Jika saat peristiwa itu berlangsung, dia sedang berada di sisi Leng Souw-hiang, pelakunya belum tentu dapat memotong tangan Leng Taiya dengan begitu mudah.
Tiga orang ahli pengobatan spesialis merawat luka yang terkenal dipanggil ke kediaman Leng Taiya untuk merawat lukanya.
Berkat kepandaian mereka, nyawa Leng Souw-hiang dapat terselamatkan.
Luka fisiknya dapat disembuhkan, namun luka batinnya sulit untuk diobati.
Setelah peristiwa itu dia selalu mengurung diri dan tidak ingin bertemu dengan siapapun juga.
Leng Souw-hiang menyuruh semua orang untuk meninggalkannya, dia hanya ingin menemui anak angkatnya Wie Kie-hong seorang diri.
"Kie-hong!" kata Leng Souw-hiang tampak sangat lemah, namun dia masih terlihat mantap, "duduklah, ada urusan yang ingin aku beri tahukan padamu." Wie Kie-hong memindahkan sebuah bangku panjang dan duduk disamping ranjang.
"Tadi aku dengar kalau Hui Ci-hong, Tan Po-hai, dan Oey Souw juga terluka sangat parah...." Leng Souw- hiang mengatakan kalimat ini kata per kata dengan sangat jelas, "kalau betul seperti ini, aku bisa menebak asal-usul pelakunya." "Ayah!" setelah ayah kandungnya meninggal, Wie Kie-hong lalu memanggil Leng Souw-hiang dengan sebutan itu, "Aku dengar pelakunya adalah seorang perempuan muda yangbaru berumur dua puluh tahun." "Memang dia adalah seorang perempuan muda, namun kau sama sekali tidak boleh memandang rendah perempuan ini.
di seluruh tubuhnya aku merasakan hawa yang dimiliki seorang pembunuh yang sangat beringas, sangat tidak baik untuk dihadapi ....
Kie-hong, sekarang aku ingin kau mengerjakan suatu tugas.
Tapi ingat! Kau tidak boleh memberitahukan tugas ini pada siapapun juga!" "Baiklah ayah" "Di seberang gang San-poa tempat kediaman raja Su-cen, ada seorang peramal, dia selalu membawa spanduk tanda ramal.
Dia selalu dipanggil Bu Tiat-cui.
Kalau kau sudah menemuinya, berikan barang ini padanya...." Leng Souwhiang mengeluarkan sebuah hiasan yang terbuat dari giok dari balik bantalnya.
Melihat dari warna dan garis-garis di permukaannya, mudah ketahuan kalau itu bukanlah sebuah barang yang berharga, "berikanlah barang ini pada Bu Tiatcui, nanti dia akan memberikanmu sebuah kotak kecil yang terbuat dari kulit impor dari luar negeri." "Ayah! Apakah aku harus membawa kotak itu dan memberikannya padamu?" "Tidak!" suara Leng Souw-hiang, "kau harus cepat-cepat pergi naik kereta ke sebelah utara Tai-ouw, dan buanglah kotak itu ke laut." Wie Kie-hong tertegun.
Leng Souw-hiang mengulang perintahnya: "Kie-hong, ada dua hal yang harus kau ingat.
Walaupun kau harus kehilangan nyawamu, kau tidak boleh membiarkan orang lain merebut kotak yang akan kau bawa itu, kau juga tidak boleh melihat isi kotak itu!" "Baik" "Kau cepatlah pergi, pergilah seorang diri, jangan sampai ada seorang pun yang mengikutimu.
Jangan sampai ada seorangpun mengenali siapa dirimu!" "Baik" Tahun ini Wie Kie-hong barulah berumur dua puluh duatiga tahun.
Sebenarnya sejak awal pun dia sudah mencari mempelai perempuan dan menikah.
Namun dia membuat ikrar di depan para dewa, bahwa sebelum dia mengetahui dengan jelas apa yang sudah membuat ayah kandungnya meninggal, dia iidak akan memiliki seorang istri.
Dia selalu menuruti dan melakukan semua perintah yang diberikan 'oleh Leng Souwhiang, hanya perintah mencari istri ini saja yang tidak digubrisnya.
Walaupun Wie Kie-hong masih muda, namun dia sangat berpengalaman.
Dia sangat tenang, kharisma nya yang besar seperti sudah menjadi pembawaan sejak lahir! Setelah menyanggupi perintah ayahnya, dia segera meninggalkan kediaman keluarga Leng.
Dia tidak menaiki kereta kuda miliknya sendiri, tapi dia pergi ke depan gang dan menyewa sebuah kereta.
Kereta yang dikendarainya berhenti di depan gang Sanpoa.
Wie Kie-hong turun disana.
Pertama-tama dia melihat kiri dan kanan memperhatikan keadaan disekelilingnya.
Setelah itu dia perlahan-lahan berjalan menuju ke dalam gang dengan sangat santai, tempat tinggal raja Su-cen yang berukuran dua puluh hektar masih ada disana, hanya saja pada sekarang gangnya sangat ramai.
Banyak kereta kuda berlalu lalang bagaikan air yang mengalir.
Dia terus berjalan kedalam, setelah berjalan beberapa lama, dia akhirnya melihat sebuah tanda yangbertuliskan "Bu Tiat-cui" ini.
Tempat ini adalah sebuah rumah yang memiliki tiga pekarangan.
Pintu masuk ke tamannya setengah terbuka.
Wie Kie-hong masuk kedalam dengan langkah santai.
Setelah melewati pintu taman, pada pintu masuk rumah yang ada dihadapannya terpasang pelat yang bertuliskan syair: "percaya tidak percaya, boleh segera dicoba ...
tepat tidak tepat, nanti akan segera diketahui, setelah melewatinya pasti akan mendapat pengetahuan" dua kalimat ini bahkan anak yang berumur tiga tahun pun sudah bisa menghafalnya diluar kepala.
Dia berdiri didepan pintu masuk bangunan, dia tidak melepas topi yang dikenakannya ketika menengok kedalam ruangan.
Dengan suara yang enteng dia menyapa: "Apakah ada orang didalam?" Tidak ada jawaban.
Wie Kie-hong mendorong pintu masuk dan bertanya sekali lagi.
Namun tetap tidak terdengar jawaban apapun dari dalam, karena itu dia langsung berjalan masuk.
Ruang tamu bangunan itu tidak jauh berbeda dengan ruang tamu bangunan biasa, di sebelah kiri dan kanan terdapat ruang samping.
Pada pintu masuk ruang samping sebelah kanan tergantung tirai bambu, didepan pintu masuknya terdapat sebuah pelat kayu yang bertuliskan "Tamu yang terhormat, silahkan masuk" Wie Kie-hong berjalan kesana dan menyibak kan tirai bambu.
Dia terus berjalan masuk ke dalam.
Didalam terlihat Bu Tiat-cui sedang tertidur bersandar pada sebuah meja.
Namun dia segera sadar kalau dia sudah salah sangka.
Bu Tiat-cui bukan sedang tertidur di meja, tidak ada seorang pun yang bangun dari ranjang pagi-pagi sekali untuk segera kembali tertidur dimeja.
Apalagi barang-barang di seluruh ruangan itu sangat berantakan, sepertinya telah terjadi suatu perkara disini.
Wie Kie-hong berjalan mendekat untuk memeriksa keadaan Bu Tiat-cui dan segera dia merinding, dia belum pernah melihat kejadian yang seperti ini sebelumnya.
Diantara sepasang alis Bu Tiat-cui sudah tertancap sebatang jarum besi.
Dari keadaan jarum yang terlihat, dapat diduga kalau jarum itu sangat panjang.
Paling sedikit panjangnya bisa mencapai empat puluh centimeter.
Sekarang yang terlihat diluar keningnya hanya tinggal lima centimeter saja.
Jarum itu sudah menembus otaknya sejauh tiga puluh lima centimeter.
Tidak terlihat setetes darahpun disana.
Bu Tiat-cui meninggal dengan sangat bersih.
Sepertinya pelakunya benar-benar sangat kejam.
Wie Kie-hong sama sekali belum melupakan tugas yang sudah diberikan padanya.
Namun sayang dia tidak menemukan kotak yang harus diberikan padanya.
Mungkin juga kotak itu sudah direbut oleh orang lain.
Apa yang sedang dikerjakan oleh Bu Tiat-cui sebelum dia meninggal" Wie Kie-hong memeriksa keadaan ruangan dengan sangat teliti.
Dia menemukan bahwa sesaat sebelum meninggal, Bu Tiat-cui sedang menulis.
Kuas bulu tergeletak di lantai, tinta hitam tampak tercecer dimana-mana.
Namun apapun yang sedang ditulisnya, suratnya sudah diambil oleh orang lain.
Wie Kie-hong secara samar-samar dapat membayangkan kejadian pembunuhan yang terjadi pada waktu itu.
Dua orang laki-laki yang berperawak-an tinggi besar berdiri di sisi kiri dan kanannya dan memegangnya dengan kuat.
Orang yang satunya lagi memaksa Bu Tiat-cui untuk menyerahkan kotak yang dicarinya.
Dia menempelkan jarum panjang itu diantara kedua alisnya untuk mengancam Bu Tiat-cui.
Kalau tebakan Wie Kie-hong tidak salah, sepertinya pelakunya sudah mendapatkan barang yang dicarinya.
Kalau tidak, dia tidak mungkin membunuh Bu Tiat-cui.
Berdasarkan keadaan ruangan ini, Wie Kie-hong kembali menebak.
Bukan Bu Tiat-cui yang ter-paksa memberitahukan tempat kotak itu disembunyi-kan, namun si pelaku kejahatan sudah berhasil menemukan kotak itu sendiri dengan mengobrak-abrik semua barang-barang yang ada didalam kamar.
Wie Kie-hong merasa tidak perlu berada didalam ruangan itu lebih lama lagi.
dia harus cepat-cepat kembali pada Leng Souw-hiang dan melaporkan semua kejadian yang sudah dialaminya, dia akan melihat apakah Leng Souw-hiang memiliki jalan lain untuk menyelesaikan masalah ini.
Dia segera melangkah keluar.
Namun sewaktu dia sudah keluar dari bangunan, ketika masuk kedalam taman, tiba-tiba saja dia berhenti.
Sewaktu dia masuk ke dalam, dia tidak menutup pintu masuk taman.
Namun sekarang pintu masuk taman sudah tertutup dengan rapat.
Juga pada waktu itu dia sama sekali tidak merasakan ada angin yang bertiup.
Kalau misalnya memang daun pintu menutup karena tertiup angin, Wie Kie-hong pasti sudah mendengar suara pintu yang terbanting menutup.
Dia sudah menguasai ilmu silat selama puluhan tahun, semua pendekar yang menguasai ilmu silat pasti akan memiliki firasat bahwa ada sesuatu yang salah disini.
Oleh karena itu Wie Kie-hong menduga ada dua kemungkinan ...
kesatu sewaktu dia pertama masuk keruang pinggir didalam bangunan, seseorang masih berada di ruang tengah.
Dia memanfaatkan kesempatan ketika Wie Kie-hong berada diruang pinggir, diam-diam melarikan diri keluar, setelah itu dia menutup pintu.
Yang kedua adalah saat ini masih ada seseorang di dalam.
Mungkin dia berniat untuk berbuat sesuatu, sehingga dia sengaja menutup pintu masuk agar orang-orang yang lewat diluar tidak akan memperhatikan apa yang terjadi didalam.
Wie Kie-hong yakin bahwa kemungkinan kedua lebih masuk akal.
Kalau musuh cepat cepat pergi, dia tidak mungkin diamdiam keluar dengan menutup pintu.
Peluangnya sangat kecil.
Menutup pintu dari luar kemungkinan akan menimbulkan suara, bukankah itu akan membuat orang lain lebih curiga" Sekarang Wie Kie-hong sudah mempersiapkan diri, dia segera berjalan keluar.
Benar saja, tiba-tiba ada orang yang datang menyelinap dan berhenti dihadapan Wie Kie-hong.
Namun dugaannya tidak seratus persen tepat.
Yang keluar hanya satu orang saja, dan orang itu tidak terlihat akan menyerang.
Orang itu sepertinya berumur sekitar tiga puluh tahun, tubuhnya tinggi besar dan terkesan sangat kasar, gerakgeriknya ringan dan gesit.
Di sebelah tangannya memegang secarik surat.
Dia segera mengangkat tangan yang memegang surat dan menyodorkannya pada Wie Kie-hong.
Wie Kie-hong langsung mengerti apa yang diinginkan oleh orang itu.