Dari hal kecil ini sudah terlihat kemampuan yang dimiliki oleh Thiat-yan.
bahkan seorang kusir kereta kuda pun berpakaian rapi dan memiliki ilmu silat tinggi.
Dia pasti mendapat pengarahan yang ketat darinya.
Sepanjang perjalanan Wie Kie-hong merasa kereta kuda selalu berjalan diatas jalanan yang rata.
Ini menunjukkan bahwa kemanapun mereka pergi, mereka belum meninggalkan kota.
Setidaknya Wie Kie-hong yakin tentang kesimpulannya.
Setelah berkendaraan selama kurang lebih setengah jam, akhirnya kereta berhenti.
Wie Kie-hong mendengar suara pintu mem-buka.
Setelah itu kereta kembali bergerak maju.
Bahkan pekarangan didalam rumah Thiat-yan memiliki jalan untuk dilalui oleh kereta kuda.
Walau belum melihatnya, Wie Kie-hong sudah bisa membayangkan betapa besarnya rumah yang dikunjunginya ini.
Akhirnya kain pembalut berwarna hitam dilepaskan.
Wie Kie-hong dipersilahkan turun dari kereta.
Yang pertama kali dilihatnya adalah sebuah pekarangan dengan taman bunga yang berwarna hijau segar.
Pekarangan rumah besar ini tidak hanya luas, namun juga sangat nyaman, didalam benaknya berpikir, jika dibandingkan dengan kediaman Leng Taiya, tempat ini jauh lebih menyejukkan hati.
Kesan pertama mengunjungi tempat ini benar-benar sangat menyenangkan.
Sekarang dihadapannya sudah berdiri dua orang gadis pesuruh yang berusia sekitar lima-enam belas tahun.
Mereka berdua berdiri sebelah menyebelah, merangkupkan tangan dan menyambut kedatangannya.
Tingkah laku mereka sangat ramah dan sopan santun.
Kesan kedua juga sangatbaik.
Keadaan didalam ruangan tertata dengan sangat rapi dan megah.
Syair literatur dan gambar-gambar yang tergantung di tembok juga sangat istimewa.
Peralatan semuanya terbuat dari kayu merah.
Jika dibandingkan dengan perabotan yang ada di kediaman keluarga Leng, semuanya tampak jauh lebih bagus.
Tidak terasa Wie Kie-hong mendecak kagum.
Kira-kira berapa banyak kekayaan Thiat-yan ini" Tentang Tiat Liongsan, sebelumnya dia sudah men-dengar sedikit.
Biasanya orang yang sangat kaya atau memiliki kekuasaan, kebanyakan keluarganya tidak utuh.
kesan ketiga membuat Wie Kie-hong diam-diam merasa aneh, dia merasa curiga.
Peralatan minum teh yang disuguhkan semuanya terbuat dari porselen mahal dari daerah Kang Sie.
Wie Kie-hong merasa seolah olah dia sedang berada di alam mimpi dan dijamu oleh para dewi.
Wie Kie-hong sudah sering keluar masuk rumah orang-orang penting dan para pejabat kaya, namun dia belum pernah menjumpai rumah mewah seperti ini sebelumnya.
Akhirnya tuan rumah keluar menyambutnya, menilai raut mukanya, sepertinya dia tidak ramah, namun tidak licik, postur tubuhnya kekar namun tetap langsing.
Dinilai dari tubuhnya, tampak dia berusia kurang lebih baru sekitar dua puluh tahun saja.
Namun berdasarkan raut mukanya, Wie Kie-hong merasa umurnya seperti tidak hanya dua puluh tahun saja.
Orang inilah orang yang sudah membuat empat perkara yang sangat kejam.
Perempuan ini adalah penjahat yang sedang diburu oleh Tu Liong dan dirinya.
Wie Kie-hong benarbenar tidak percaya, dia merasa situasinya kurang baik.
Ini karena dia tidak tahu bagaimana menghadapi nona yang cantik dan menarik sekaligus melampiaskan dendam kesumatnya.
"Wie kongcu?" ini adalah kalimat pertama yang diucapkan oleh tuan rumah.
"Betul.
Namaku adalah Wie Kie-hong.
Anda adalah....?" "Thiat-yan" jawabannya singkat, sederhana namun sangat bertenaga.
Lawan bicaranya sudah memperkenalkan diri sebagai orang yang sudah memotong tangan Leng Souw-hiang.
Namun tetap saja Wie Kie-hong tidak bisa menunjukkan niat bermusuhan.
Dia diam-diam hanya mengatupkan rahangnya kuat kuat.
"Wie Kongcu mungkin akan merasa bahwa undangan yang kuberikan pada anda sangat mendadak.
Sebenarnya undangan ini sudah kurencana-kan semenjak setengah tahun yang lalu." "Aku tidak mengerti apa maksudmu" Wie Kie-hong kebingungan...
"Maksudku adalah aku sudah mengetahui tentang penyebab kematian ayahmu sekitar setengah tahun yang lalu.
Semenjak hari itu aku bertekat mencari kesempatan untuk memberitahukan sendiri padamu" Setelah menyinggung tentang penyebab kematian ayahnya, Wie Kie-hong merasakan emosi yang sulit dikendalikannya.
Namun dia tidak ingin salah tingkah dihadapan Thiat-yan.
Karena itu dia sekuat tenaga menahan diri.
dengan tenang dia berkata: "Maaf aku berkata terus terang.
Berdasarkan pendirianmu dan pendirianku, aku tidak mungkin akan datang kemari menjadi tamumu.
Aku datang kemari karena ingin mencari tahu tentang sebuah masalah...." Thiat-yan memotong kalimatnya dan berkata: "Aku pasti akan memberitahu dirimu, namun aku punya sebuah syarat sebagai imbalannya." "Oh..." syarat?" "Wie Kongcu jangan terkejut.
Jadi manusia haruslah adil.
Mengurus sebuah masalah pun tetap harus adil.
Satu tael bisa membeli kue bakar, sepuluh tael barulah bisa membeli kue bakar ditambah dengan daging.
Betul tidak?" Wie Kie-hong tumbuh besar di rumah kediaman keluarga Leng Souw-hiang.
Dengan begitu secara otomatis dia tidak kampungan.
Setelah men-dengar Thiat-yan mengucapkan kata 'syarat' hatinya langsung merasa waspada.
"Sebelum kau mengatakan syarat yang harus kupenuhi, kau sebaiknya menilai baik-baik diriku.
Persyaratan apapun yang akan kau berikan nanti, mungkin saja aku tidak dapat memenuhinya." "Wie kongcu terlalu sungkan." "Coba katakanlah dulu syaratmu, supaya kita tidak membuang-buang waktu" "Setelah Leng Souw-hiang terluka, kau cepat-cepat pergi ke gang San-poa dan menemui Bu Tiat-cui.
Mengapa kau pergi kesana" Inilah syarat satu-satunya yang ingin kuketahui, kau harus menjawab dengan jujur." "Pergi meramal nasib" "Meramal nasib?" Thiat-yan tertawa dingin "meramal nasib siapa?" "Meramal nasib si pelaku kejahatan.
Aku ingin melihat kapan dia akan terjerat jaring takdir yang jarang namun tetap tidak bisa tertembus, (kapan Thiat-yan akan kalah)" "Wie Kie-hong!" panggilan ramahnya sudah berubah.
Nada bicaranya juga berubah, "apakah kau tahu apa akibat dari kata-kata lelucon semacam ini?" "Aku tidak sedang bercanda" Rahang Thiat-yan mengatup sangat keras, dia sepertinya hendak segera berubah pikiran.
Namun dia tetap saja tabah menahan semua emosinya, tetap dengan suara lembut dan ramah berkata: "Wie Kie-hong! Penyebab kematian ayahmu merupakan hal yang sangat penting bagimu.
Apakah kau mengerti?" "Tentu saja aku mengerti" "Kalau begitu, mengapa kau bersikap begini semacam itu dihadapanku" Aku benar benar beritikad baik menceritakan padamu." "Aku juga beritikad baik" "Tapi yang kau katakan tadi adalah sebuah kebohongan.
Aku tahu itu!" "Bagaimana kau tahu aku sedang berbohong?" "Wie Kie-hong! Karena relasi tertentu, aku harus tetap menjaga sopan santunku padamu.
Aku tidak bisa menggunakan kekerasan, juga tidak bisa menghadapimu dengan cara kejam, terhadap orang lain aku tidak akan berbuat seperti ini.
kalau kau tidak bicara, aku bisa bertanya pada orang lain." "Bertanya pada siapa?" "Aku bisa bertanya langsung pada Bu Tiat-cui.
Tentu saja tidak akan bertanya baik-baik seperti ini.
apakah kau ingin membuat dia menderita?" 'Untung Bu Tiat-cui sudah pergi menghindar,' pikir Wie Kiehong dalam hati.
"Wie Kie-hong! Aku berharap kau ingat hal itu dengan baik" "Kau tadi mengatakan bahwa karena relasi tertentu, kau harus tetap menjaga sopan santun padaku.
Apa maksud dari kata-katamu ini ?"" "Sekarang aku tidak dapat mengatakan pada-mu.
Waktunya belum tepat." "Nona Yan!" Wie Kie-hong mendadak berdiri lalu berkata, "aku merasa kabar yang kau miliki mengenai kematian ayahku adalah jebakan untuk menipuku.
Dari awal kau sudah sengaja membuat urusan sederhana menjadi rumit.
Aku tidak suka berurusan dengan orang yang berbelit-belit.
Sekarang aku ingin pergi, bisakah kau menyuruh memper-siapkan kereta kuda dan mengantarkanku pulang?" "Wie Kie-hong! Sebelum kau meninggalkan tempat ini, sebaiknya kau mempertimbangkan keputusan itu matangmatang...." "Mengapa?" "Sekarang ini kita berdua masih terhitung sebagai teman.
Sebenarnya aku tahu kau tidak ingin mengakui kalau kita berdua adalah teman.
Setidaknya kau tidak kuanggap seorang musuh.
Setelah kau meninggalkan tempat ini, kita berdua akan segera menjadi musuh bebuyutan." "Cepat atau lambat aku pasti akan meninggalkan tempat ini.
betul tidak?" "Jika kau pergi setelah kita mendapat titik temu, bukankah lebih baik?" "Kata-katamu sungguh membuat orang sulit untuk tertawa ataupun bersedih.
Kau sudah melukai ayah angkatku, setelah itu kau masih ingin menjalin hubungan yang baik denganku.
Bagaimana bisa?" Kata-kata Wie Kie-hong ini sudah menggambarkan keputusan yang sudah dibuatnya.
Tidak salah, semula dia ingin mengetahui penyebab kematian ayahnya, namun dia lebih menghargai jasa Leng Souw-hiang yang sudah merawatnya sampai dewasa.
Thiat-yan sudah melukai Leng Souw-hiang, tentu saja dia tidak mungkin menjalin hubungan yang baik dengan Thiat-yan.
"Nyalimu sangat besar!" "Apa maksudnya?" "Nyawamu saat ini sedang berada diujung tanduk, namun kau masih berani mengatakan semua itu.
apakah kau tidak takut aku berubah pikiran dan mencelakaimu?" "Kalau kau berpikir seperti itu, kau benar-benar masih kolokan kau sudah mengundangku datang kemari, tentu saja kau akan mengantarkanku pergi.
Kalau kau mencelakaiku disini, kau benar-benar picik.
Apakah kau akan melakukan hal picik semacam itu padaku?" Muka Thiat-yan menjadi merah.
"Maaf !!" Wie Kie-hong berdiri, "sekarang aku akan pergi" "Tunggu sebentar.
Aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan" "Katakanlah!" "Apakah kau bermaksud membalaskan dendam ayah angkatmu?" "Apa maksudnya membalaskan tangannya yang sudah kau potong?" "Betul" "Ayah angkatku tidak pernah menyuruhku membalas dendam" "Orang yang bersangkutan pun tidak berkata apa- apa.
itu menggambarkan hatinya tidak ada rasa sesal.
Sebaiknya kau tidak usah ikut campur dalam urusan ini.