Bau harum yang sangat segar tercium oleh Tong Kiam Ciu. Pemuda itu merasakan dadanya sangat enak sekali. Ringan sekali perasaannya. Terasa Seolah-olah dia telah terbebas dari semua ikatan ataupun himpitan yang membelenggunya selama ini.
Dengan perlahan-lahan Tong Kiam Ciu membuka matanya. Saat seperti itu yang dituuggu-tunggu dan diharapkan oleh Cit siocia selama menunggui Tong Kiam Ciu. Hatinya berdebar dan menjerit girang.
Saking girangnya Cit siocia sampai menangis, air matanya meleleh karena kegembiraan dan keharuan. Pandangan matanya bertemu dengan pandangan mata Tong Kiam Ciu. Gadis itu tersenyum walaupun air matanya membasahi pipinya. "Oh. aku dimana sekarang ?” bisik Tong Kiam Ciu yang masih sangat lemah nada suaranya. "Kau. . . kau berada dikamarku” bisik Cit Siocia dengan suata penuh keharuan.
"Aku berada didalam kamarmu?” Tong Klam Ciu terperanjat dengan jawaban Cit siocia itu. Dia ingin bangun tetapi kepalanya terasa sangat berat dan dia jatuh lagi dipembaringan itu. "Hati-hati, kau harus banyak istirahat dulu untuk memulihkan semangatmu.
Kau telah tertidur selama tiga hari tiga malam.” bisik Cit siocia sambil memegang bahu Tong Kiam Ciu untuk membetulkan tidurnya.
"Mengapa ?” bisik Tong Kiam Ciu dan memandang ke arah jendela.
Walaupun Tong Kiam Ciu dalam keadaan masih sangat lemah tubuhnya.
Namun pikirannya lelah kembali terang dan dia memang adalah seorang pemuda penggemar keindahan dan kerapian. Ketika matanya melihat keluar itu tampaklah pemandangan yang sangat indah. Dengan pohon-pohon yang berdaun hijau muda serta bunga-bunga beraneka warna.
Diluar angin berhembus sangat kencang, bahkan tampaklah pusaranpusaran yang meniup daun-daun kering berterbangan. Langit yang berawan putih bergulung-gulung tampak sangat jelas dari dalam kamar itu.
Hanyutlah Tong Kiam Ciu kedalam pusaran-pusaran mega itu, kembali teringat kedalam masa-masa silamnya, Teringat kembali orang-orang yang pernah mengasuhnya dengan penuh kasih sayang. Shin-ciu-sam-kiat adalah orang-orang yang sangat berjasa dalam hidupnya, Pek-hi-siu-si yang telah menurunkan ilmu pedang dan ilmu Bo-kit-sin-kong, juga kasih sayang yang telah dicurahkan oleh adik Ji Tong Bwee, kemudian peristiwa demi peristiwa yang telah dialaminya dalam pengembaraan dikalangan Kang-ouw. Pertemuanpertemuannya dengan Cit Siocia. Kemudian yang terakhir ialah ketika dia telah berhadapan dengan Kwi Ong dan dia telah menerima hajaran yang hebat dan tidak mampu untuk mengelakkan lagi. Terpaksa dia memapaki hantaman maut raja iblis dari selatan itu. Semuanya jadi gelap dan dia telah bermimpi hal yang sangat menakutkan. Kemudian Tong Kiam Ciu terhentak dari lamunannya ketika terdengar teguran lembut dan menawan hati.
"Tong siauwhiap janganlah kau pikirkan hal-hal yang bukan-bukan . . . Lebih baik Tong siauwhiap istirahat dulu” bisik Cit Siocia.
Tong Kiam Ciu tergagap suara lembut yang diucapkan oleh Cit siocia itu seakan-akan dekat benar dihatinya. Tersentuhlah keharuan Kiam Ciu.
"Lagi-lagi kau telah menolong jiwaku. Aku hanya dapat mengucapkan rasa terima kasihku saja !” bisik Tong Kiam Ciu dengan suara tandas dari dasar hatinya. "Bagiku semuanya itu merupakan kewajiban, sebagai darmaku dalam kehidupan. Tetapi disamping itu kau patut juga mengucapkan rasa terima kasihmu kepada Sio Cien yang telah menolong membebaskan jalan darahmu sehingga jantungmu tetap berdenyut. Sio Cien bukan lagi sebagai dayangku tetapi dia sudah kuanggap sebagai saudaraku sendiri !” jawab Cit siocia sambil tersenyum dan pipinya yang pulih itu tampak kemerahlan ketika matanya bertemu pandang dengan Kiam Ciu.
Sio Cien telah menghampiri pintu kamar dan ketika pintu terbuka, terciumlah bau sedap dan dayang itu ternyata membawa mangkuk yang berisi jamu hangat dan mengepul asapnya. "Cit siocia ini jamunya Tong Kiam Ciu sudah tersedia !” seru Sio Cien sambil menuturkannya dengan hormat disamping Cit siocia.
"Sio Cien, terima kasih atas segala pertolonganmu” seru Tong Kiam Ciu dengan suara halus, tetapi pumuda itu belum dapat bangun dari tempat tidurnya.
Mendengar ucapan itu maka Sio Cien merah wajahnya karena malu: "Aku sangat malu untuk menerima ucapan terima kasih itu. Karena sesungguhnya aku tidak berbuat banyak. Tanpa adanya Cit Siocia kukira Tong siauwhiap sudah meninggal . . . ketahuilah Tong siauwhiap, bahwa sebenarnya Cit Siocia itu sangat mencintaimu . . .”
Sio Cien menundukan muka dan tersenyum serta menutupi mulutnya sendiri, kemudian menyerahkan mangkuk yang berisi ramuan obat untuk Tong Kiam Ciu. Mangkuk itu diterima oleh Cit Siocia, kemudian diserahkan kepada Tong Kiam Ciu yang telah duduk di tempat tidur.
Sio Cien mengundurkan diri dan keluar dari kamar itu. Sedangkan Tong Kiam Ciu meniup air yang masih hangat itu sambil matanya mengawasi wajah Cit Siocia. Gadis itu dipandang seperti itu merasa sangat kikuk, maka akhirnya Cit Siocia menundukkan muka dan melemparkan pandang ketempat lain. Namun Tong Kiam Ciu memandangi terus.
Lama-lama Tong Kiam Ciu merasa serba salah. Dia memang sangat mencintai Ji Tong Bwee dengan segenap jiwa dan raganya. Namun dengan diam-diam pula dia telah menaruh sayang dan merasa banyak berhutang budi kepada Cit Siocia, telah berkali-kali dia ditolong oleh Cit Siocia.
Tanpa disadarinya telah tumbuh pula suatu perasaan yang luar biasa pada diri Tong Kiam Ciu. Suatu perasaan seolah-olah tidak dapat berpisah terlalu lama dengan gadis jelita itu. Lagi pula dia telah menyadari betapa besarnya rasa kasih sayang Cit Siocia terhadap dirinya.
"Tong siauwhiap, minumlah jamu itu selagi masih hangat !” seru Cit Siocia sambil memain-mainkan ujung bajunya dan melirik Kiam Ciu.
"Hem. . .” hanya itu jawab Tong Kiam Ciu. Kemudian menempelkan bibir mangkuk itu kebibirnya dan mengbirup cairan yang ada didalam mangkuk itu.
Ternyata Tong Kiam Ciu biasa minum jamu juga, dengan sekali teguk isi mangkuk itu telah kering tandas. Cit Siocia telah menerima mangkuk yang sudah kosong itu dan meletakannya diatas meja.
Sejak mata mereka saling beradu pandang, kemudian Tong Kiam Ciu memecahkan kesunyian itu dengan sebuah pertanyaan.
"Apakah siocia tidak melihat adik Tong Bwee ditepi telaga tadi?”
"Tidak . . .” jawab Cit siocia singkat.
"Aku sangat khawatir akan keselamatannya, sejak ada angin topan dan keributannya yang ditimbulkan oleh Kwi Ong diatas telaga Ang-tok-ouw aku belum mengetahui kabar beritanya . . .” sambung Tong Kiam Ciu.
"Kukira Shin-ciu-sam-kiat dan adik Bwee telah dapat menyelamatkan diri” Cit siocia menghibur Kiam Ciu.
"Mudah-mudahan” sambung Kiam Ciu hampa.
Namun demikian Tong Kiam Ciu tampak berubah wajahnya dan kelihatan sayu serta kecut. Cit siocia merasa khawatir melihat perubahan itu. Maka gadis itu menghiburnya pula. "Sudahlah Tong siauwhiap, kau perlu istirahat sebanyak-banyaknya !” bisik Cit siocia "percayalah bahwa mereka pasti selamat".
"Hemm . . .” hanya itu yang terdengar dari mulut Kiam Ciu.
Tong Kiam Ciu dipaksa oleh Cit siocia untuk berbaring kembali, agar obat yang telah diminumnya tadi dapat bekerja dengan sempurna dalam tubuh, walaupun bagaimana Tong Kiam Ciu akhirnya menurut juga atas anjuran itu.
Tong Kiam Ciu berbaring kembali, namun matanya belum juga mau dipejamkan, sedangkan Cit siocia tetap duduk disampingnya.
"Cit siocia” bisik Tong Kiam Ciu tanpa melihat kearah orang yang diajak berbicara. "Ya Tong siauwhiap” jawab Cit siocia sambil mengamati pemuda itu!.
"Kamarmu indah benar dan rapi sekali".
"Ah . . .” "Dimanakah letak rumahmu ini?? Hawanya begini segar” bisik Tong Kiam Ciu dengan suara sangat dalam.
"Di sebuah desa yang terpencil diatas gunung” jawab Cit siocia.
"Desa manakah ?” tanya Kiam Ciu mendesak.
"Desa Cit Wi diperbatasan propinsi Yunan diatas gunung” jawab Cit siocia dengan memandang kearah wajah Tong Kiam Ciu.
Tong Kiam Ciu teringat akan pembicaraannya dengan Shin Kai Lolo diatas perahu layar milik Ouw Hin Lee. Dia harus menemui seorang pendekar pertapa yang telah memencilkan diri dipegunungan. Seorang kakek dengan gelar Kiamleng-Ji-su yang memencilkan diri di puncak gunung Jit liauw hong dipegunungan Tiam-cong-san dipropinsi Yunan.
Untuk memulihkan kembali kesehatan Tong Kiam Ciu perlu beristirahat selama beberapa hari. Dibawah pengawasan dan perawatan yang teliti dan penuh kasih sayang. Ternyata Cit siocia sangat baik merawat Kiam Ciu. Gadis itu selain parasnya cantik, ternyata juga mempunyai jiwa sabar dan kasih sayang yang tulus. Hal itu sangat dirasakan oleh Kiam Ciu. Sehingga pemuda itu merasakan hatinya tenteram dan tenang sekali. Walaupun kadang-kadang dia merasa sangat sungkan menjadi beban seorang gadis yang selalu dikecewakannya itu. Namun apa boleh buat karena dirinya belum kuat untuk berjalan dan tangannya belum pulih kembali.
Tugas-tugasnya masih menumpuk, semua persoalan belum dapat dikerjakannya. Dia harus dapat menyelesaikan tugasnya membalaskan dendam keluarganya kepada Ciam Gwat.