Pedang Pusaka Naga Putih Chapter 29

NIC

berat, bahkan seorang di antaranya telah tewas.

Bhok Kian Eng luka berat, begitu pula Bie Cauw Giok dan Bie Kong Hosiang. Orang-orang yang terluka oleh jarum iblis itu, lukanya bengkak dan hitam, tanda bahwa senjata rahasia itu mengandung racun hebat. Setelah memeriksa dengan teliti, Han Liong lalu memasukkan pedang Pek-liong-pokiam ke dalam air dan menggunakan air itu untuk mengobati. Sungguh manjur sekali, begitu luka dicuci dengan air ini maka semua darah yang mengandung racun dapat dihisap keluar! Siok Sianseng menyatakan penyesalannya bahwa begitu banyak orang yang telah menjadi korban karena membela dia seorang. Lebih-lebih ketika ia mendengar bahwa nona Hong Ing diculik oleh iblis wanita itu, ia membanting-banting kakinya dan tanpa disadarinya air matanya mengalir membasahi pipinya karena merasa sedih dan marah.

"Biarlah... biarlah, aku akan menggunakan sisa hidupku yang tak berharga ini untuk menyalakan lagi api pemberontakan dan bersama kawan-kawan seperjuangan menggulingkan pemerintah musuh yang jahat ini!" Orang tua yang lemah tetapi penuh semangat baja ini berdiri dengan mata bernyala-nyala dan kedua tangan terkepal. Pada saat itu, seakan-akan semangat ayahnya menjalar di tubuh Han Liong. Anak muda ini melihat Siok Sianseng demikian bersemangat, merasa sangat terharu sehingga untuk sesaat ia melupakan kesedihannya karena terculiknya Hong Ing. Ia maju dan memegang lengan tuan rumah.

"Paman Siok, jangan khawatir, aku akan membantumu untuk membasmi perampok-perampok jahanam itu!" Siok Houw Sianseng memeluk Han Liong dengan terharu, kemudian setelah para korban dirawat, dan pengantin laki-laki telah pulang membawa isterinya, Siok Sianseng mengajak Han Liong, Yo Leng In, Hee Ban Kiat, dan Bie Kong Hosiang untuk berunding. Semenjak usaha pemberontakan yang dipimpin ayah Han Liong, Si Enhiong, gagal dan dihancurkan oleh pemerintah Ceng tiauw, Siok Houw Sianseng melarikan diri dan dengan diam-diam sasterawan patriot ini menulis sebuah karangan yang berjudul "Rakyat tak sudi dijajah." Berbulan-bulan Siok Houw dengan dibantu oleh puterinya menulis karangan ini sampai menjadi lima belas buah. Ia bermaksud hendak membagi-bagikan karya tulisannya ini ke segenap penjuru agar disalin oleh para patriot dan disebarkan di antara rakyat.

Tapi ia seorang lemah dan namanya telah tercatat dalam daftar hitam pemerintah penjajah, maka ia tak berdaya dan karangannya itu telah lama sekali tersimpan dalam kopornya. Kini melihat para orang gagah berkumpul, bahkan disitu ada putera Si Enghtong yang seakan-akan menjadi pengganti ayahnya, semangat sasterawan tua ini timbul kembali. Apalagi ketika ia mendapat kenyataan bahwa dirinya diincar dan hampir saja menjadi korban keganasan kaki tangan kaisar lalim, ia segera mengambil keputusan untuk mulai lagi perjuangan menentang pemerintah yang dibencinya itu. Setelah mendengar keterangan Siok Sianseng tentang karangan dan cita citanya, Han Liong memajukan dirinya sendiri untuk menjalankan tugas menghubungi orang-orang gagah di seluruh daratan Tiongkok dan membagi-bagikan tulisan Siok Sianseng itu. Semua orang setuju dan Siok Sianseng memberi nasehat,

"Si hiante telah menerima tugas suci ini, maka aku merasa bangga dan puas, karena keturunan Si Enghiong pasti akan bekerja dengan sempurna. Hanya saja, hendaknya Si hiante berhati-hati, karena dengan adanyapenyerangan terhadap rumah tanggaku, maka besar sekali dugaanku bahwa kaki tangan kaisar kejam itu telah mendengar tentang tulisanku itu dan tentu mereka akan bersusah payah dalam usaha mereka merampasnya." Setelah berunding dan mengambil keputusan bahwa semua orang gagah yang diundang oleh Han Liong dan yang lain-lain supaya datang menghadiri pertemuan di puncak Gunung Beng-san, tempat kediaman Beng-san Tojin, pada Go-gwee Cap-go untuk memilih seorang Bengcu atau kepala, maka pertemuan itu diakhiri.

Siok Houw membubarkan semua pelayan, dan karena puterinya telah mengikuti suaminya, sedangkan isterinya telah meninggal beberapa tahun yang lalu hingga ia hidup seorang diri, maka ia setuju untuk ikut dengan Hee Ban Kiat bersembunyi di kelenteng Bie Kong Hosiang, ialah kelenteng Kim-kee-tang di bukit Huntian-sie, agar ia dapat menyelamatkan diri dari kejaran kaki tangan pemerintah musuh. Yo Leng In juga pergi untuk mengumpulkan dan mengundang kawan-kawan seperjuangan lama yang dulu bersama-sama suaminya dan Si Enghiong pernah mengadakan pemberontakan dan gagal. Marilah kita tinggalkan dulu Han Liong yang pergi mencari hubungan dengan orang-orang gagah sefaham, dan baik kita ikuti keadaan Lie Hong Ing yang dibawa lari oleh Biauw Niang-niang.

Iblis wanita tertua yang lihai itu setelah pergi jauh, lalu menanti datangnya Leng Niang-niang dan Hai Niang-niang yang terluka hebat oleh Han Liong. Kedua sumoi itu datang dengan merintik-rintih, hingga Biauw Niang-niang merasa sakit hati sekali kepada Han Liong. Ia menggunakan kepandaiannya menotok jalan darah kedua sumoinya untuk mengurangi rasa sakit dan memberi mereka makan obat bubuk berwarna hijau. Pada saat itu tampak Kiu Lan datang berlari-lari dengan nafas terengah-engah. Ketiga gurunya merasa lega melihat bahwa murid ini tidak terluka, tapi mereka memaki-maki dengan gemas dan marah mendengar bahwa Kui Hwa telah tewas! Kemudian Biauw Niang-niang membebaskan Hong Ing dari totokannya, lalu berkata kepada nona itu.

"Sie Siocia, jantan kau salah paham. Gurumu adalah kawan kami dan almarhum ayahmu juga segolongan dengan kami. Kau agaknya telah kena dibujuk oleh lawan dan orang-orang yang sekarang menjadi sahabat-sahabatmu itu. Sebenarnya mereka adalah musuh-musuhmu dan musuh-musuh kami yang harus kita basmi! Kamilah sahabat-sahabatmu yang sejati." Hong Ing memang masih merasa marah kepada kawan-kawan Han Liong, tapi ia juga tidak suka melihat tiga iblis wanita ini lebih-lebih kepada Kui Lan, ia benci sekali. Maka, mengingat hal ini ia menjadi makin marah dan berlaku nekat.

"Aku tidak mempunyai sahabat! Kalian dan semua orang tadi adalan orang-orang jahat belaka! Di dunia ini mana ada kawan baik? Aku tak perduli, aku mau hidup sendiri, kalian jangan mengganggu aku."

"Lie siocia, jangan kau salah duga. Kami adalah pelindungmu. Kau harus ikut dengan kami ke istana."

"Apa? Istana? Apa maksudmu?"

"Bukankah ayahmu dulu menjadi panglima? Nah, kau yang menjadi puterinyapun berhak tinggal di Istana Putih yang khusus dibangun oleh yang mulia kaisar untuk kita. Marilah ikut kami, kau akan mendapat kemuliaan." Hong Ing tertarik, tapi ia ragu-ragu dan diam saja. Sementara itu, Kui Lan yang ingat kepada sucinya, tiba-tiba mencucurkan air mata. Biauw Niang-niang menghela nafas, karena iblis wanita ini maklum akan perasaan muridnya.

"Sudahlah, Kui Lan, tak perlu segala tangis itu. Kui Hwa gugur, tapi kitapun telah banyak menjatuhkan korban. Sayang tua bangka she Siok itu terlepas dari ujung pedang kita. Biarlah mari kita pulang dulu untuk mengumpulkan tenaga bantuan. Mudah saja lain kali kita membalaskan sakit hati Kui Hwa." Hong Ing diam-diam menggunakan pikirannya. Agaknya orang-orang inipun tergolong orang-orang gagah yang hanya berbeda pendirian dengan Han Liong dan kawan-kawannya. Kalau Han Liong dan kawan-kawannya memusuhi kaisar, iblis ini bahkan sebaliknya, membela kaisar. Mana yang betul? Tentu saja Haa Liong yang betul, kakaknya itu tak pernah bertindak salah. Terhibur hatinya kalau terkenang kepada Han Liong.

Betapapun juga, pemuda itu tidak membenciya. Biarpun seluruh dunia membencinya, ia tak perduli, asal Han Liong jangan membencinya. Dan orang-orang ini, yang ia telah saksikan kelihaiannya, agaknya juga suka padanya. Tentang permusuhan bela-membela kaisar itu, ah, ia tidak mengerti dan juga tidak perduli. Bukankah antara ayah dan ibunya sendiripun ada perbedaan faham macam ini?. Hong Ing mempertimbangkan untung ruginya kalau ia ikut Biauw Niang-niang. Ia akan belajar silai tinggi dan akan tahu lebih jelas keadaan mereka, hingga lain kali kalau bertemu dengan Han Liong, ia dapat memberikan keterangan. Ruginya? Ia berpisah dari Han Liong! tapi tidak apa, berpisah untuk sementara. Bahkan nanti kalau bertemu lagi ia sudah berkepandaian tinggi. Alangkah senangnya untuk membanggakan kepandaiannya kepada kakaknya itu kelak!

"Eh, kalau aku ikut... maukah kau memberi pelajaran silat kepadaku?" tiba-tiba ia bertanya kepada Biauw Niang-niang. Wanita tua itu tersenyum.

"Tentu saja! Bahkan sudah seharusnya, Dengarlah, anak bodoh, gurumu Seng Bouw Nikouw juga berada di sana."

"Betulkah ini.?" Hong Ing berseru girang.

"Siapa yang membohong?" bentak Biauw Niang-niang. Kini keragu-raguan di hati Hong Ing lenyap. Hatinya diliputi perasaan ingin tahu sehingga ia ikut Biauw Niang-niang g tanpa membantah lagi. Ketika mereka keluar dari kota, beberapa belas li dari situ, mereka bertemu dengan serombongan pahlawan kaisar yang menyusul mereka. Biauw Niang-niang yang ternyata mempunyai pengaruh besar, tanpa keterangan apa-apa segera memerintahkan semua pahlawan itu kembali bersama mereka. Kepala rombongan memberi kuda-kuda terbaik untuk mereka, sehingga perjalanan dapat dilanjutkan dengan cepat menuju ke kota raja.

Hong Ing yang selama hidupnya belum pernah melihat ibu kota yang besar dan indah itu, menjadi sangat kagum. Setelah memasuki kota, rombongan itu memisahkan diri dan Biauw Niang-niang mengajak kawan-kawannya menuju ke sebuah gedung besar. Memang tepat sekali gedung itu diberi nama Istana Putih, karena dicat serba putih dan tampak bersih indah. Di dalamnya berhiaskan batu-batu marmer yang licin mengkilat. Hati Hong Ing berdebar ketika memasuki istana itu. Istana putih ini memang mewah dan indah. Dulu kaisar sengaja membangun istana ini untuk seorang selirnya yang cantik dan manja bernama Yauw Liang Kwei. Setelah merasa bosan dengan selir cantik itu, ia membuangnya sebagai barang hadiah kepada seorang hambanya,

Kaisar lalu menganugerahkan istana putih itu kepada para kaki tangannya yang berjasa untuk dijadikan tempat berkumpul, bermusyawarah, dan beristhahat. Kedatangan Biauw Niang-niang dan kawan-kawannya disambut dengan penuh penghormatan, ternyata oleh Hong Ing bahwa tiga Iblis Wanita itu mempunyai kedudukan sebagai pemimpin dan orang-orang gagah yang berkumpul di istana patuh itu dan menamakan dirinya sendiri "pembela-pembela negara pembasmi pengacau." Gedung besar itu dibagi menjadi dua bagian. Bagian kanan diperuntukkan tamu-tamu lelaki dan tamu-tamu wanita menempati bagian kiri. Ketika Biauw Niang-niang mengajak mereka menuju ke gedung kiri, Hong Ing tiba-tiba merasa girang sekali ketika melihat bahwa benar-benar Seng Bouw Nikouwpun berada di situ, berkumpul dengan beberapa orang wanita gagah lainnya!

Posting Komentar