"Oh, Tuhan! Sangguh kasihan benar perempuan tercantik di jagat ini harus hidup merana sebatang kara."
Kebetulaa saat mana Bik-lian-hoa juga tengah memandang kearahnya, begitu pandangan kedua belah pihak saling bentrok, sorot mata Bik-Iian-hoa mendadak memancarkan sinar aneh yang sangat ganjil, tapi itu terjadi dalam kilasan yang pendek sekali.
Begitu melihat kehadiran Bik-lian-hoa, wajah tua Ciong lamkoay- to yang bersitegang leher tadi lantas pelan-pelan pulih kembali mengunjuk senyum girang, sambil soja ia berkata seperti tidak tertawa.
"Nona Li apakah baik-baik saja sekian tahun ini?"
Bik-lian hoa tertawa lemah, ujarnya perlahan.
"Terima kasih akan perhatianmu, baik-baik saja."
Adalah Ci-hu ji-lo lah yang merasa disepelekan, air muka mereka bersemu abu-abu, agaknya mereka tengah menahan gusar dan mengerahkan tenaga, terdengar yang disebelah kiri berkata dengan nada berat.
"Jadi nona Li sengaja hendak menghina Sin-kun?"
Kebetulan Thian-san-sam-kiam juga tengah maju menghampiri dan unjuk hormat kepada Bik-lian-hoa, seru mereka.
"Apa kabar Li-cian-pwe?"
Hakikatnya Bik-Iian-hoa seperti tak hiraukan ucapan Ci-hu ji-lo, katanya kepada Thian-san-sam-kiam.
"Apakah kalian juga baik?"
"Kita sehat walafiat berkat lindungan Tuhan, selama ini mengasingkan diri di Thian-san."
Sementara itu ketua Siau lim-si Hian-khong Taysu juga membungkuk tubuh mengunjuk hormat dari kejauhan, Bik lian hoa menyambut dengan menganggukkan kepala.
Keruan Ci-hu ji-lo menjadi berjingkrak gusar seperti kebakaran jenggot.
Tapi mereka tahu bahwa Bu-lim su-bi bukan musuh sembarang musuh yang gampang diganggu usik.
Maka sedapat mungkin mereka berlaku sabar, tanyanya dengan suara lirih.
"Lalu cara bagaimana penyelesaiannya menurut pendapat nona Li?". Sekilas Bik-lian-hoa melirik hina kearah mereka, lalu semprotnya dingin.
"Apa kalian ada harga ikut-ikutan memanggilku dengan sebutan nona Li apa segala? "Lalu ia melangkah menghampiri kearah Giok liong, katanya lemah lembut.
"Nak marilah ikut aku."
Giok liong menjadi tertegun, pikirnya.
"Kenapa dia minta aku ikut dia?"
Demikian ia berpikir sehingga susah ambil kepastian.
Sekonyong-konyong terdengar galaknya menggila yang riuh rendah menusuk telinga semua hadirin bagai geledek menggelegar sampai bumi terasa bergetar kuping juga seperti ditusuk-tusuk.
Dimana bayangan merah berkelebat beruntun muncul empat orang kata berkepala besar bermuka gepeng mengenakan jubah panjang warna merah.
Sungguh lucu bentuk keempat orang cebol ini, rambut kepalanya awut-awutan kaku seperti bulu landak, raut mukanya merah darah, mata merekapun memancarkan kilat merah yang tajam membuat orang tak kuat beradu pandangan dengan mereka.
Kepalanya terlalu besar, raut wajahnya juga gepeng sungguh lucu jelek dan jenaka sekali.
Segera terdengar ada orang yang berteriak kejut.
"Hiat-ing su-ai..."
Begitu Hiat-ing-su ai (empat cebol dari Hiat-ing-bun) muncul lantas gelak tawa mereka berhenti, secepat itu mereka sudah mendarat tiba di hadapan Giok-liong, mereka memutar tubuh menyapu pandang ke seluruh gelanggang lalu berteriak tertawa.
"Bagus, kiranya nona Li yang pegang peranan digelanggang sini!"
Hadirin semakin tegang dan was-was.
Harus diketahui bahwa kedudukan Hiat ing-bun bagi kaum persilatan masih setingkat lebih atas dari aliran Ci-hu, justru Hiat-ing-su-ai ini merupakan tokoh terpenting didalam Hiat ing bun mereka, jarang dan sulit sekali keempat orang cebol ini pernah unjuk diri karena kedudukannya yang tinggi, kecuali mereka turun tangan maka apa yang dituju pasti berhasil dan itu merupakan urusan besar.
Lain lagi dengan pihak Ci hu-ji-lo meskipun ilmu silat mereka sangat tinggi, hakikatnya mereka bukan merupakan tokoh penting dalam golongannya, kedudukan mereka juga tidak begitu tinggi, maka meskipun semua orang tidak berani memandang rendah pada rnereka, tapi juga tidak berlebihan seperti sikap mereka terhadap Hiat-ing su ai.
Terdengar Bik lian-hoa tertawa sinis.
"Urusan disini tiada tempat bagi kalian untuk ikut campur !"
"Belum tentu !"
Sebuah suara serak dan berat mendadak menyelak diluar gelanggang sana, serta merta semua orang berpaling ke arah datangnya suara.
Sebuah bayangan abu-abu meluncur tiba terus hinggap didepan Ci-hu ji-Io.
orang ini bertubuh kekar dan gagah, bermuka ungu dengan jenggotnya yang menjiwai panjang sungguh garang dan angker sekali sikapnya, ia mengenakan jubah panjang warna ungu terbuat dari sutra mahal serba perlente.
Sekali lagi suasana gelanggang menjadi sunyi begitu orang ini muncu.
Dia bukan lain adalah Ci-hu sin-kun Kiong Ki, salah satu tokoh silat yang tenar, selama ratusan tahun namanya tak pernah luntur, tindak tanduknya serba misterius.
Tanpa bersuara Ci-hu-jilo membungkuk tubuh terus mundur ke belakangnya.
Sikap raut muka Hiat-in su-ai sekarang kelihaian mulai rada kikuk dan kurang wajar.
Demikian juga Ciong-lam-koay-to Ji-ngo yang berdiri disamping Giok-liong mengerutkan kening, katanya kepada Giok-liong.
"Buyung, cara bagaimana kau mengganggu usik gembong gembong aneh sebanyak ini."
Giok liong menjawab dengan sombongnya.
"Kalau Cianpwe takut urusan, boleh silakan mundur saja sebagai penonton."
Ciong-lamnkoay-to menjengek dingin, katanya.
"Selamanya Lohu belum pernah takut kepada siapapun ... ."
Sementara itu, Ci-hu-sin-kun sudah maju beberapa langkah sedikit membungkuk hormat kearah Bik-Iian hoa serta katanya.
"Naga-naganya nona Li sengaja hendak memikul seluruh persoalan ini ke atas pundakmu sendiri, bukankah begitu?"
Bik-lian-hoan juga balas sedikit menekuk lutut, sahutnya.
"Ternyata semakin tua Sin-kun semakin sehat dan bersemangat!"
"Mana, mana, berkat pujian melulu."
"Tapi semakin tua juga semakin ceroboh."
Ci-hu-sin kun menarik muka dingin, seringainya.
"Nona Li kalau bicara sukalah memberi muka."
Bik lian-hoa juga tertawa dingin.
"Secara langsung Sin-kun menunjuk anak ini, entah untuk keperluan apakah?"
Ci-hu sin-kun mengakak tawa, kedua biji matanya membelalak besar berkilat serunya lantang.
"Urusan sudah sampai begitu jauh, aku juga tidak perlu main pat gulipat. Tujuan Lohu adalah seruling sambar nyawa yang digembol oleh bocah ingusan itu."
Waktu mengucapkan kata-katanya ini sengaja ia bikin nadanya menjadi tinggi dan keras memamerkan Lwekangnya, jadi hakikatnya kata-katanya ini bukan melulu ditujukan kepada Bik-lian-hoa seorang ini merupakan peringatan dan tantangan bagi seluruh kaum persilatan yang hadir.
Betul juga seluruh hadirin menjadi gempar.
Satu sama lainnsaling pandang tapi tiada seorang pun yang berani tampil kedepan menandingi urusan ini, Sebab semua orang tahu, bagi siapa saja yang mengajukan diri pasti seluruh perhatian orang tertuju pada dirinya, Coba pikirkan siapa, yang kuat bertahan menghadapi sekian banyak orang.
Bik-lian hoa terkekeh-kekeh geli, begitu geli sampai ia meliukkan pinggang menekan perut.
Hawa ungu berkelebat lagi dimuka Ci-hu-sin-kun, hardiknya bengis.
"Apa yang kau tertawakan?"
Bik lian hoa menjebir bibir, katanya serba kalem.
"Harap tanya Sin-kun, apakah seruling samber nyawa sudah ditakdirkan menjadi milikmu seorang?"
Ci-hu-sin-kun terhenyak terkancing mulutnya. Terdengar Bik-lian-hoa menyambung lagi.
"Seruliag samber nyawa adalah benda pusaka kaum persilatan, siapa yang tidak ingin memiliki, kukwatir bukan kau saja yang mengincar."
Dalam berkata-kata ini sengaja atau tidak sepasang matanya yang hitam besar dan jeli menggiurkan itu menyapu pandang keseluruh hadirin yang berjumlah ratusan orang itu. Sebaliknya Ci-hu sin-kun menantang dengan takabur.
"Siapa yang ingin mengincarnya, silakan keluar menghadapi aku bermain silat."
Sungguh sombong dan takabur sekali, hakikatnya ia tidak pandang sebelah mata seluruh kaum persilatan yang hadir.
Tapi kedudukan Ci-hu-sin-kun yang tinggi serta kepandaian silatnya yang lihay, kiranya cukup membuat keder seluruh gembong-gembong silat dari aliran putih dan hitam, mereka gusar dalam hati, sedikitpun tidak berani unjuk kegarangan dilahiriah, berbisik-bisik tanpa berani banyak tingkah.
Sebaliknya Bik-lian-hoa mempunyai perhitungannya sendiri, suara tawanya merdu menggiurkan, katanya memancing.
"Ucapan Sin-kun ini apa tidak keterlaluan . ."
Sengaja ia tarik panjang suaranya sehingga ucapan selanjutnya dihentikan. Ci-hu sin kun menjadi berjingkrak gusar semprotnya gusar.
"Apa ? Takabur ? Atau kurang sembabat ?"
Cepat Bik-lian hoa menyahut.
"Bukan!, bukan takabur, kalau mengandal nama Cihu dari Sin-kun, Lwekang serta kepandaian silat, meskipun diantara hadirin ada yang kuat bertahan bergerak sampai tiga ratusan jurus melawan Sinkun, tapi toh takkan mendapat keuntungan yang diharapkan Apa boleh buat ...
"
Lagi lagi ia sengaja jual mahal akan katakatanya memancing kemarahan Ci-hu-sin-kun. Betul juga Ci-hu sin-kun menjadi tidak sabaran, selaknya.
"Apa boleh buat gimana?"
Bik-lian hoa meninggikan suaranya.
"Apa boleh buat karena siapapun yang hadir disini mempunyai hak mendapat bagiannya, Kau sendiri terlalu tamak hendak mengangkangi sendiri apa kau tidak takut orang orang ini bergerak maju mengeroyokmu ?"
Lagi-lagi seluruh hadirin menjadi geger oleh ucapan propokasi dari Bik-lian hoa ini.
Ci hu-sin kun sendiri juga menjadi ter-longong-longong.
Betapa juga ia harus waspada dan memperhitungkan rugi untungnya sebelum bertindak.
Agaknya propokasi Bik lian-hoa mendapat hasiI, pertamatama Hiat ing-su ai tampil kedepan, salah seorang diantaranya segera berteriak sambil menggerakkan kepalanya yang besar tercetus teriakannya .
"Ucapan nona Li memang benar siapapun jangan harap bisa mengangkangi seorang diri !"
Ciong-lam kay to Ji ngo mengerutkan kening, Sambil meraba gagang pedangnya ia pun ikut bicara.
"seruling samber nyawa ini menyangkut suatu urusan besar dunia persilatan. Tujuan sembilan partai besar bukan terletak pada benda pusaka itu, Tapi keselamatan dan kesejahteraan hidup kaum persilatan betapa juga harus dipikirkan."
Sembari berkata matanya berkedip memberi syarat kearah Thian sansam- kiam. Maka Thian-san-sam-kiam segera mengiakan bersama .
"Tepat sekali ucapan ini."
Selanjutnya Bik-lian hoa angkat bicara lagi.