Alisnya berwarna putih, namun matanya tertutup rapat, ternyata dia adalah orang yang tadi sudah menyuruhnya untuk segera pergi.
Tiba-tiba suara Boh Tan-ping teriang nyaring didalam telinganya: "Kalau kau cepat pergi kesana, kau mungkin masih sempat mengantar kepergiannya" Dia pasti Wie Ceng ayah kandungnya.
Segera Wie Kie-hong menjulurkan tangan untuk memeriksa luka yang dideritanya.
Mendadak orang ini meloncat berdiri dan menyanderanya seperti ketika dia menyandera Bu Tiat-cui.
Orang itu ternyata sama sekali tidak terluka, berpura-pura sekarat dan menggunakan kesempatan untuk menangkapnya adalah tindakan yang sangat picik.
Ini jelas adalah tipuan Cu Siau-thian yang lain.
Wie Kie-hong kembali merasa bimbang.
Apakah orang ini sungguh adalah ayahnya" Kalau memang benar, untuk apa dia berbohong pura-pura sekarat" Bagaimana kalau seandainya dugaannya salah" Gerakannya sangat cepat, kekuatannya pun luar biasa.
Namun orang itu tidak tampak meng-gunakan tenaga apaapa.
hanya saja setelah bahunya dicengkram, betapapun Wie Kie-hong berusaha melepaskan diri, dia tidak bisa.
"Mengapa kau kembali kesini?" orang itu bertanya.
"Aku mendengar kalau anda terluka, karena itu aku segera berlari kemari" "Kalau kau berbaik hati pada orang lain, kau sudah menjahati dirimu sendiri" Ternyata orang ini masih sempat memberikan petuah padanya.
"Kau yang sudah datang sendiri kemari mengantar nyawa.
Jangan menyalahkanku" Entah bagaimana caranya, namun hati Wie Kie-hong mendadak menjadi dingin.
Dia berbicara dengan tenang: "Aku punya satu pertanyaan untukmu" "Katakanlah" "Siapa namamu?" "Memang ada urusan apa denganmu?" "Ada urusan yang sangat besar, aku segera datang kemari karena seorang keluarga sedang terluka disini" "Seorang keluarga" Keluarga siapa?" "Aku" Wie Kie-hong menjawab dengan suara keras "Apa hubunganmu dengannya?" "Dia adalah ayahku" "Coba kamu lihat sendiri, apakah aku mirip ayahmu?" Hati Wie Kie-hong sungguh terasa dingin.
Katakanlah ayahnya tidak ingin mengakuinya, dia tidak mungkin memperlakukannya seperti ini, dan berkata seperti ini padanya.
"Tadi Boh Tan-ping sudah memberitahuku kalau ayahku sedang terluka disini.
Karena itu aku segera pergi kemari.
Kalau tidak demikian, untuk apa aku datang kembali masuk kedalam bahaya setelah kau menyuruh aku pergi menjauh?" "Ternyata kau sudah ditipu" "Ini adalah balas budi seorang anak" "Siapa nama ayahmu?" "Wie Ceng" "Wie Ceng" Siapa yang memberitahumu kalau ayahmu masih hidup?" "Sudah banyak orang yang memberitahuku.
Bahkan Thiatyan pun mengatakan padaku" "Aku beritahu.
Ayahmu sudah meninggal dari dulu" "Betulkah" Dimana dia meninggal?" "Seperti kabar yang beredar.
Dia meninggal ketika pergi keluar kota menunaikan tugas" "Bagaimana dia meninggal?" "Tentu saja dibunuh orang" "Siapa yang sudah membunuh ayahku?" "Sebenarnya ini adalah sebuah rahasia besar, namun sekarang sepertinya sudah tidak penting lagi....
orang yang membunuh ayahmu adalah Cu Siau-thian" "Mengapa" Mengapa dia membunuh ayah-ku?" "Menurut dugaanku, Leng Taiya sudah mengutusnya pergi keluar kota untuk menyelidiki satu hal.
Kalau hal ini memang diketahuinya, pasti akan merugikan Cu Siau-thian." "Kalau begitu siapa dirimu?" "Aku adalah orang kepercayaan Cu Siau-thian.
Aku juga pembunuh bayarannya" "Tapi tadi kau sudah melepaskan aku dan kakak...
"Itu karena aku masih memiliki hati nurani.
Aku pasti menolong pemuda yang berjiwa luhur..." "Ada pepatah yang mengatakan, kalau membantu seseorang, bantulah sampai selesai.
Kalau mengantarkan seorang Buddha, antarlah sampai ke barat." "Sayang aku memiliki prinsip.
Kalau mencoba membunuh orang, aku tidak akan mencoba membunuhnya untuk kedua kali.
kalau menolong orang, aku pun tidak akan menolong kedua kalinya.
Lagipula tadi Cu Taiya tidak tahu kalau aku ada kesempatan untuk membunuhmu.
Sekarang jebakan ini sudah dipersiapkan olehnya.
Kalau aku tidak membunuhmu, dia pasti tidak akan mengampuni diriku" "Aku masih ingin bertanya padamu, jawab dengan jujur sebagai permintaan terakhirku" "Silahkan" "Akhir-akhir ini kau sudah membunuh berapa banyak orang?" "Tidak sedikit" "Siapa saja?" "Kebanyakan yang mati sudah dibunuh olehku" "Hui Taiya, Leng Taiya, masih ada Hiong-ki?" "Tidak salah" "Mengapa harus membunuh mereka?" "Aku hanya membunuh berdasarkan perintah, kalau kau mau tahu alasannya, sebaiknya kau bertanya pada Cu Siauthian." "Apakah sekarang kau mendapat perintah untuk membunuh aku dan Tu toako?" "Betul.
Sebentar lagi Tu Liong pasti akan menyusul kemari" "Kemana perginya Thiat-yan?" "Thiat-yan?" orang beralis putih ini tertawa dingin "HUH! Seharusnya dia sekarang sedang ada di sebuah kuil dan menjadi seorang nikoh" Wie Kie-hong mengernyitkan kening.
"Apa maksud kata-katamu" Tadi dia masih ada disini berdebat dengan Cu Siau-thian" "Perempuan itu bukan Thiat-yan yang sesungguhnya" "Kalaubegitu siapa dia?" "Dia adalah anak kandung Cu Siau-thian.
Hanya saja rahasia itu tidak pernah diberitahukan pada siapapun" Sekarang semuanya tiba-tiba menjadi jelas bagi Wie Kiehong.
ternyata dia dan Tu Liong sudah ditipu dari awal.
Hanya saja mereka tidak menyadarinya.
"Aku tidak mengerti.
Semua orang sudah membuat masalah ini menjadi pelik dan berputar-putar.
Untuk apa melakukannya?"" "Baiklah.
Aku tidak ingin kau terlahir lagi sebagai hantu penasaran.
Sebaiknya aku sekaligus menjelaskannya padamu.
Pada waktu itu orang orang mencelakai Tiat Liong-san memang demi merebut harta yang dimilikinya.
Sebuah berlian raksasa berwarna merah darah, hanya saja setelah kejadian itu, tidak seorangpun menemukan berlian tersebut.
Cu Siauthian selalu menduga kalau berlian itu sudah jatuh di tangan Leng Souw-hiang.
Hanya karena waktu itu kedudukan Leng Souw-hiang sangat tinggi, Cu Siau-thian hanya bisa menelan ludah dan memendam dendam.
Dia tidak berani berbuat apaapa.
tidak lama pemerintahan berdiri.
Semua kuasa yang dimiliki oleh Leng Souw-hiang jadi hilang.
Barulah Cu Siauthian kembali mengusut masalah ini.
Tiba-tiba dia menyadari kalau Tiat Liong-san tidak pernah memiliki berlian merah darah raksasa sama sekali...." Wie Kie-hong mendengarkan penjelasan ini dengan penuh konsentrasi.
Sepertinya dia mendadak lupa kalau nyawanya sedang berada di ujung tanduk.
Orang itu melanjutkan kata-katanya: "setelah Cu Siau-thian mengerti tentang hal ini, dia berpura-pura berkata kalau berlian merah darah itu ada didalam tangannya, berdasarkan janji yang sudah dibuat sebelumnya, seharusnya hasil penjualan berlian itu dibagi berlima.
Seorang seharusnya mendapat sekitar lima puluh ribu uang orang luar negeri.
Namun dia tidak bersedia membayarkan uang sebanyak itu.
dia lalu mencoba melemparkan kesalahan pada Leng Souw-hiang" "Dan Leng Souw-hiang setuju pada keinginannya begitu saja?" "Leng Souw-hiang sangat menyukai berlian dan permata.
Tentu saja dia menyetujuinya.?"" Dia lalu membuat siasat.
Dia menyuruh anak perempuannya berpura-pura menjadi nona Thiat-yan dan keluar membereskan masalah.
Dia ingin membuat Leng Souwhiang yang penasaran tidak lagi mengejar-ngejar masalah berlian ini.
pada awalnya, Cu Siau-thian hanya ingin membereskan orang-orang ini.
dia tidak menyangka kalian berdua terus mengejar masalah ini dan tidak sedikitpun melepaskannya.
Akhirnya Cu Siau-thian terpaksa membunuh kalian juga" Wie Kie-hong merasa ingin menangis keras-keras, namun kesempatan untuk menangis pun sudah meninggalkannya.
Orang itu tidak berhenti menjelaskan: "Hiong-ki juga terus mencoba menyelidiki tentang kematian Tiat Liong-san.
Tidak disangka pendekar tua itu juga sudah berhasil ditipu Cu Siau-thian.
Dia salah menyangka nona walet yang palsu sebagai Thiat-yan anak kandung Tiat Liong-san yang asli.
Terakhir dia harus mati terbunuh..." Hening beberapa saat.
Sepertinya semua penjelasan sudah dikatakan oleh orang ini.
"Sekarang sudah tiba waktunya...." tiba tiba dia berkata sambil mencabut sebuah pisau dari sarung yang terikat di pinggangnya.
Pisau yang dipegang tangan kanannya bersinar kebiruan dibawah sinar lampu kamar.
Pisau ini memiliki ornamen yang unik.
Mendadak mata Wie Kie-hong bersinar sinar.
Dia segera bertanya: "Darimana kau mendapat pisau itu?" "Ini adalah barang jarahan kemenangan pertarungan" "Barang jarahan?" "Kejadiannya sudah sangat lama.
bertahun tahun yang lalu, Cu Siau-thian sudah menyuruhku membunuh seseorang.
Aku menemukan pisau unik ini padanya.
Karena itu aku mengambilnya dan menggunakannya sampai sekarang." "HUH!! Ternyata kau yang sudah membunuh ayahku!" mendadak emosi Wie Kie-hong meledak.
Dia tidak menghiraukan kalau dia bisa mati setiap saat, "sekarang aku akan membuat perhitungan denganmu" "Wie Kie-hong, sebenarnya karena aku sudah membunuh ayahmu, aku tidak ingin membunuhmu lagi.
Karena itu tadi aku sudah menolongmu sekali.
Namun tidak diduga jalan langit yang aman tidak kau pilih, kau malah menyusuri jalan neraka yang menuju kematian.
Ini tidak bisa menyalahkanku" Orang yang beralis putih menempelkan pisau Wie Ceng ke leher Wie Kie-hong.
Air mata Wie Kie-hong meleleh, tidak disangka dia akan menyusul ayahnya, bahkan mati dibunuh oleh pisau milik ayahnya sendiri, dia memendam dendam yang mendalam.
Dia tidak rela semua ini berakhir begitu saja, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Wie Kie-hong hanya bisa menutup mata dan menarik nafas dalam dalam.
"TAHAN!!" Mendadak terdengar teriakan keras dari luar kamar.
Suara itu adalah suara Tu Liong.
"Pembunuh beralis putih! lepaskan dia!" Wie Kie-hong terbengong-bengong melihat Tu toako yang dipujanya selama ini.
"Untuk apa aku mematuhimu?" "Ingatkah kau pernah berkata kalau kau masih mengabdi padaku sampai batas waktu kontrak?" "Tapi kau yang mengatakan kalau kau tidak butuh bantuanku lagi" ketika mereka berdua sedang berdebat, konsentrasi pembunuh beralis putih sudah teralihkan.
Wie Kie-hong tibatiba teringat pada Bu Tiat-cui.
Dia memanfaatkan kesempatan ini untuk melepaskan diri.
seperti Bu Tiat-cui waktu itu, segera dia mengayunkan tangannya ke arah selangkangan pembunuh beralis putih.
"BUUUKK!!!" Pembunuh beralis putih sama sekali tidak menyangka Wie Kie-hong akan berlaku seperti itu.
dia langsung merasa kesakitan yang teramat sangat sampai dia nyaris tidak bisa bernafas.
Cengkraman tangannya pada bahu Wie Kie-hong segera melonggar, dan dia menunduk kesakitan.
Wie Kie-hong segera bergeser ke sisi Tu toakonya.
Mendadak dua buah bayangan melesat masuk ke dalam ruangan, sebentar saja Cu Siau-thian dan Thiat-yan sudah berdiri dihadapan mereka.