"Mereka itu adalah pimpinan para pemberontak, Yang Mulia!" sambung Ouw Yang Sian yang bermuka hitam.
"Keparat jahanam!" Kaisar memaki, sambil mengepal tinju. "Dibaiki bahkan membunuh. Ciang Sun Hok, kerahkan pasukan dan basmi para pemberontak yang berada di daerah itu!" perintahnya ke pada Ciang Sun Hok. Panglima jagoan ini menyatakan kesanggupannya dan pertemuan itu dibubarkan karena kaisar sedang berduka atas kematian puteranya.
Perdana Menteri Jin Kui di rumahnya mengadaka n pesta menjamu para pembantunya. Mereka berpesta karena kegirangan. Mereka telah menang. Kaisar kembali membenci dan tidak percaya kepada kaum pejuang! Inilah tujuan mereka dan berhasil.
"Kui To Cin Jin, sekarang kita tinggal menghadapi Tan Tiong Li, Pemuda itu berbahaya sekali. Kita harus dapat segera membunuhnya karena dia dapat menjadi bahaya besar bagi kita. Akan tetapi ilmu kepandaiannya tinggi sekali. Siapa yang akan dapat melawan dan membunuhnya?"
"Harap tai-jin jangan khawatir, Pinto mempunyai tiga orang kenalan di utara. Mereka itu pertapa-pertapa di Lulia ng-san, Thai-hang-san, dan di lembah Sungai Fen- ho. Mereka adalah datuk datuk dunia kang-ouw yang berilmu tinggi. Dan pi nto mengetahui benar bahwa biarpun mereka tidak berbuat sesuatu di daerah Kerajaan Kin itu, akan tetapi mereka itu adalah orang-orang yang setia kepada Kerajaan Sung. Kalau pi nto minta bantuan mereka untuk menghadapi orang yang memberontak terhadap Kerajaan Sung, kiranya mereka akan sanggup membantu."
"Bagus sekali! Undang mereka ke sini, Kui To Gin-jin. Sukur kalau mereka suka menjadi pembantu tetap kita, kalau tidak, cukup baik kalau mereka mau menghadapi dan mengalahkan Tan Tiong Li!"
"Baik, tai-jin. Akan pi nto usahakan agar mereka mau membantu kita."
Pesta dilanjutkan sampai jauh malam dan sampai mereka Semua menjadi mabok, mabok arak dan mabok kemenangan Pikiran yang sudah bergelimang nafsu selalu menjadi pembela dari semua perbuatan yang dilakukan manusia. Biarpun hati akal pikiran mengerti dan tahu bahwa perbuatan itu tidak benar, akan tetapi nafsu dalam pikiran membuat pikiran menjadi pembela dan berusaha membenarkan perbuatan itu, melawan hati nuraninya sendiri. Setiap orang manusia tahu mana yang benar dan mana yang tidak benar.
Adakah di dunia ini pencuri yang tidak tahu bahwa perbuatan mencuri adalah tidak benar ? Semua pencuri tentu telah mengetahui nya. Akan tetapi tetap saja dia mencuri dan pikirannya yang sudah bergelimang nafsu membenarkan perbuatannya mencuri Itu dengan segala macam dalih. Pengertia n dan pengetahuan tidak dapat melawan nafsu, kalau nafsu sudah mencengkeram hati akal pikiran. Nafsu merupakan hamba yang amat penting dan amat baik, akan tetapi menjadi majikan yang amat jahat.
Akan tetapi siapa yang dapat menjadikan nafsu sebagai hamba yang baik dan mengekangnya agar tidak menjadi majikan? Hanya kekuasaan Tuhan sajalah yang akan mampu. Kita dengan hati akal pikiran kita tidak akan mampu menguasai nafsu. Jalan satu-satunya hanya menyerah dan pasrah kepada Tuhan dengan segenap ketawakalan dan kepercayaan. Hanya itu yang dapat kita lakukan dan jika Tuhan menghendaki, maka kitalah yang akan menjadi majikan atas nafsu kita sendiri, menjadikannya hamba yang baik. pembantu datam kehidupan yang amat berguna.
Bukan menjadi majika n yang merajalela dan yang mendorong kita melakukan segala macam perbuatan yang tersesat.
0o—dw—o0 Dengan susah payah Tiong Li bersama Siang Hwi mencoba untuk mencari jejak Ban-tok Sian-li. Akan tetapi kemana mereka harus mencarinya. Sudah pasti wanita Itu tidak lagi berada di Lembah Maut Sungai Yang-ce yang sudah diobrak-abrik dan dibakar oleh pasukan pemerintah. Dan wanita itu pandai menghilangkan jejak, gerakannya bagaikan! tidak meni nggalkan jejak. Maka Tiong Li dan Siang Hwi hanya berkeliaran saja sampai ke daerah perbatasan utara. Akhirnya Siang Hwi berkata kepada kekasihnya.
"Koko, kurasa percuma saja mencari jejak subo. Agaknya ia tidak pergi jauh. Subo tentu merasa sakit hati sekali kepada pemerintah karena dibasminya Lembah Maut. Da n watak subo tidak akan mendiamkan saja hal itu terjadi tanpa dibalas. Kalau menurut dugaanku, subo tidak akan pergi jauh dari kota raja, mencari kesempatan untuk membalas dendam."
"Kepada siapa ia hendak membalas dendam?" "Mungkin subo sedang menyelidi siapa biangkeladi
penyerangan ke Lembah Maut itu."
"Jelas biangkeladinya adalah Perdana Menteri Ji n Kui."
"Kalau begitu, subo tentu akan mengetahui dan akan membalas kepada Pei dana Menteri Itu. Maka sebaiknya kita kembali saja ke kota raja. Siapa tahu kita dapat menemukan ia di sana."
Demikianlah, keduanya lalu melakukan perjalanan kembali ke Hang-couw. Begitu mendekati Hang-couw, segera mereka ketahuan oleh para penyelidik anak buah Perdana Menteri Jin Kui, dan mereka cepat melaporkan kepada Perdana menteri itu.
Pada waktu itu, di kediaman Perdana Menteri Jin Kui, baru dua hari kedatangan tiga orang tamu. Mereka adalah tiga orang pertapa yang baru saja didatangkan oleh sahabat mereka, Kui To Cin-jin yang berhasil membujuk mereka untuk menghadapi Tan Tio ng L i yang dikatakannya sebagai seorang pimpinan pemberontak di samping Gak Liu.
Tiga orang itu adalah Im Seng Cu, to-su pertapa di Lulia ng-san, Ban Hok Seng-jin, pertapa di Lembah Sungai Fen ho, dan Sin Gi To-su, pertapa dari Thai- hang-san. Tiga orang pertapa ini memang merupakan sahabat-sahabat dari Kui To Cin-jin, ketika Kui To Cin-jin belum menjadi jagoan yang menghambakan diri kepada Jin Kui. Bagi tiga orang tokoh itu, Kui To Cin-jin menghambakan diri kepada Kerajaan Sung dan hal ini mereka setujui sekali. Memang mereka bertiga adalah tokoh-tokoh yang sangat mengagumi mendiang Panglima Gak Hui yang dianggapnya amat setia kepada Kerajaan Sung sampai akhir hayatnya. Biarpun di sepanjang Sungai Huang-ho sampai ke utara sudah diduduki oleh Bangsa Kin, mereka bertiga dalam hati tetap setia kepada Kerajaan Sung. Kalau saja Kerajaan Sung menyerang ke utara, mereka biarpun merupakan pertapa-pertapa tentu akan membantunya.
Maka, ketika Kui To Cin-ji n yang mereka anggap seorang hamba yang setia dari Kerajaan Sung itu berkunjung kepada mereka dan minta bantuan mereka agar menghadapi dan menangkap seorang pemberontak yang lihai, mereka tidak merasa keberatan dan berangkatlah mereka ke selatan untuk menunjukkan baktinya kepada Kerajaan Sung Selatan. Maka, ketika para penyelidik melaporkan tentang munculnya Tiong Li, dan Siang Hwi lalu perdana menteri itu minta kepada mereka bertiga untuk menghadapi "pemberontak", tiga orang datuk itu segera berangkat. Mereka juga merasa penasaran sekali mendengar bahwa Pangeran Kian Cu telah dibunuh oleh para pemberontak.
Tiong LI dan Siang Hwi yang melakukan perjalanan ke kota raja, bertemu dengan para pejuang dan merekapun mendengar tentang terbunuhnya Pangeran Kian Cu, dan bahwa Ji n Kui menuduh para pejuang yang membunuhnya. Mendengar ini, mereka merasa terkejut sekali. Para pejuang mengatakan bahwa pahlawan Gak Liu yakin bahwa anak buahnya yang lima orang dan yang mengawal sang pangeran itu tidak mungkin membunuhnya. Mereka sendiri juga terbunuh dan walau pun para pejuang menduga bahwa ada pihak ke tiga yang membunuh pangeran dan melakukan fitnah kepada para pejuang, akan tetapi mereka tidak mempunyai bukti dan saksi.
"Ini tentu perbuatan si laknat Ji n Kui!" kata Tan Tio ng Li, akan tetapi tanpa saksi dan bukti, bagaimana dia akan dapat melapor kepada Kaisar ? Dia merasa sedih sekali mendengar bahwa kaisar marah sekali dan semakin memusuhi para pejuang yang dianggap pemberontak. Dia melakukan perjalanan cepat menuju ke kota raja untuk dapat mendengar sendiri apa yang telah terjadi.
Tiba-tiba, perjalanan mereka dihadang oleh tiga orang yang berjubah seperti pertapa. Seorang di antara mereka memegang sebatang tongkat hitam dan ke tiganya memandang kepadanya seperti orang yang tidak senang, dengan alis berkerut. Meli hat tiga orang menghadang di depannya, Tiong Li segera memberi hormat kepada tiga orang tosu itu dan berkata dengan hormat dan ramah.
"Selamat siang, sam-wi to-tiang (tiga orang pendeta To)."
"Orang muda," kata Im Seng Cu yang memegang tongkat. "Engkaukah yang bernama Tan Tio ng Li?"
Tiong L i memandang heran. "Benar sekali, to-tiang. Saya bernama Tan Tio ng Li dan samwi to-tiang ini siapa kah? Dan ada keperluan apakah dengan saya?"
"Tiong Li, engkau pemberontak! Menyerahlah untuk kami tangkap!"
"Aih, to-tiang! Kenapa to-tiang berkata demikian? Saya sama sekali bukan pemberontak, bahkan saya melaksanakan perintah Yang Mulia Kaisar untuk menemukan kembali Mestika Golok Naga!" bantah Tio ng Li. "Siapakah sam-wi?"
"Pinto adalah Im Seng Cu dari Lu-liang-san," kata yang memegang tongkat, dan bertubuh kurus tinggi,