Walet Besi Chapter 32

NIC

Tampaknya kemarin malam Leng Souw-hiang sudah tidur dengan nyenyak.

Sekarang semangatnya sudah kembali pulih.

Kehilangan banyak darah sudah membuat mukanya terlihat sangat pucat, namun sekarang rona warna merah darah sudah samar-samar tampak dikedua pipinya.

Kelihatannya dia sudah kembali sehat dengan cepat.

Matanya yang sudah berpengalaman langsung dapat mengetahui maksud kedatangan Wie Kie-hong menemuinya.

Dia tidak menunggu Wie Kie-hong berbicara, dia sudah bertanya: "Ada masalah apa?" "Ayah!" walaupun keberanian Wie Kie-hong sekarang sudah beratus kali lipat, namun ketika kata-katanya sudah sampai di bibirnya, dia kembali menimbang-nimbang, "ada sebuah masalah yang ingin kutanyakan" "Masalah apa?" "Pada saat ayah menyuruh ayah kandungku untuk pergi menyelesaikan sebuah urusan, aku ingin tahu urusan apa yang harus diselesaikan?" "Mengapa kau menanyakan hal ini?" Nada bicara Leng Souw-hiang terdengar sangat tenang.

Sepertinya dia tidak merasa kaget "Aku ingin tahu penyebab kematian ayah ku..." "Apakah kau tidak percaya padaku?" Tiba-tiba raut muka Leng Souw-hiang berubah.

"Aku tidak bermaksud seperti ini ....berita mengenai kematian ayahku, selama ini aku hanya mendengar kabar saja.

Bahkan ayah pun tidak pernah melihat jasadnya.

Dan lagi kemarin malam ayah sudah melihat sendiri pedang pusaka milik ayah kandungku.......

ini membuatku berpikir bahwa ada kemungkinan ayah kandungku masih hidup.

Ayah angkat, dugaanku mungkin ayahku tidak menyelesaikan masalah yang harus diurusnya dengan baik, karena itu dia tidak berani pulang untuk menjumpaimu...." "Omong kosong!" Leng Souw-hiang sudah mulai marah, "mengapa kau punya pikiran seperti ini" bukankah ini menjelek-jelekkan nama ayahmu sendiri" ayahmu sangat setia padaku, dia tidak pernah melupa-kan budinya.

Kie-hong, katakanlah, siapa yang sudah menyuruhmu menanyakan hal ini padaku?" "Tidak....

tidak ada...." Wie Kie-hong sedikit gugup.

"Kie-hong!" nada bicara Leng Souw-hiang kembali terdengar lembut.

"Walaupun aku jarang keluar rumah, namun aku tahu semua masalah yang terjadi diluar sana.

ayahmu memang sudah mati, karena banyak alasan, aku tidak bisa mengirim orang mencari jasadnya dibawa pulang.

Namun kau tenang saja, akhirnya aku mengerti pikiranmu." "Tapi pedang itu...." "Sekarang aku menyesal sudah menceritakan tentang pedang itu padamu.

Orangnya sudah mati, barang peninggalannya tentu diambil orang lain dengan mudah" "Tentu ayahku tidak mati karena sakit" "Tidak salah.

Dia memang sudah dibunuh orang" "Kalau begitu semuanya cocok, orang yang sudah menggunakan pedang pusaka milik ayah pasti ada hubungannya dengan asal usul kematiannya.

Aku tidak ingin berbohong bahwa aku ingin sekali menyelidiki masalah ini" "Kau ingin melakukan ini, sebenarnya tidak ada salahnya.

Hanya saja saat ini kau belum bisa langsung menyelidikinya.

Kie-hong! dengarlah kata kataku.

Jangan usik ketenangan Thiat-yan" "Aku tidak mengerti masalah ini.

apa hubungan antara menyelidiki asal-usul kematian ayah kandungku dengan Thiatyan?" "Dugaanku, orang yang kemarin malam berusaha mendongkel jendela pasti ada hubungan dekat dengan Thiatyan." "Apa ada bukti?" "Tidak ada, hanya dugaanku saja." "Jangan jangan....apakah waktu itu tugas yang sedang dijalankan oleh ayahku juga ada hubungannya dengan Thiatyan?" Ketika Wie Kie-hong masuk kedalam kamar, Leng Souwhiang sedang berbaring diatas ranjang.

Sekarang ini dia sudah loncat turun dan berdiri tegak.

Mukanya tampak tertekuk, nafasnya tersengal-sengal.

Wie Kie-hong belum pernah melihat dia marah seperti ini.

"Kalau kau masih percaya padaku, dan masih menganggapku sebagai orang yang lebih tua, kau dengarkan kata-kataku.

Kalau kau tidak percaya padaku, kupersilahkan kau pergi dari tempat ini.

kau ingin berbuat apapun kau bebas melakukannya.

Tidak ada yang bisa melarangmu" Wie Kie-hong jelas sudah pasrah.

Cara yang sudah diajarkan oleh Tu Liong gagal total.

Hutang budi yang besar sudah mencegahnya untuk terus maju.

Selain itu dasar hatinya sangat baik.

dia tidak ingin Leng Souw-hiang sakit hati.

Dia kembali ke kamarnya.

Hanya sekali melihat Tu Liong sudah tahu apa yang sudah terjadi........"aku tahu kau tidak berhasil menanyakannya, malah sebaliknya dimarahi habis-habisan.

Betul tidak?" "Aih...!" Wie Kie-hong hanya menghembuskan nafas sedalam-dalamnya...

"Sebenarnya ini sudah lebih dari cukup, kalau Leng Taiya tidak mau menceritakan kejadian yang sebenarnya, malah sebaliknya menjadi emosi, ini menunjukkan bahwa urusan yang sudah dia perintah-kan agar ayahmu menyelesaikan pekerjaannya adalah sebuah urusan yang tidak dapat diceritakan pada orang lain" Tampak Wie Kie-hong merasa tidak setuju dengan pernyataan ini.

Tapi dia hanya mengerutkan kening sambil berkata: "Mengapa kau bisa mengatakan hal ini?" "Apakah kata-kataku salah?" "Kalau misalnya Leng Taiya sudah mem-berikan sebuah pekerjaan yang tidak boleh diceritakan pada orang lain, bukankah ketika ayahku pergi meninggalkan kediamannya, juga tidak bisa diceritakan pada orang lain?" "Aih...kau sudah terlalu banyak membaca buku.

Sepertinya kau sudah terbelit dengan kata-kata ini.

siapa yang tidak punya rahasia" Yang namanya rahasia ya memang tidak bisa diceritakan pada siapapun.

Urusan yang tidak bisa diceritakan pada orang lain pastilah adalah urusan yang picik." Setelah Tu Liong mengatakan seperti ini, Wie Kie-hong merasa tidak enak hati.

setelah terdiam beberapa lama dia baru melanjutkan kata katanya.

"Sekarang aku tidak tahu harus berbuat apa lagi" "Kalau kau tidak ingin tahu kejadian yang sebenarnya, kau bisa bersantai dan tidur didalam rumah.

Kalau Thiat-yan datang kemari, barulah kau bisa berkata padanya...." "Buat apa menyindirku" Jelas sekali kau tahu betapa aku ingin mengetahui keberadaan ayahku saat ini.

kalau masih hidup, aku ingin menemuinya, kalau sudah mati, aku ingin mempersiapkan upacara penguburan dan membuatkan sebuah makam yang layak." "Kalau begitu kau harus pergi mencari Thiat-yan" "Mencari dia?" "Betul sekali, waktu itu bukankah dia mengatakan ingin bertukar syarat denganmu?" Wie Kie-hong merasa sulit membuat keputusan.

Tiba-tiba saja dia terpikirkan tentang Hiong-ki.

Karena itu dia membuat sebuah topik pembicaraan yang baru "Tu toako, apakah kau pernah mendengar seseorang yang bernama Hiong-ki?" "Kenapa?" "Dia datang kemari mencariku.

Dia berharap aku bisa memberimu peringatan" "Peringatan" Apa maksudnya?" "Dia berharap kau tidak ikut campur dalam masalah ini" "Sebenarnya dia tidak perlu datang padamu untuk memberi peringatan padaku lagi, kemarin dia sudah menemui aku.

Kita sudah berbincang-bincang sangat banyak.

Kata-katanya sudah memberi dampak yang mendalam bagiku.

Kie-hong, bukankah kau mengatakan bahwa aku sudah banyak berubah?" "Bagaimana keputusanmu....?" "Tenang saja, aku tidak mungkin membela-kangi Cu Taiya, hanya saja aku tidak akan terus menutup mata dan mematuhinya.

Aku mengerti semua kejadian yang terjadi.

Hutang budi harus dibalas, namun tidak bisa hanya mengandalkan ini saja, menurutmu benar tidak?" "Apakah Tiat Liong-san orang jahat?" "Mengapa tiba-tiba kau menanyakan hal ini?" "Kalau dia orang jahat, maka hukuman mati adalah pembalasan yang setimpal.

Kalau dia bukan orang jahat...." "Menurut pandanganku, tidak masalah apakah Tiat Liongsan orang jahat ataupun orang yang baik, semua ini tidak ada hubungannya.

Yang paling penting adalah mengetahui motivasi angkatan tua kita.

Apa maksud mereka bersamasama mencelakai Tiat Liong-san?" "Apakah ini urusan yang ingin kau tahu?" Tu Liong menganggukan kepalanya.

"Kalau begitu harus mencari Thiat-yan untuk minta penjelasan, itu sebuah keharusan" Tu Liong mengangguk-anggukkan kepalanya lagi.

"Baiklah.

Aku akan pergi mencarinya" "Hati-hati dengan Boh Tan-ping yang selalu ada disisinya" "Oh...?" "Paling baik kau bisa berbicara dengan Thiat-yan secara diam diam.

Boh Tan-ping adalah teman baik Tiat Liong-san, namun dia juga adik angkat Cu Taiya" Wie Kie-hong terlihat sangat kaget Kedua pemuda ini sudah menganggap Cu Siau-thian sebagai dalang pembuat onar.

Tu Liong merasa terjepit dalam situasi yang canggung itu, dia merasa serba salah, sifat dan karakternya yang lurus, mem-bangkitkan rasa ingin tahunya, membuat dia ingin mengkorek rahasia, namun hatinya yang lemah membuatnya tidak tega melihat Cu Siau-thian mendapatkan masalah.

Situasi yang dialami oleh Wie Kie-hong jauh lebih sederhana daripada Tu Liong.

Kalau diteliti dari berbagai macam sudut pandangpun, Thiat-yan seperti-nya sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi dengan Leng Souw-hiang.

Kalau Wie Kie-hong ingin mencari dirinya untuk berbicara, ini bukanlah suatu hal yang sulit dikerjakan.

0-0-0

Thiat-yan tidak terkejut ketika menyambut kedatangan Wie Kie-hong yang mendadak.

Sepertinya semua sudah dia perkirakan sebelumnya.

Sekali melihat dirinya dia tersenyum dan bertanya, "Bagaimana kunjunganmu ke Sie-san?" Wie Kie-hong tidak menjawab.

Dia langsung mengatakan tujuan datang menemuinya: "Thiat-yan! dahulu kau pernah mengucapkan tentang sebuah perjanjian, apakah kau masih ingat?" "Tentu saja ingat" "Apakah sekarang masih berlaku?" "Masih berlaku" "Baik! Kalau begitu aku bersedia membuat pertukaran dengan dirimu" Thiat-yan melihat dia dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan sangat cermat.

Seolah-olah dengan melakukan ini dia bisa melihat isi hatinya.

Posting Komentar