Walet Besi Chapter 19

NIC

Tu Liong memacu kudanya dengan kecepatan penuh, pulang ke kediamannya.

Setelah sampai, pertama-tama dia masuk ke dalam kamar Cu Siau-thian untuk memastikan bahwa semua keadaannya masih aman.

Setelah itu dia pergi berpatroli mengawasi keadaan rumahnya.

Dia memeriksa semua penjagaan dengan sangat teliti, jangan sampai penjagaan itu memiliki celah yang dapat diselusupi dengan mudah.

Namun dia tetap merasa bahwa pembunuh beralis putih pasti masih bisa menerobos masuk kedalam rumahnya.

Karena ketika pembunuh beralis putih mengatakan didalam matanya 'Tidak ada tembok...

tidak terdapat pintu'...

dia mengatakan semua itu dengan penuh rasa percaya diri.

Dia lalu kembali ke kamarnya sendiri, dia bermaksud menunggu pembunuh beralis putih menunjukkan batang hidungnya.

Ternyata yang terjadi bukan dirinya yang harus menunggu kehadiran pembunuh beralis putih, sebaliknya pembunuh beralis putih yang sedang menunggu kehadiran dirinya, pembunuh beralis putih sudah lebih dahulu sampai ke kediaman Cu, sudah memasuki kamarnya, dan bahkan sekarang dengan sangat tenangnya dia duduk diatas bangku yang biasa diduduki olehTu Liong.

Sekarang, dia sekali lagi tampil sebagai pembunuh beralis putih.

Entah bagaimana caranya, alisnya sudah kembali berwarna putih dan kedua bola matanya juga sudah kembali berwarna merah.

Namun sinar mata yang berkilau tajam tampaknya masih terlihat jelas di dalam kedua mata aslinya.

Sepatah kata pun tidak diucapkan oleh Tu Liong, dia terus berjalan mendekati sebuah lemari dan membuka sebuah laci penyimpanan rahasia.

Dari dalam laci tersebut dia mengambil empat lembar uang kertas orang asing.

Cu Siau-thian tidak terlalu ketat mengawasi keuangan dirinya, membuat dia masih sanggup menyimpan sedikit uang untuk digunakan.

"Empat ratus uang kertas asing?" tanya pembunuh beralis putih dingin "Tiga ratus uang kertas asing setiap bulan pasti akan kubayar, seratus lagi akan dibayar setelah kau membantuku menyelesaikan sebuah tugas." "Kau belum mau menyuruhku untuk mem-bunuh seseorang?" "Saat ini aku belum membutuhkannya" "Kau ingin aku membereskan urusan apa?" "Aku ingin kau membantuku mengirim sebuah surat.

Surat ini harus diam-diam kau selipkan di samping bantal tempat penerima surat yang biasa tidur.

Namun ketika menaruh surat ini sama sekali tidak boleh dilihat orang lain." "Tenang saja!" Sekali lagi pembunuh beralis putih berkata dengan nada angkuh dan terkesan membanggakan diri.

"Disini kau memiliki empat penjaga yang jelas terlihat dan empat orang yang bersembunyi ditempat rahasia, aku sudah mempersiapkan semua dengan teliti.

Mereka semua tidak mungkin akan mengetahui bagaimana aku bisa masuk kedalam rumah ini...." Saat ini entah apa yang dirasakan oleh Tu Liong.

Entah perasaan kagum, atau rasa khawatir dan was was.

Kalau pembunuh beralis putih ini seorang musuh, apakah dia masih bisa berharap hidup" Mengapa dirinya tertimpa rejeki seperti ini" bertemu dengan pembunuh beralis putih, datang ke depan pintu rumahnya dan menjadi pembantunya" Sedikit banyak pasti akan menimbulkan kectirigaan orang lain.

Hanya saja Tu Liong tidak ingin mempermasalahkan urusan ini lebih jauh.

Dia lalu duduk didepan meja dan mulai menulis diatas kertas dengan penuh konsentrasi.

Karena dia sangat pintar dan lagi sangat terpelajar, walaupun belum pernah benarbenar mempelajari tentang kesusastraan Tionggoan atau mempelajari buku, namun dia masih mampu menulis tulisan mandarin yang sangat bagus.

Alur kata-kata yang dituliskan pun sangat baik.

Surat yang ditulisnya ini sangat sederhana, namun memiliki penekanan yang sangat keras.

Dia hanya menuliskan sepuluh huruf sederhana....hutang mata harus dibalas mata, hutang gigi harus dibalas gigi.

Setelah selesai menulis surat, dia menaruh kuas dan mulai melipatnya.

Setelah itu dia menyerahkannya pada pembunuh beralis putih, dia juga menjelaskan tempat tinggal Thiat-yan pada pembunuh beralis putih dengan sangat jelas, pembunuh beralis putih mengambil surat itu dan langsung pergi.

Tu Liong mengikutinya pergi keluar kamar.

Diluar tampak para penjaga yang masih sibuk berpatroli, mereka tampak kaget.

Mereka semua tidak menyangka bisa ada orang lain didalam rumah, jelas menunjukkan bahwa mereka sama sekali tidak mengetahui pembunuh beralis putih sudah berhasil masuk.

Bukankah ini adalah hal yang sangat tidak masuk akal" "Tu Liong!" tiba-tiba ada orang yang menyapa dirinya dari belakang.

Orang itu adalah Cu Siau-thian.

Tampaknya Cu Siau-thian tidak mengetahui kalau pembunuh beralis putih baru saja melenggang keluar dari rumahnya.

"Cu Taiya" "Apa yang sedang kau pikirkan saat ini?" "Emm!!" dia menjawab dengan bergumam, seperti sedang memikirkan sebuah masalah yang selamanya pun tidak akan memiliki jawaban.

"Aku ingin berunding dengan Thiat-yan." "Berunding" Aku tidak mengerti...." "Mungkin nanti bisa terpikir jalan penyele-saian yang lain...." "Apakah Tuan sudah gentar menghadapi Thiat-yan?" "Tu Liong, Urusan yang sudah aku kerjakan harus aku selesaikan sendiri, aku tidak mau melibatkan dirimu" Walaupun Tu Liong sama sekali tidak mengerti perasaan orang-orang generasi diatasnya, namun dia sangat mengerti majikannya Cu Siau-thian.

Didalam hatinya, dia pasti menyimpan rahasia besar yang tidak dapat diberitahukan pada orang lain.

Di dalam hatinya diam-diam Tu Liong membuat sebuah rencana., dia berencana untuk membujuk Cu Siauthian membeber-kan semua rahasia yang sudah disimpannya selama ini.

"Budi yang sudah Tuan berikan padaku sangat besar bagaikan sebuah gunung, dalam sedalam lautan.

Mengapa aku mengatakan kata-kata ini" aku hanya memiliki sebuah permintaan." Tu Liong tidak langsung mengungkapkan apa yang diinginkan.

Dia membelokkan kata katanya dengan sangat manis.

"Permintaan apa" Katakanlah" "Pada waktu kalian mencelakai Tiat Liong-san, bagaimanakah kejadian sebenarnya" Tuan tidak menceritakannya dengan jelas, membuat apa yang ku tahu sangat kabur.

Apakah Cu Taiya bisa menceritakannya dengan lebih terperinci?" "Dari permulaan pun aku sudah memberitahu padamu.

Mengenai hal ini kau sama sekali tidak boleh menanyakan tentang apapun, apakah kau sudah lupa pada perjanjian kita pada waktu itu?" "Betul....Betul...." Belum apa-apa Tu Liong sudah terbentur janjinya, terpaksa dia mengurungkan niatnya.

"Bagaimana rencanamu nanti menghadapi Thiat-yan?" tanya Cu Taiya.

"Mengenai hal ini aku harus memikirkan apa yang tuan inginkan dulu" "Oh..." kau harus memikirkan keinginanku dulu?" emosi yang dipancarkan diraut muka Cu Siau-thian tampak sangat rumit.

"Jujur saja, setelah mencelakai Tiat Liong-san, tidak sehari pun aku tidak menyesali perbuatanku itu.

Sedangkan Thiatyan adalah anak perempuan satu-satunya, bagaimana aku harus memperlakukan diri-nya?" "Bila dia bermaksud mencelakai dirimu?" "Tentu saja siapapun tidak ingin dirinya dicelakai oleh orang lain.

Tapi aku harus tahu dia ingin berbuat bagaimana dulu padaku.

Kalau tidak terlalu serius, aku bersedia menanggungnya." "Cu Taiya, kadang-kadang rasa sakit datang tiba-tiba.

Kita tidak mungkin membuat persiapan terlebih dahulu, oleh karena itu aku punya sebuah rencana.

Kalau Thiat-yan benar benar ingin mendapat-kan sebuah barang, aku tidak hanya tidak akan menghalangi keinginannya, malah sebaliknya akan diam-diam membantu dirinya.

Tapi kalau dia ber-maksud untuk melukai tuan, aku tidak mungkin berdiam diri." "Tu Liong!" Cu Siau-thian menggeleng-gelengkan kepalanya "aku tahu kau adalah seorang anak yang berhati mulia.

Kau sangat pemberani, kuat dan gagah.

Kau pun sangat pintar, hanya saja kau juga memiliki sebuah kekurangan.

Dari kecil kau tumbuh besar di Pakhia, kau belum pernah pergi berkelana keluar Pakhia, belum mengetahui kejamnya dunia diluar sana.

Kau belum tahu kejahatan apa yang bisa dilakukan seseorang....

"T u Li Ong, yang selalu aku khawatirkan selama ini, kau bisa saja kalah dibawah tangan Thiat-yan." "Apakah tuan tidak percaya padaku?" "Aku bukan tidak percaya kemampuanmu, aku hanya khawatir....kalau aku menerima pembalasan dari Thiat-yan, itu adalah hukuman yang setimpal.

Tapi kalau kau yang menerima penderitaan, itu tidak tepat." "Tuan tenang saja.

Aku tidak mungkin mengecewakanmu!" setelah berkata demikian, Tu Liong segera berjalan keluar.

Tiba-tiba dia menyadari, Cu Taiya sengaja berkata yang kesana-kemari, tujuannya hanya satu....untuk mengusik dirinya bertindak lebih jauh.

Dia tidak ingin dirinya kalah di tangan Thiat-yan.

dia adalah seorang pemuda jantan yang sangat lurus, dia tidak senang pada masalah yang berbelitbelit.

Tapi dia tidak merasa jenuh terhadap tingkah laku Cu Taiya.

Dia tahu, generasi tua senang sekali memperhitungkan keadaan, siasatnya banyak, sekarang sepertinya hal itu sudah menjadi sebuah kebiasaan.

Dia terus berjalan keluar, Cu Taiya tidak memanggil lagi.

ini menandakan bahwa semua perkiraan Tu Liong tidaklah salah.

Cu Taiya memang tidak bermaksud mencegah dia maju, namun juga dia diam-diam memberi semangat padanya untuk bertindak lebih cepat.

Dia ingin Tu Liong segera mengurus Thiat-yan sampai tuntas.

Kalau saja hal ini terjadi pada orang lain, Tu Liong pasti akan membongkar rahasia tuannya.

Namun rasa hutang budi pada Cu Taiya sudah mencegahnya.

Dia terpaksa mengikuti semua perintah majikan dan melaksanakannya, lagipula dia tidak merasa bahwa melakukan hal itu adalah sebuah kesalahan.

0-0-0

Ketika Thiat-yan mengirimkan kereta kuda untuk menjemput Wie Kie-hong, Tu Liong sudah mengikutinya diamdiam.

karena itu dia tidak membuang banyak tenaga ataupun waktu untuk mengetahui dimana rumah kediaman Thiat-yan.

Diatas daun pintu masuk terdapat sebuah papan nama besar terbuat dari kayu, yang terukirkan kata-kata "Kediaman Boh" dua patah kata sederhana.

Posting Komentar