Si Teratai Emas Chapter 49

NIC

“Pergilah dulu! Aku akan menghabiskan minumku kemudian menyusulmu!” teriak Shi Men dengan ramah dan Kim Lian lalu melangkah pergi. “Aku tidak setuju kalau engkau pergi kepadanya malam ini!” tiba-tiba Goat Toanio berkata dengan alis berkerut. “untuk sekali ini aku harus bicara dengan sungguh-sungguh padamu. Aku tahu betapa engkau amat sayang kepadanya. Akan tetapi, bagaimanapun juga sungguh merupakan suatu cara yang tidak patut kalau ia memaksa dan mengajakmu keluar dari kamarku. Ia bersikap di sini seolah-olah engkaulah yang menjadi isterinya, yang harus mentaati perintahnya, dan kami semua ini seolah-olah tidak ada saja. Semenjak kembalimu kami semua hampir tak pernah dapat melihatmu karena ia menguasai dirimu sepenuhnya, dan tidak semalampun engkau tinggal dengan seorang di antara kami. Hal itu tentu saja tidak mengapa bagi diriku sendiri, akan tetapi aku tahu ada seorang yang menderita karena ulahmu ini, walaupun ia tidak berkata sesuatu. Adik Mong Yu Lok yang berulang tahun hampir tidak dapat makan atau minum karena tekanan batinnya. Malam ini adalah ulang tahunnya, dan engkau seolah-olah tidak perdulikan padanya sama sekali. Sepatutnya engkau malam ini pergi kepadanya dan menanyakan kesehatannya.”

Shi Men dapat disadarkan dan pergilah ia ke pondok isterinya yang ke tiga itu. Mong Yu Lok telah menanggalkan pakalan luarnya dan melepaskan hiasan rambutnya. Ia rebah menelungkup di atas tempat tidurnya dan muntah-muntah ke dalam tempolong. Melihat ini, Shi Men terkejut sekali dan cepat duduk di tepi pembaringan.

“Sayangku, engkau kenapakah? Katakan, aku akan memanggil tabib besok pagi-pagi.” Mong Yu Lok tidak menjawab dan muntah lagi. Shi Men membantunya duduk dan merangkulnya.

“Perutku mual,” katanya sambil memegangi perutnya. “Akan tetapi kenapa engkau bertanya? Apa gunanya? Pergilah dan bersenang-senanglah!”

“Sayangku, aku tidak tahu bahwa engkau sakit. Aku baru saja rnendengarnya.”

“Hemm, itu saja membuktikan bahwa bagimu aku ini seperti tidak ada saja! Pergilah, pergilah kepada kekasihmu sana!” Shi Men memeluk dan menciumnya, lalu dia memanggil Siang Bwee, pelayan isterinya ke tiga itu.

“Cepat, ambil air teh pahit!” “Saya baru saja membuatnya.”

“Berikan padaku dan bawa pergi tempolong itu!” Shi Men menerima mangkok air teh yang pahit dan panas itu dan dengan hati-hati mendekatkannya pada bibir isterinya yang ke tiga.

“Biarlah kuminum sendiri,” kata Mong Yu Lok sambil menerima mangkok air teh itu. “Kenapa engkau bersusah payah untukku? Melihat engkau datang ke sini sama dengan melihat matahari terbit dari barat. Aku tahu bahwa tentu Goat Toanio yang membujukmu datang ke sini. Aku tidak mengharapkan kunjunganmu.”

“Sungguh aku tidak dapat datang lebih pagi karena aku sibuk sepanjang hari,” kata Shi Men dengan suara minta maaf.

“Aku tahu bahwa harimu sibuk setiap hari.”

“Engkau tentu lapar,” Shi Men mengalihkan percakapan. “Akupun lapar, mari kita makan.” “Tidak, terima kasih. Engkau sudah makan kenyang, dan akupun tidak ada nafsu makan.”

“Kalau begitu akupun tidak makan. Besok aku akan memanggil Tabib Yen, dan marilah kita tidur.” “Tidak usah repot memanggil Tabib.”

“Oya, aku akan mengobatimu sendiri. Seorang kenalanku baru-baru ini memberiku sepuluh butir pel empedu Kwan Tung yang terbaik. Obat yang manjur sekali untuk penyakit perut. Siang Bwee, pergilah engkau kepada Goat Toanio dan mintakan dua butir pel itu, di dalam botol yang kutaruh dalam laci meja riasnya. Dan bawakan seguci arak panas sekalian.”

“Aku ingin sekali tahu Tabib macam apa engkau ini!” kata Mong Yu Lok yang mulai mencair hatinya.

“Kalau perlu arak, di sinipun ada.” Tak lama kemudian Siang Bwee datang membawa dua butir pel yang diminta. Shi Men membuka buntalan malam dari obat itu dan mencairkannya dalam secawan anggur panas. Setelah isterinya meminum obat itu, Shi Men minta kepada Siang Bwee untuk membawakan seguci arak untuk dirinya sendiri.

“Akupun akan minum obat,” katanya. Mong Yu Lok tahu obat apa yang ingin diminum suaminya.

“Huh, apakah tidak lebih baik kalau engkau pergi ketempat lain tempat untuk itu? Kurasa di sini bukan tempatnya untuk mempergunakan obat semacam itu!”

“Ah, baiklah, aku tidak akan meminumnya,” kata Shi Men dan diapun merangkul Mong Yu Lok yang kini sudah, merasa enak perutnya karena sesungguhnya bukan perutnya yang sakit, melainkan hatinya yang menderita kerinduan.

“Bagaimana rasanya perutmu sekarang?” tanya Shi Men sambil mencumbunya. “Sudah enakan.”

“Syukurlah. Oya, tahukah engkau bahwa sehari penuh aku sibuk merencanakan susunan hidangan yang akan dikeluarkan dalam pesta penghormatan terhadap Sung-Taijin yang akan kuadakan besok lusa? Sehari penuh aku sibuk merundingkannya dengan Lai Seng. Pesta itu akan makan biaya sekitar lima puluh tail. Kemudian aku harus pergi ke Kuil di mana aku bersembahyang untuk membayar kaul. Lalu aku harus menghadiri undangan seorang teman untuk makan siang. Belum lagi tugas-tugas kantor yang memakan banyak waktuku sehingga aku kekurangan waktu untuk urusan rumah tangga.”

Posting Komentar