"Baiklah, Hui Lan. Nah, sekarang engkau telah menyadari bahwa tindakanmu tadi itu sama sekali salah sehingga aku tidak khawatir engkau akan kedakukannya lagi.
Ceritakanlah mengapa engkau begini berduka seperti orang putus asa? Apa yang telah terjadi? Padahal waktu kemarin dulu engkau masih hidup baik-baik di rumah calon mertuamu?"
Hui Lan menghela napas panjang berulang kali. Bagaimana mungkin ia menceritakan apa yang telah terjadi, malapetaka yang menimpa dirinya, kepada Liu Cin yang sebetulnya merupakan orang asing baginya? Menceritakan aib yang menimpa dirinya? Ah, tidak mungkin. Akan tetapi ia tidak dapat mencari alasan lain, tidak biasa berbohong, maka ia berkata lirih.
"Maafkan aku, Liu Cin. Aku tidak dapat menceritakan apa yang terjadi, hanya dapat kuceritakan bahwa aku telah melarikan diri meninggalkan Keluarga Chou. Tadinya aku memang merasa tidak mungkin dapat hidup terus dan mau membunuh diri, akan tetapi sekarang menyadari kekeliruanku. Aku tidak akan membunuh diri, Liu Cin dan terima kasih atas semua peringatan dan nasehatmu.
Liu Cin mengangguk. Dia tidak dapat apa yang telah terjadi, akan tetapi yakin bahwa tentu terjadi bentrok antara Hui Lan dengan Keluarga Chou.
"Apa engkau tidak akan kembali rumah Keluarga Chou? Ingat, engkau adalah calon mantunya, calon isteri Chou Kian Ki."
"Aku tidak sudi! Aku bukan calon mantu Keluarga Chou lagi. Aku tidak sudi kembali ke sana, tidak sudi membantu rencana busuk mereka, tidak sudi menikah dengan jahanam itu!"
Liu Cin merasa heran sekali dan yakin bahwa tentu telah terjadi sesuat yang hebat. "Akan tetapi kenapa ?
Dia teringat bahwa gadis itu tidak mau menceritakan apa yang terjadi, maka tidak baik kalau ia memaksa terus hendak mengetahui urusan orang lain. "Maaf Hui Lan, aku lupa bahwa engkau tidak dapat menceritakan apa yang telah terjadi. Akan tetapi kalau engkau tidak mau kembali ke sana, apakah engkau kini akan pulang ke rumah orang tuamu?" Gadis itu menggelengkan kepalanya. '"Tidak juga, Liu Cin. Ayah ibuku yang tinggal di Nan-king tentu akan menjadi marah dan berduka melihat aku yang mereka jodohkan dengan Chou Kian Ki itu kini tidak mau membantu Jenderal Chou bahkan lari meninggalkan rumah mereka. Aku tidak tega melihat mereka berduka." ,
"Kalau begitu, engkau hendak pergi ke tempat seorang dari para sanak keluargamu? Di mana?"
Kembali Hui Lan menggelengkan kepala. "Tidak, aku tidak mempunyai sanak keluarga yang dapat kudatangi dan menampungku."
"Eh? Kalau begitu, engkau hendak pergi ke mana, Hui Lan?" tanya Liu Cin bingung, kasihan dan khawatir.
"Entahlah, Liu Cin. Yang jelas, aku harus pergi dari semua ini, aku...... aku akan
merantau dan aku akan mencari guruku, atau mencari guru lain untuk memperdalam ilmu silatku" Ia berteriak bahwa ia bersumpah dalam ha untuk membunuh Chou Kian Ki. Itu kini satu-satunya tujuan hidupnya, bahkan yang mendorongnya untuk tetap hidup. Membalas dendam!
"Memperdalam ilmu silatmu? Akan tetapi, engkau sudah cukup lihai dan tangguh, Hui Lan."
"Tidak, sama sekali belum cukup, Li Cin." Tentu saja masih jauh dari cuku karena Kian Ki merupakan lawan yan amat berat.
"Kalau begitu, mari kita cari guru bersama, Hui Lan. Aku juga seorang yang hidup sebatangkara, tiada sanak saudara, dan aku pun ingin memperdalam ilmu silatku. Akan tetapi , tentu saja kalau engkau mau melakukan perjalanan bersamaku."
"Akan tetapi, kenapa engkau dapat tiba-tiba berada di sini, Liu Cin? Bukankah engkau menjadi tamu di rumah Keluarga Chou, bersama wanita genit itu dan menjadi pembantu apa yang dipetakan sebagai perjuangan Jenderal Chou?" tanya Hui Lan yang memang maklum tahu bahwa Liu Cin telah pergi sendiri sana.
"Tidak, Hui Lan. Sejak pagi kemarin ku sudah pergi dari sana dan sudah Mengambil keputusan untuk tidak kembali l.igi ke sana."
"Akan tetapi bagaimana dengan saha-Kit baikmu, Lai Cu Yin itu? Apakah ngkau tinggalkan ia begitu saja?"
"Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin bukan abat baikku, Hui Lan. Sejak awal telah kukatakan bahwa kami hanya kebetulan saja bertemu di perjalanan dan berkenalan. Aku mau melakukan perjalanan bersamanya karena tadinya ia bersikap baik sebagai seorang gadis pendekar yang sopan dan baik budi. Akan tetapi setelah melihat ulahnya di gedung lenderal Chou, baru aku tahu orang macam apa adanya gadis itu. Nah, maukah engkau kutemani mencari seorang guru uk memperdalam ilmu silat kita?" Hui Lan mengangguk. Dalam hatinya ia merasa girang dan berterima kasl sekali kepada pemuda sederhana ini. Tentu saja, dengan adanya teman seperjalanan seorang pemuda yang gagali sopan, dan jujur seperti Liu Cin, ia akal lebih bersemangat dan tabah. Ia sendiri belum pernah melakukan perjalanan jau| seorang diri, apalagi perjalanan yai tidak tentu arah tujuannya.
Hui Lan lalu menanggalkan semui perhiasannya, anting, kalung, hiasan rami but, gelang yang kesemuanya terbuai dari emas permata, dan menyerahkannj kepada Liu Cin.
"Simpanlah semua ini, Liu Cin, untuk keperluan dan bekal perjalanan kita. Aki pun memerlukan beberapa setel pakaiai pengganti karena semua pakaianku tidak kubawa serta ketika aku melarikan diri.* Liu Cin tidak membantah, menerim* perhiasan itu dan memasukkannya ke dalam buntalan pakaiannya. "Mari kit; tinggalkan hutan ini dan mulai dengar perjalanan kita, Hui Lan." "Ke mana?"
"Ke mana saja hati kita membawa Hui Lan." Mereka lalu melangkah keluar dari tan dan setelah tiba di jalan umum, reka menuju ke selatan karena ke ra berarti kembali ke kota raja dan t u saja mereka tidak menghendaki mbali ke sana.
Matahari telah naik tinggi ketika Hta-reka tiba di daerah terbuka. Tidak Brfa pohon di daerah yang cukup luas itu Ha:i melihat banyak pangkal pohon di Tatrah itu, mudah diketahui bahwa agaknya pohon-pohon di situ telah ditebangi iang. Mungkin tadinya merupakan se-«i mpulan pohon pilihan yang baik untuk n cmbangun rumah, dan kini sudah habis ti tebangi orang. Yang tampak hanya pangkal-pangkal pohon mencuat dari talilah dan kini tempat itu menjadi lapang-in rumput yang lengang.
Tiba-tiba mereka melihat dua bayang nu orang berlari cepat dari depan. Mereka itu bukan lain adalah Cnou Kian Ki dan Lai Cu Yin yang pagi tadi melakukan pengejaran terhadap Hui Lan. Mereka mengejar mengikuti jalan umum ke selatan dan karena mereka tidak me bahwa Hui Lan meninggalkan jalan l memasuki hutan, maka mereka mei tempat itu sampai jauh. Setelah m beberapa dusun dan tidak ada yang lihat Hui Lan dalam dusun-dusun Kian Ki dan. Cu Yin lalu kembali, lum bahwa agaknya Hui Lan tidak mp ambil jalan menuju ke selatan itu. K ka mereka berlari ken bah ke utara lah mereka bertemu dengan Hui Lan Liu Cin yang sedang melakukan perjal an ke selatan setelah keluar dari da hutan.
Ketika dua bayangan itu sudah de dan mengenal bahwa mereka adalah K' Ki dan Cu Yin, Hui Lan menjadi mar sekali. Ia sama sekali tidak gentar wal pun ia maklum bahwa ia tidak a' mampu mengalahkan Kian Ki. Maka, sudah cepat mencabut Ceng- hwa-ki dan siap. menyerang.
Kian Ki mengerutkan alisnya keti melihat Hui Lan bersama Liu Cin. "L moi, bagaimana engkau bisa bersama o ngan Liu Cin di sini?" tegurnya dengan dipenuhi cemburu.
"Huh, aku berada di manapun bersama siapapun, apa pedulimu?"
"Lan-moi, mari kita pulang. Aku se a datang menjemputmu." "Tidak sudi! Aku
tidak sudi kembali rumahmu yang terkutuk!" "Aih, Lan-moi-, engkau adalah isteriku, ingat?" "Jahanam, siapa isterimu? Aku bukan Isterimu dan aku tidak sudi menjadi isterimu jahanam macammu!" bentak Hui Lan dan tangannya yang memegang pedang kmetar karena rasanya sudah tidak salur lagi untuk menyerang pemuda itu.
"Kongcu, gadis begini galak dan jahat, W ngapa kaupilih menjadi isterimu? Mali) banyak gadis yang jauh lebih cantik !»n lebih ramah daripada ini." kata Lai U Yin. Akan tetapi Kian Ki tidak mempe-lulikan ucapan Cu Yin. Dia tetap me-ndang Hui Lan dan merasa betapa tanya masih besar terhadap gadis ini. "Lan-moi, kau tahu aku amat men-mtaimu. Marilah pulang bersamaku, sayang."
"Tidak sudi!!"
"Lan-moi, mau tidak mau e harus bersamaku karena engkau a isteriku. Terpaksa aku akan menggu kekerasan dan membawamu pulang." "Nanti dulu!!" Tiba-tiba Liu Cin langkah maju.