicaraan co Goen Tiong ini.

"Saudara co, lembah itu namanya apa ?" tanya Koen Soe Tek.

co Goen Tiong ketawa "Lembah itu dinamai Liu soa- kok" jawabnya, "puncak gunung ini ada goanya yang dinamai Pek cong. Nah saudara Kong, apakah sudah mendengarnya nama-nama

ini?"

Kong soe Tek terkejut mendengar disebutnya nama goa Pek-cong tong, maka ia lalu melirik pada engkonya, kemudian pada si "Muka Merah" Him Toa Ki dari oey-san-pay. Lirikannya itu seolah olah memohon petunjuk.

"Ya," kata Him Toa Ki dengan suara dingin "lembah itu kabarnya ada berbahaya, tidak kusangka adanya tidak jauh dari sini. Dipuncak Si ban-ieng dalam goa Pek- cong tong ada berdiam seorang tua yang sudah lama mengasingkan diri dari dunia kangouw, yalah su-hengnya si "Dewi obat Kong Jat Sin bernama Souw Kie Han- Setelah lima puluh tahun lamanya ia berjarah disana, telah melarang orang mengujuk tempatnya itu."

"Menurut katanya orang cerita dalam kamarnya orang tua itu ada digantung sebuah mutiara ajaib untuk menolak hawa racun. Maka itu kawannya binatang berbisa tidak ada yang berani memasuki kamarnya itu. Dalam kamar hawanya panas, karena sebagian dari dinding goa itu ada dari batu Hwe giok (batu kumala berapi). Nah. kalau kalian sudah sampai disana, bawalah sepotong batu Hwe giok kemari sebagai tanda bukti bahwa kalian sudah sampai ditempat itu Hwe giok itu dilain tempat tidak ada, kecuali disitu tempatnya. Batu itu. merupakan benda yaag berharga maka jikalau diantara kau orang ada yang beruntung mendapatkannya dan dibawa kemari untuk dihadiahkan kepada nona Kim, memang ada harganya daripada barang hadiah kain sutera." Terdengar Kong Soe Tek berkata.

"Aku pun pernah mendegar bahwa goa Pek cong tong di puncak Si ban leng ada tempat yang berbahaya. Kita kebetulan sudah sampai disini. maka ada baiknya untuk pergi kesana, hitung-hitung sebagai menambah pengalaman- Bagaimana dengan Pocu dan ceng-cu apakah juga akan turut pergi kesana?"

Pocu dan cengcu dimaksudkan Khoe cong dan ln Kie Seng.

Mendengar kara-katanya Kong soe Tek yang paling belakang matanya Khoe cong melotot kearahnya seorang In Kie Seng dengan marah besar. "Biarpun tempat itu berbahaya, aku berani pergi kesana?"

"Ya, kita pergi berkuda, tentu tidak membawa pembantu." kata Khoe cong dengan mata melotot mengawasi kepada Kong soe Tek. Kong soe Tek hanya ganda ketawa saja semua itu. Seng giok cin dan Kim Hong Jie mendengarkan perundingan mereka. Tiba-tiba Seng giok cin mendekati Kim Hong Jie dan berkata bisik2.

"Adik Hong, kau lihat. Mereka hendak menempuh bahaya, tentu ada salah satu yang akan menjadi korban hilang jiwanya." Kim Hong Jie anggukkan kepalanya.

"Nah, sekarang kalian bertiga sudah setuju." kata co Goen Tiong pula, rupanya ia sebagai wasitnya dari pertandingan ini. "tapi harus diterangkan syaratnya disini, yalah didalam tempo dua puluh empat jam kalian harus sudah pulang lagi kesini. Karena tempat itu tidak jauh letaknya dari sini, maka syarat ini rasanya sangat sederhana." Tiga pemuda itu hampir berbareng menganggukkan kepalanya.

Mereka tinggal menanti temponya berangkat saja. Tiba tiba ada Li oh hweshio dari Tibet menghampiri mereka.

co Goen Tiong berseru. "Nah, ini Taysu yang dapat mengantar kalian kesana. Tapi, tunggu dulu ia menyelesaikan pertandingannya diatas luitay." Mereka setuju dengan bicaranya co Goen Tiong.

Li Dho saat itu sudah naik keatas luitay, disusul deh Boen Kay Teng lawannya.

Boen Kay Teng ini umurnya kira-kira lima puluh tahun, matanya merah dan berbadan sedang, tindakan kakinya perlahan, tapi mantap. Ia adalah keponakannya Boen-lt Kong, salah satu dari Lima Tokoh terkuat pada masa itu dalam rimba persilatan-

Boen it Kong ada satu pendekar ulung dibagian barat daya. Mendengar keponakannya berkelakuan tidak baik, maka Boen Kay Teng dipanggilnya. Ia diberikan pelajaran ilmu silat yang tinggi oleh sang paman, tapi kenyataannya ia tidak bisa merubah kelakuannya yang jelek. Ia telah berkawan dengan orang-orang yang jalan hitam (jahat), dan namanya terkenal dalam kalangan orang jalan jahat itu.

Ia malang melintang dalam kalangan rimbah hijau sudah sepuluh tahun maka orang sudah tahu benar kelakuannya yang buruk. tapi kelihatan banyak pendekar kawakan sungkan berurusan dengannya karena mengingat akan pamannya yang namanya sangat dimalui dalam kalangan kangouw.

Dua lawan setelah berhadapan saling menyilahkan untuk mulai menyerang.

Li Dho telah menyerang lebih dahulu. Serangannya dahsyat sekali, hingga lawannya tidak berani menyambuti keras lawan keras. Dengan menggunakan tipu serangan "Koan Kong buka baju" Boen Kay Teng telah menangkis serangan Li Dho.

Jago dari Tibet itu mainkan ilmu pukulan Toa ciu-in (cap telapakan tangan), dengan telapakan tangannya mencecer musuhnya hebat sekali, hingga suara angin serangan sampai terdengar nyaring. Boen Kay Teng kelihatan terputar-putar mengelilingi panggung untuk meluputkan diri dari serangan dahsyat lawannya.

Li Dho dan kawannya Phadho Ka datang turut meramaikan pertandingan adu silat di-Seng Kee Po, belum ketahuan mereka ditempatnya itu ada masuk partai mana maka Seng Eng selalu menaruh curiga kepada mereka.

Boen Kay Teng yang terus menerus dicecer musuhnya, menjadi kewalahan- Dalam hatinya menjadi nekad, ia lalu menyerang dengan senjata gelapnya kepada sang lawan hingga semua orang menjadi kaget. Dalam gebrakan pertama itu hanya dibolehkan menggunakan tangan kosong bertanding, tidak menggunakan senjata apalagi senjata gelap. Maka perbuatannya Boen Kay Teng tadi ada melanggar peraturan.

Li Dho tidak takut senjata gelap, karena ia berilmu Thian-Hong-leng (sisik naga sakti), ilmu ini dapat memunahkan serangan senjata gelap macam apa juga. Maka ketika melihat lawannya menyerang dengan senjata gelap. ia mendekam badannya untuk meluputkan diri, tapi ternyata kejadiannya tidak seperti yang ia duga.

Hanya terdengar suara tertahan keluar dari mulutnya dua orang itu kemudian berpisahan Boen Kay Teng mundur sanapai tujuh- delapan tindak dan malah tubuhnya telah terpelanting kebawah luitay.

Li Dho hanya mundur dua tindak. berdiri tegak. tapi mukanya sudah pucat pasi, terang ia sudah terluka dibagian dalamnya.

Phua Do Ka, temannya Li Dho sudah lantas melesat naik keatas luitay, menanyakan keselamatannya sang kawan- Tiba tiba Li Dho telah memuntahkan darah segar dari mulutnya badannya nampak limbung hendak jatuh kalau tidak keburu dibimbing oleh Phua Dho Ka, ya menjadi marah sekali kawannya sudah dicurangi musuhnya.

Diatas luitay itu telah diketemukan senjata gelapnya Boen Kay Teng yang berupa cincin- Dalam bahasa tibet Li Dho berkata pada kawanannya.

"Suheng, rupanya ajalku sudah sampai disini. Kalau aku mati, harap suheng bawa mayatku pulang." Belum lampias bicaranya, ia sudah lantas memuntah lagi darah segar.

Boen Kay Teng setelah terpelanting dan bangun lagi, ia mencari sebuah kursi untuk ia beristirahat, napasnya kelihatan sudah empas-empis sangat keras- Ia terluka parah didalam. Ia merapatkan matanya untuk memulihkan tenaganya kembali.

Seng Eng dan Pek Boe Taysu sudah lompat keatas luitay untuk memeriksa keadaan Li Dho, sementara Phua Dho Ka sudah jadi gemas sekali pada Boen Kay Teng yang curang dan tanpa memperdulikan kawannya ia sudah lompat turun dan menghampiri Boen Kay Teng yan sudah tidak berdaya hendak dibunuhnya.

Tapi niatnya dihalang halangi Song coe Ki dan dua saudara oet-ti yang menghibur, supaya Phua Dho Ka jangan menuruti napsu hatinya saja. Urusan dapat didamaikan, bagaimana baiknya sebab Li Do tokh belum mati.

Seng Eng melihat keadaan Li Dho sudah lantas mengeluarkan obat pilnya yang mustajab untuk menyembuhkan luka didalam. kemudian turun dan memberikan juga obat pil itu kepada Boen Kay Teng yang keadaannya sudah setengah mati.

Pertandingan telah berakhir sampai disitu saja. Penonton kasak-kusuk menyalahkan kepada satu diantaranya, ada juga yang menyalahkan pada dua duanya.

Boen Kay Teng bersalah sudah menyerang dengan senjata gelapnya, sedang Li Dho dipersalahkan sudah keterlaluan mendesak pada lawannya yang sudah kewalahan. Sementara itu tiba-tiba terdengar co Goen Tiong berkata.

"Saudara yang hendak berlomba mengambil batu Hwe giok, perhatikan padasyarat yang telah dikatakan tadi, Sekarang tanggal sembilan belas bulan delapan, jam setengah lima sore, besok pada hari begini siapa saja diantara kalian yang datang lebih dahulu di-sini dengan membawa batu Hwe- giok dianggap dia yang menang dalam perlombaan ke puncak si ban-leng goa Pek cong-tong. Tegasnya, dalam tempo sehari semalam kalian semuanya sudah berada disini, dalam keadaan masih segar atau terluka, mengerti semua?" Tiga orang yang hendak berlomba itu telah anggukkan kepala.

"Ya masih ada yang penting untuk peringatkan." kata lagi co Goen Tiong, "masing-masing tidak boleh membawa pembantu. Yang mengantarkan boleh, tapi tidak boleh melewati batas lembah Liu-soa kok." Tiga pemuda itu pada anggukkan kepala.

Mereka tak tahu seluk beluknya tempat itu, main sanggup saja. Tapi untuk yang- mengetahui bagaimana seramnya keadaan ditempat yang hendak dituju itu, merasa bergidik dan berdiri bulu romanya.

Souw Kie Han, orang tua yang mengasingkan diri dalam goa Pekcong itu tabiatnya sangat kukway, tidak mau kalah dengan siapa juga dalam ilmu silat.

Siapa yang bertempur dengannya pasti kalah dan mati. ia sangat kejam dan telengas, sudah tersohor dalam rimba persilatan-

Lain daripada itu, juga dipuncak Si-ban leng yang hidup disitu hanya sebangsa kutu-kutu dan binatang-binatang yang berbisa saja. Sekali orang kena digigit atau di antuk oleh ular atau binatang kutu pasti akan binasa, maka semua yang tahu bagaimana berbahayanya ditempat itu, pada menguatirkan akan keselamatannya tiga pemuda itu.

Posting Komentar