Si Teratai Emas Chapter 31

NIC

“Aku akan memilih hari baik untuk pernikahan kita dan selanjutnya engkau pindah saja ke dalam rumahku. Setujukah engkau?” Tabib Kiang membenturkan dahinya di atas lantai,

“Kebahagiaan memenuhi hatiku, Engkau bukan hanya akan menjadi isteriku, akan tetapi juga menjadi pujaanku seperti Ayah-Ibuku sendiri.” Demikianlah, Tabib Kiang pindah masuk ke dalam rumah Nyonya Hua setelah dilakukan upacara pernikahan yang sederhana. Nyonya Hua kemudian menyerahkan tiga ratus ons perak kepada suaminya untuk membuka sebuah toko obat baru di ruangan depan rumah mereka!, Kalau tadinya Tabib Kiang mengunjungi para pasiennya dengan jalan kaki, kini dia dapat berkunjung menunggang seekor keledai dengan sikap bangga. Dia merasa berbahagia sekali karena sebelumnya tak pernah dia bermimpi untuk dapat memperoleh seorang isteri yang cantik jelita, juga dapat memberinya modal membuka toko obat! Nasib Memang seperti roda pedati, berputar kadang- kadang di atas kadang-kadang dibawah.

Lai Pao dan Lai Wang dua oramg kepercayaan Shi Men yang diutusnya ke Kotaraja, tiba di Kotaraja dan mereka segera melakukan penyelidikan dan mencari keterangan di jalan-jalan, pasar-pasar mendengar desas-desus umum bahwa Menteri Perang Wang sudah dijatuhi hukuman buang karena dianggap sebagai penyebab utama kekalahan di garis depan, dan bahwa keputusan hukuman pada Jenderal Yang masih belum dijatuhkan. Mereka girang mendengar ini karena tau bahwa kedatangan mereka belumlah terlambat. Mereka lalu pergi mengunjungi gedung Istana Menteri Cai, bertanya dengan hormat kepada penjaga pintu gerbang apakah mereka dapat menghadap Menteri Cai. “Paduka Menteri sedang menghadap ke Istana. Ada keperluan apakah?” tanya penjaga. “Kalau begitu, kami mohon dapat bertemu dengan wakilnya, Sekretaris Besar Ti.”

“Beliaupun tidak berada di rumah.” Dua orang utusan Shi Men itu maklum, bahwa tanpa suara berkerincingnya perak, akan sukarlah mereka untuk dapat memperoleh bantuan penjaga ini, maka Lai Pao lalu mengeluarkan sepotong perak dan menyerahkannya kepada si penjaga. Begitu menerima uang ini, si penjaga lalu tidak angkuh seperti tadi lagi. Dia lalu memberitahukan bahwa untuk bertemu dengan Menteri Cai tidak mungkin karena sedang menghadap Sribaginda Kaisar, akan tetapi dapat bertemu dengan puteranya yang memiliki kedudukan tinggi, yaitu Sekretaris Tinggi, harus lebih dulu melalui pembantunya, komandan jaga Kao An. Penjaga pintu itu masuk dan tak lama kembali pula bersama komandan jaga Kao An. Sebelum si komandan sempat membuka mulut, Lai Pao telah menyerahkan sepuluh potong perak kepadanya.

“Kami bertugas untuk Jenderal Yang, dan kami diutus untuk menghadap Paduka menteri Cai. Dapatkah kami sekarang menghadap beliau?”

“Beliau sedang menghadap Sribaginda, akan tetapi kalian dapat menghadap puteranya yang dapat mewakili beliau. Mari ikuti saya.” Masuklah kedua orang itu di dalam gedung yang amat besar, penuh dengan prabot-prabot yang serba indah. Pembesar yang akan ditemui itu adalah Cai Yu, putera dari Menteri Cai King, dan Cai Yu ini Seperti Ayahnya, dekat dengan kaisar Hui Tiong. Selain kedudukannya yang tinggi setingkat Sekretaris Tinggi, dia juga merangkap menjadi Menteri Muda urusan pemujaan Rakyat, dan sebagai Pengawal Istana Persatuan Besar, sehingga dengan beberapa kedudukan tinggi itu dia dekat dengan Kaisar. Akhirnya, setelah melalui lorong yang serba mewah, komandan jaga Kao An mengantarkan kedua orang utusan Shi Men itu menghadap Sang Sekretaris Tinggi. Kedua orang itu menjatuhkan diri berlutut dan memberi hormat.

“Kalian dari mana?” tanya Sekretaris Cai Yu.

“Hamba berdua adalah petugas dari keluarga Chen Hung, Sanak dekat dari Jenderal Yang, dan hamba datang untuk mohon penjelasan kepada Paduka Yang Mulia Menteri Cai,” kata Lai Pao mengeluarkan catatan daftar barang hadiah yang dia serahkan kepada sang sekretaris. Ketika mata pembesar itu membaca tulisan “lima ratus ons emas,” dia memberri isyarat kepada Lai Pao untuk mendekat.

“Dengar baik-baik,” katanya berbisik.

“Menurut berita yang kuterima, Paduka Menteri sedang cuti untuk beberapa hari lamanya. Jika kalian ingin mendengar lebih jauh tentang perkara yang Menyangkut Jenderal Yang dan keluarganya, pergilah kepada jenderal Li. Mengenai jenderal Yang sendiri, aku hanya dapat memberitahu bahwa ada perundingan di Istana dan agaknya dia hanya akan dihukum dengan penurunan pangkat. Akan tetapi, anggauta keluarganya yang tersangkut akan menerima hukuman lebih berat. Kalian akan mendengar lebih jelas dari Jenderal Li.” Dengan terkejut dan gelisah, Lai Pao memberi hormat lagi.

“Hamba tidak mempunyai sahabat di Istana Jenderal Li. Dalam keadaan hamba yang tidak berdaya ini, dapatkah hamba mengharapkan bantuan paduka” “Akan ku tulis surat kepadanya dan beberapa, orang pengawalku akan menemanimu, tidak sukar mencari Istana dari Jenderal Li Pang Yen.” Setelah membuat surat itu dan menyerahkan kepada kedua utusan itu, sekretaris tinggi Cai laku memberi isyarat agar mereka segera keluar. Dua orang utusan itu kini ditemani oleh komandan jaga Kao An, pergi menghadap Jenderal Li. Mula-mula hanya Kao An yang diterima akan tetapi kemudian kedua orang itupun dipanggil menghadap. Kao An menghaturkan surat dari majikannya, bersama catatan daftar hadiah, sedangkan Lai Pao dan Lai Wang menaruh emas dan permata yang dibungkus sutera di depan kaki jenderal Li.

“Karena kalian diutus oleh Sekretaris Tinggi Cai ke sini, maka sesunguhnya kesungkanan ini tidak perlu,” kata Jenderal Li sambil melirik kearah emas yang berkilauan itu. “Pula, pandangan Yang Mulia Sribaginda mengenai kasus Jenderal Yang telah berubah dan kini majikan kalian telah terbebas dari bahaya. Hanya keluarga yang akan menerima hukuman berat dan dibuang karena hal ini telah ditekankan oleh para Jaksa dan pengadilan”

Jenderal itu memberi isyarat kepada para pembantunya untuk mengeluarkan arsip dari daftar nama para keluarga Jenderal Yang, yaitu mereka yang dianggap terlibat dan harus menerima hukuman. Ketika Jenderal Li memperlihatkan deftar nama itu untuk dilihat sendiri oleh đua orang utusan Shi Men, mereka segera membacanya dan dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati mereka ketika melihat bahwa di antara nama-nama itu terdapat selain nama Chen Hung besan majikan mereka, juga nama Shi Men! Dengan tubuh menggigil Lai Pao dan Lai Wang membentur-benturkan dahi mereka di atas lantai.

“Hamba berdua mohon maaf kepada paduka, sungguhnya hamba adalah utusan dari majikan hamba, yaitu tuan Shi Men. Sudikah paduka melimpahkan sedikit kebaikan hati untuk menyelamatkan nyawa majikan hamba?”

Kao An komandan pengawal dari Sekretaris Tinggi Cai Yu itu, juga ikut mohon kemurahan hati pembesar itu. Jenderal Li termenung. Dia ditawari jumlah sebanyak lima ratus ons emas sebagai harga dari penghapusan sebuah nama saja dari daftar anggauta keluarga Jederal Yang, yaitu mereka yang dijatuhi hukuman berat. Dengan isyarat tangannya, para pengawalnya mempersiapkan meja dan alat tulis, kemudian dengan gerakan jari-jari tangan yang cekatan, pembesar ini dapat merubah dua huruf Shi Men dengan memberi coretan dan tambahan di kanan kirinya sehingga nama itu terhapus dari daftar tanpa dapat diketahui bahwa dua huruf itu disulap menjadi tambahan kalimat yang tidak mengubah makna keseluruhan keputusan itu!

Dapat dibayangkan betapa girang rasa hati kedua orang utusan itu dan setelah mereka diperbolehkan pergi, mereka segera melakukan perjalanan secepatnya pulang ke kota Ceng-Ho-Sian. Ketika mereka menceritakan hasil perjalanan mereka, Shi Men merasa seolah-olah sebongkah batu besar sekali telah disingkirkan dari dalam dadanya sehingga sambil tertawa-tawa dia menceritakan berita baik itu kepada para isterinya dengan wajah berseri dan “hidup” kembali setelah selama beberapa bulan ini wajahnya layu dan gelisah selalu. Dua hari kemudian, pembangunan rumah samping dilanjutkan dan pintu gerbang rumahnya dibuka lebar-lebar. Ketika dia mendengar dari A Thai bahwa kini Nyonya Hua telah menikah dengan orang lain, dia menjadi terkejut dan hampir tidak percaya.

“Apa? la menikah dengan orang lain? Siapa?”

“Tabib Kiang.” Dengan uring-uringan Shi Men masuk ruangan belakang. Kim Lian cepat maju untuk membuka sepatunya, akan tetapi dengan marah Shi Men mendorongnya ke samping. Bahkan dia tidak menyapa Goat Toanio, mengomeli para pelayan, kemudian merebahkan diri seorang diri untuk tidur. Sementara itu, para isterinya membicarakan sikap yang murung ini dan Goat Toanio menegur Kim Lian.

“Dia sedang mabuk. Kenapa tidak kau diamkan saja dan engkau malah tertawa-tawa dan mencoba untuk mendekatinya?

“Dia menjadi marah-marah kepada kita semua!' kata Goat Toanio. Walaupun di dalam hatinya merasa penasaran karena tadi ia didorong oleh Shi Men, namun Kim Lian tidak ingin cekcok dengan madunya yang tertua.

“Maaf, Toa-Ci (Kakak tertua ) aku tidak bermaksud buruk. Tentu ada sesuatu yang membuat dia marah- marah dan akulah yang dijadikan sasaran kemarahannya tadi.” Biarpun mulutnya mengeluarkan kata- kata yang mengalah, namun rasa penasaran, membuat hati wanita ini diracuni dendam terhadap Goat Toanio. Akan tetapi, maklum bahwa ia kalah dalam kedudukan di rumah tangga keluarga Shi Men itu, ia menyembunyikan perasaan ini. Pada suatu senja, Shi Men pulang dari kepergiannya yang biasa, yaitu bersenang senang dengan kawan-kawannya. Begitu turun dari kudanya, Shi Men pergi ke belakang untuk melihat perkembangan bangunan yang dia dikerjakan siang tadi, Kemudian dia memasuki pondok Kim Lian. Karena merasa lelah dan setengah mabuk, Shi Men langsung saja merebahkan diri di atas pembaringan dan tak lama kemudian diapun sudah mendengkur. Malam ini hawanya panas dan pengap, hawa akhir bulan Juli. Kim Llan yang sudah rebah di samping Shi Men tak dapat tidur, gelisah dan merasa tidak dibutuhkan oleh suaminya. Melihat Shi Men yang tidur nyenyak dengan selimut Tersingkap memperlihatkan tubuh bagian atas yang telanjang dan nampak tegap dan kuat itu, Kim Lian terangsang gairah yang membuatnya tidak dapat menahan diri. Dirangkulnya Shi Men.

Posting Komentar