Lutut sedikit ditekuk kakinya terus menjejak tanah, selarik bayangan putih lantas melambung tinggi keangkasa.
"Kau hendak merat!"
"Wut"
Angin kencang menerpi datang, tahu-tahu bayangan hitam menyilaukan mata.
Ujung pecut penghisap darah membawa desiran angin kencang berbunyi nyaring ditengah udara, bayangan pecut berkelebat didepan matanya laksana ular sakti.
Terpaksa Giok liong terus mengeluarkan Potlot mas dan seruling sumber nyawa lagi.
"Buyung sebelum melihat peti mati agaknya kau belum mau mengerti ? Apa kau tidak mengetahui peraturan disini?"
"Peraturan apa?". "Lohu minta kau meninggal kati tanda mata, kau harus segera melaksanakan Entah itu sejalur rambutmu paling tidak juga harus ditinggalkan sekarang setelah Lohu turun tangan sendiri kau takkan bebas memilih cara sendiri, Apa yang harus kau tinggalkan jadi akulah yang menentukan!"
"Kalau kau sendiri juga tak mampu menahan sesuatu dari aku?"
""Bocah sombong, kau lebih takabur dari Pang Giok! Lihatlah aku akan meninggalkan sepasang kaki anjingmu itu!"
Pecut sakti penghisap darah lantas bergerak dengan jurus Heng-san jiang-kuh (menyapu bersih berlaksa tentara) mengarah sasaran yang tetap terus menyapu kebawah, Memang Lwekang tingkatan gembong silat yang tua bukan olah olah hebdanya.
Baru saja pecut sakti itu bergerak lantas membawa kesiur angin keras yang menyesakkan napas jauh lebih hebat dan ganas waktu digunakan oleh Siau pang-ong tadi, berapa lipat ganda lebih dahsyat.
Menghadapi musuh berat sedikitpun Giok liong tidak berani ayal, jurus jurus Potlot masnya dikembangkan seruling saktinya juga mulai bergaya.
Hawa Ji-lo sudah terkerahkan melindungi seluruh jalan besar ditubuhnya, terutama sendi sendi tulang dan urat-urat nadi besar dikunci rapat, supaya tidak berbahaya kalau kena disamber pecut sakti penghlsap darah itu.
Waktu itu Sip-hiat-ling-pian Koan It-kiat sudah merubah sikapnya semula yang acuh tak acuh dan pendiam tadi, Adalah pecut sepanjang jalan sembilan kaki ditangannya itu ditarik sebegitu rupa menjadi beribu berlaksa carik sinar hitam yang bergulung-gulung bergerak melecut-legut bagaikan ratusan ekor ular berbisa yang hendak mematuk dirinya.
Sekitar lima tombak dalam gelanggang pertempuran yang kelihatan hanyalah gulungan pecut yang membawa putaran tenaga yang hebat dingin merangsang ketulang.
Giok-Iiong insyaf mati hidupnya hanya terpaut dalam kilasan gerak senjata musuh saja, Inilah musuh paling tangguh dan lihay selama ia berkelana di Kangouw, apalagi pecut itu juga merupakan senjata terampuh dan beracun lagi.
Dengan adanya kedua penilaian tertinggi ini yang tergabung menjadi satu, betapa juga Giok-liong harus menambah kewaspadaan ! Maka begitu turun tangan Jan-hunsu- sek lantas dilancarkan.
Potlot masnya diputar sedemikian kencang sehingga merupakan lingkaran sinar kuning yang tak mungkin dapat ditembus oleh hujan, kalau Potlot mas guna melindungi diri adalah seruling sambar nyawa mulai mengalun iramanya yang merdu beruntun suaranya melengking tinggi menggetarkan hati menyedot sukma.
Pertempuran antar dua tokoh kosen kali ini lebih dahsyat seru dan tegang, Tanpa terasa setengah jam sudah berlalu, saking cepat mereka bergerak tahu-tahu sudan mencapai tiga ratusan jurus.
Sekonyong-konyong "Tar!"
"pecut sakti penghisap darah Koan it-kiat menambah tenaganya, dimana pecutnya diayun dia mendesak Giok-liong mundur selangkah, Giok-liong menjadi bingung dan tak tahu apa maksud tindakan lawan ini, disangkanya orang ada omongan yang hendak dikatakan maka sebat sekali ia melejit mundur dan bersiap dengan waspada.
Dilihatnya air muka Koan It-kiat berubah hebat, mukanya yang semula rada putih kehitaman itu menjadi warna kuning, lalu semu merah hijau dan abu-abu.
Pecut panjang lemas ditangannya itu kini melempang menjurus kedepan dengan kaku seperti tombak panjang sembilan kaki, ini belum aneh, yang lebih ajaib lagi warna pecut, yang tadi hitam legam kini sudah berubah menjadi merah gelap memancarkan kilauan dingin.
Pecut sakti penghisap darah Koan It-kiat pelan pelan menggeser kakinya, pecut penghisap darah ditangannya tergetar gemetar sepasang matanya merah membara mendelik tanpa berkedip menatap kearah Giok-liong.
Sikap seringainya ini sungguh garang bengis dan buas sekali seperti sudah kesetanan, bukan saja tampangnya ini sangat menakutkan terutama senjata pecut penghisap darah yang sangat jahat berbiji itulah yang harus...
Baru pertama ini Giok liong melihat keadaan orang yang seram ini, hatinya menjadi bercekat namun ia masih tabah dan tidak takut.
Dengan gayanya tersendiri ia siap berjagajaga, serunya lantang.
"Cian-pwe bukan wanpwe takut, tapi urusan kali ini harus dibicarakan jelas lebih dulu!"
Sepatah demi sepatah Koan It-kiat ber-kata.
"Apalagi yang perlu dibicarakan."
"Bandulan yang melukai muridmu itu adalah kesalahan tangannya sendiri!"
"Ma Giok liong, kau..."Pecut sakti penghisap darah Koan It kiat membentak beringas, dengan langkah lebar ia menerjang maju terus menusuk.
"Stop!"
Tiba-tiba sebuah bayangan abu-abu meluncur turun laksana seekor elang hinggap dihadapan mereka, Dilain kejap tahu-tahu dldepan mereka sudah bertambah seorang nenek tua yang berpakaian abu abu.
Nenek itu sudah ubanan, raut mukanya sudah banyak keriputnya, tapi kelihatan segar bersemangat.
Bukan saja pancaran sinar matanya terang malah berkilat tajam dan bening, Seluruh tubuhnya dilibat pakaian dari sari panjang warna abu-abu.
Begitu mendarat ditanah tanpa menghiraukan Koan It-kiat, sebaliknya ia menghadapi Giok-liong, tanyanya .
"Kau yang bernama Ma Giok- liong !"
Giok-liong tidak tahu asal usul nenek tua ini, dengan bingung ia manggut-manggut mulutnya mengiakan.
"Jadi kau inilah Kim-pit-jan-hun ?"
Sekali lagi Giok liong mengiakan "Tidak salah ?"
"Bocah Bedebah kau !"
Nenek baju abu-abu itu mendadak mengayun tangan laksana angin cepatnya sudah terulur mencengkeram datang, berbareng sebuah kakinya juga menendang, mencengkeram dan tendangan ini dilakukan dalam waktu yang bersamaan dilancarkan secepat kilat lagi, perbawa serangan ini sungguh mengagumkan dan mengejutkan.
Dalam keadaan yang gawat ini, untung Giok liong masih sempat bergerak dengan jurus Wi cui-ban-bik (membendung air menahan gelornbang), mengiu kesiur angin keras yang menerpa datang dari angin pukulan musuh ia berputar putar secepat kitiran, enteng laksana naik awan, indah sekali ia hindarkan diri dari rangsakan musuh.
Walaupun selamat tapi gerak geriknya runyam, keruan hatinya menjadi geram teriaknya .
"Gila kau !"
Siapa tahu nenek tua itu mendengus di hidung, katanya sambil mengertak gigi penuh kebencian.
"Karena kau, aku betul betul bisa dibikin gila !"
Belum selesai kata-katanya ia sudah menubruk tiba lagi, telapak tangan dan telunjuk jari kanan sekaligus merangkak tiba dengan tepukan dan tutukan, kombinasi serangan ini dinamakan Boan-thian kay te (memenuhi langit menutup bumi) dan Tok jing to-sim (ular berbisa menjulurkan lidah), inilah serangan mematikan yang ganas dan telengas ! Giok liong harus kembangkan kelincahannya, sebat ia sudah melolos keluar senjata Potlot masnya.
"Bocah keparat, kau mengandal senjatamu itu !"
"Siiuuuut !"
Nenek tua juga menggunakan senjata lemas, yaitu selendang sutra sepanjang tujuh delapan kaki, ditarikan menjadi seperti ular hidup yang memancarkan sinar dingin terus menggulung tiba hendak menggubat Potlot mas Giokliong.
Sementara itu Pecut sakti penghisap darah Koan It-kiat masih menyekal Sip-hiat-wajahnya kaku dingin berdiri menjublek mengawasi pertempuran yang sengit ini.
Di lain pihak Siau pa ong sendiri sekarang tengah duduk bersila dibawah pohon mengerahkan Lwekang berusaha mengobati luka-luka dalamnya.
Sinar perak berkutet dan tak jauh menggubat cahaya kuning kuning.
Kalau si nenek lancarkan jurus-jurus ganas yang mematikan, yang diarah adalah tempat-tempat penting yang melumpuhkan, Sebaliknya Potlot mas bergerak lincah balas menyerang setiap kali ada kesempatan sedang seruling berputar rapat melindungi badan, sekaligus Giok liong mainkan dua ilmu berlainan yang dikombinasikan bersama, sungguh hebat dan menakjupkan.
Bulat sabit sudah merambat setinggi pohon.
Dibawah sinar sang bulan yang redup, cahaya kuning dari pancaran Potlot mas itu berubah laksana titik bintang dingin berlaksa banyaknya, sedang sorot cahaya perak seperti seutas rantai panjang membendung dan melingkar dengan cepat sekali, irama seruling mengalun rendah berdentam seperti bunyi genta.
Tatkala itulah tidak jauh dari gelanggang pertempuran ini, didalam semak belukar terlihat banyak bayangan orang bergerak-gerak, menyelinap dan menggeremet maju merubung ke arah arena pertempuran.
Semua mengendap-ngendap meringankan langkah dan menahan napas, sehingga sedikitpun tidak mengeluarkan suara.
"Bret!"
Tiba tiba terdengar suara sobekan kain yang keras, Disusul si nenek berseru tertahan, kiranya selendang perak senjata si nenek sini sudah robek menjadi dua tepat terbelah di tengah-tengah laksana digunting saja.
Senjata yang paling diandalkan kena dirusak oleh Potlot mas musuh, keruan bukan kepalang gusar si nenek.
Karena keteianjuran sudah terbelah menjadi dua malah kebetulan bagi si nenek, masing-masing tangan menyekal selarik selendang terus menyerbu lagi semakin nekad seperti harimau kelaparan.
Cara permainan silat serta serbuan yang membabi buta ini terang kalau ia sudah berlaku nekad untuk gugur bersama.
Melihat orang terus menyerbu dengan serangan membadai tanpa hiraukan lagi keselematan diri sendiri, seketika timbul rasa curiga Giok liong.