Warisan Jendral Gak Hui Chapter 63

NIC

Mereka berdua tampak sangat gembira. Kiam Ciu tertawa-tawa dan berdiri dibelakang kursi panjang yang diduduki Cit Sio Wie. Karena mereka sedang gembira dan selama ini baru saat itu Sio Cin dan Peng Nio menyaksikan putri majikannya itu dapat bergembira. Maka mereka itu tanpa disadarinya telah menitikkan air mata karena rasa haru dan gembira.

Begitulah mulai saat itu Kiam Ciu telah mencurahkan kasih sayangnya kepada Cit Sio Wie dengan sepenuh hati. Semua pikirannya yang berat-berat telah dibuangnya jauh-jauh. Walaupun demikian dia telah tidak akan melalaikan tugasnya. Dia harus menemukan Ciam Gwat dan menunaikan tugasnya, ialah membalas dendam dan sakit hati orang tuanya serta saudara-saudaranya Sio Cin yang setia telah menyediakan minuman dan hidangan sore di kamar Cit Sio Wie, Karena dayang itu tahu bahwa mereka pasti menginginkan saatsaat kegembiraan itu jangan sampai terganggu.

Saat itu adalah hari-hari yang paling bahagia bagi Cit Sio Wie karena dia telah mendapatkan suatu kenyataan bahwa Kiam Ciu dapat menanggapi isi hatinya dan telah pula memberikan suatu imbangan cintanya. Maka keduanya kini telah terlibat dalam suatu permainan hati dan cinta asmara.

Sesuai dengan hawa yang dingin dan suasana yang syahdu saat itu.

Gemerisiknya angin meniup dedaunan serta gemuruhnya hati kedua remaja itu dalam pertemuan yang telah begitu masak. Kiam Ciu memandang wajah Cit Sio Wie dengan sorot mata tajam penuh arti. Gadis jelita yang kemanja-manjaan itu tersenyum. Manis sekali senyumannya itu. Sepasang bibirnya yang merah dan pipinya yang tampak semburat merah sampai ketelinganya, menandakan kalau gadis itu sedang dipengaruhi oleh suatu kegairahan.

"Kita harus menunggu sampai ibu dalang” bisik Cit Sio Wie.

"Hemm, apa yang akan kau katakan pada ibumu ?” tanya Kiam Ciu.

"Aku akan mohon idzin ibu untuk perkawinan kita” jawab Cit Sio Wie dengan senyum menggairahkan. Suasana menjelang tahun baru sangat berlainan dengan hari-hari biasa.

Walaupun bagaimana dan ditempat yang sesepi seperti di desa Cit Wi sekalipun, tampak juga suasana kemeriahan itu. Karena Peng Nio dan Sio Cin telah membuat keadaan dalam rumah itu benar-benar berubah dan bertambah semarak. Dengan hiasan lampion berwarna warni dan bermacam-macam bentuknya. Kiam Ciu dan Sio Wie tampak bergembira pula. Mereka belum pernah segembira saat itu. Maka ketika dua pelayan itu menyaksikan kegembiraan Cit Sto Wie dan Tong Kiam Ciu merekapun merasa terharu.

Tiba-tiba ketika Cit Sio Wi mengangkat cawan dan akan meneguk arak untuk menghangatkan badan, matanya melihat ke jendela. Di kejauhan tampaklah sesosok tubuh yang sedang mendekati rumah itu.

"Oh, itu ibu telah datang!” seru gadis itu dengan gembira.

Cit Sio Wie telah meletakan mangkuknya dan mengempit tangan Kiam Ciu untuk diajak keluar. Pemuda itupun menurutkan saja tanpa mengeluarkan katakata. Hatinya berdebar dan gelisah dengan tiba-tiba. Apalagi ketika pandangan matanya bertemu dengan pandangan wanita yang baru datang itu, Hati Kiam Ciu seolah-olah tercekam dan mulutnya terbungkam.

"Ibu, putrimu menghatur sembah.” seru Sio Wie menyambut kedatangan ibunya dengan menghormat.

Kemudian gadis jelita itu menubruk dada ibunya dan mereka berdua anak dan ibu berpelukan saling mencurahkan rasa kerinduannya! Kerena biasa gadis itu dimanjakan oleh ibunya dan oleh siapa saja yang selalu didekatnya.

Pertemuan itu adalah pertemuan yang sangat mengenangkan bahkan mungkin yang paling menyenangkan saat itu.

"lbu maafkan putrimu ingin memperkenalkan seoraag pemuda pada ibu”

bisik Cit Sio Wie, gadis itu masih dalam pelukan ibunya.

Tetapi dengan pelukan ibunya terasa mengendor Sio Wie telah dilepaskan dari pelukan ibunya, tampaklah wanita itu memandang kearah Tong Kiam Ciu yang telah membongkokan tubuhnya menghormat, "Toug Kiam Ciu” berkata Cit Sio Wie kepada ibunya sambil tersenyum memperkenalkan kekasihnya itu.

"Bibi terimalah salam hormatku!” sambung Kiam Ciu seraya mengucapkan kata-katanya itu dengan sikap taklim.

"Hemmm, ya aku telah mengetahui banyak tentang namamu Tong Kiam Ciu.

Tetapi . . . "seru ibu Cit Sio Wie sambil memandang tajam kearah Kiam Ciu.

"Mengapa ibu?” tanya Cit Sio Wie heran.

"Aku telah mendengar banyak tentang namamu di kalangan Kang-ouw.

Kemudian aku menyelidiki tentang dirimu, sekarang kita telah bertemu disini”

kata-kata ibu Sio Wie belum selesai telah disahut oleh anaknya.

"Ibu mengapa kita tidak omong-omong didalam saja. Hawa begini dingin?!”

usul Cit Sie Wie. "Hemmm, apakah kau mencintai dia?” tanya ibunya sambil memandang putrinya kemudian memandang wajah Kiam Ciu.

Gadis jelita itu terkesima malu dan memandangi ujung sepatunya sambil mempermainkan jari-jemari tangan, kemudian tersenyum matanya memancarkan sinar penuh arti.

"Aku tidak setuju!” seru ibu Sio Wie dengan suara lantang.

Cit Sio Wie terperanjat mendengar kata-kata ibunya itu. Gadis itu akan mengejar dan menubruk ibunya yang telah membelakangi mereka dan melangkah akan memasuki rumah.

"Ibu!” seru Cit Sio Wie.

Tetapi ibunya memutar tubuh lagi dan memandang kearah putrinya kemudian memandang kearah Kiam Ciu seraya mendamprat dengan suara serak dan bergetar. "Lupakan dia, dan suruh pergi.” seru wanita itu dengan suara lantang dan memutar tubuh lagi untuk kemudian melangkahkan kaki.

"Ibu, aku mencintai Ciu koko sepenuh hati!” seru Sio Wie sambil memburu ibunya. "Suruh pergi dia.” seru ibunya tanpa menggubris lagi kata-kata dan seruan Cit Sio Wie, Gadis itu jadi bingung menerima kenyataan dan perkataan ibunya itu. Hatinya tercekam dan bingung. Dipandangnya Tong Kiam Ciu kemudian memandang kearah ibunya yang telah memasuki rumah.

Dalam kegelisahan itu Kiam Ciu telah menghampirinya.

Baru kali itu Kiam Ciu mendapatkan hinaan yang sangat sedih. Sama sekali dia tidak mengetahui apa sebabnya ibu Sio Wie begitu benci kepadanya.

"Sudahlah Wie moay, kau jangan membuat suatu keretakan dengan ibumu”

bujuk Kiam Ciu sambil membelai rambut gadis itu.

"Tidak! Aku.. . Aku harus dapat melunakan hati ibu!” seru gadis itu sambil memandang kearah pintu rumahnya dan akan melangkah.

Tetapi Tong Kiam Ciu menahan dengan menggenggam tangan gadis itu.

Kemudian Sio Wie memalingkan wajahnya dan memutar tubuh menghadap Tong Kiam Ciu. "Cit Sio Wie!” bisik Tong Kiam Ciu sambil menarik lengan kanan gadis itu.

Sio Wie terdorong kedepan dan merebahkan tubuhnya kedada Tong Kiam Ciu sambit menangis. Pemuda itupun mendekapnya dengan mesra dan membelai rambut sambil membujuk.

"Sio Wie, tenangkan pikiranmu” bisik Tong Kiam Ciu halus.

"Oh, Ciu Ko, bagaimana sekarang?” bisik Sio Wie putus asa.

"Rupa-rupanya ibumu memang tidak menyukaiku.” sambung Kiam Ciu.

"Tidak ! Dia harus menyetujui perjodohan kita !” seru Sio Wie dengan suara lantang dan melepaskan dekapan Kiam Ciu.

"Mengapa kau marah padaku Wie moay ?” tanya Kiam Ciu.

"Aku tidak marah padamu, tetapi aku.. aku... oh.. .” jawab gadis itu dan tampak bingung sekali. Cit Sio Wie menarik tangan Tong Kiam Ciu untuk diajaknya masuk dan menemui ibunya didalam. Tetapi belum lagi mereka melangkah tiba-tiba terdengar ibu Cit Sio Wie membentak.

"Tong Kiam Ciu! Aku harapkan kau lekas menyingkir dari hadapanku!”

"Tidak! Jangan !” seru Cit Sio Wie. "lbu, mengapa ibu begitu kejam menghancurkan hati anakmu? Kau telah mengatakan bahwa aku bebas untuk menentukan perjodohanku sendiri, tetapi sekarang kenyataannya kau menghalangi hubunganku dengan Ciu Ko.” seru gadis itu selanjutnya dengan suara yang rawan kedengarannya.

"Diam kau atau pemuda itu kuhancurkan kepalanya !” bentak ibunya.

Tong Kiam Ciu sebenarnya merasa tersinggung perasaannya. Tetapi karena wanita itu adalah ibu Sio Wie, sedangkan gadis itu telah banyak berjasa dan diapun telah mulai menyintainya, maka dengan menekan rasa marahnya Tong Kiam Ciu menutar tubuh akan meninggalkan tempat itu.

"Sio Wie moay.. .” hanya itu kata-kata yang terucapkan dari mulut Tong Kiam Ciu. "Tong Kiam Ciu! Jangan tinggalkan aku!” seru Sio Wie dengan suara yang menyayat hati kedengarannya. Gadis itu mengejar Kiam Ciu.

"Sio Wie, sudahlah turutilah nasehat ibumu. Aku memang orang yang tidak berharga dan tidak setimpal menjadi sisihanmu.. . .” jawab Tong Kiam Ciu membujuk gadis itu. "Tidak, aku akan ikut kau!” kata-kata Sio Wie terucapkan dengan suara yang sangat memelas. Dilain pihak Sio Cin dan Peng Nio menyaksikan kejadian itu dengan hati terharu dan mereka meneteskan air mata. Maklumlah mereka sangat menyayangi Cit Sio Wie dan selalu memanjakan gadis itu, dengan demikian perasaan mereka sangat hanyut karena derita yang sedang dialami oleh Sio Wie. "Sio Wie minggir ! Atau kalian berdua kubinasakan !” seru ibu Sio Wie.

"Lebih baik bunuhlah kami berdua ibu !” seru Sio Wie menantang ancaman ibunya. "Sio Wie ! Sejak kapan kau berani menentang ibumu ?” bentak wanita itu dengan suara lantang dan matanya merah membara karena marah.

"Terserah apa yang akan ibu katakan terhadap diriku ! Aku sangat mencintai Tong Kiam Ciu dengan sepenuh hati !” seru Sio Wie sambil memeluk lengan pemuda itu. Tong Kiam Ciu tampak bengong. Dipandanginya Cit Sio Wie, kemudian memandang kearah ibunya dan kepada dua orang pembantu rumah itu.

Bimbang hatinya, karena Kiam Ciu masih mencintai Ji Tong Bwee, bayangan wajah gadis itu yang saat itu membayang terang dikelopak matanya. Dia raguragu.

"Hey Tong Kiam Ciu, apakah kau benar-benar menyukai anakku ?” tanya ibu Sio Wie dengan suara lantang dan nyaring.

Lama juga Tong Kiatn Cm diam dan hanya menundukkan kepala. Tetapi dia ketika mengangkat wajahnya dan matanya bertemu pandang deagan mata ibu Sio Wie, Tong Kiam Ciu berdebar hatinya.

"Ya !” hanya itu jawabannya, singkat dan tegas.

إرسال تعليق