Sepasang Pedang Iblis Chapter 22

NIC

"Kalian ini siapa lagi berani membuka mulut besar?"

"Kami adalah dua orang utusan dari Pulau Es!"

Mendengar ucapan ini, semua orang memandang dengan muka berubah, seperti halnya para pimpinan Hek-liong-pang tadi. Namun Hok Cin Cu agaknya memandang rendah, apa lagi melihat bahwa kakek gemuk dan kakek kurus itu tidak menunjukkan keanehan apa-apa.

"Tidak perlu kami sembunyikan lagi. Kami menjadi utusan Pulau Es untuk meninjau dan kami tertarik memasuki pibu."

"Bagus!"

Hok Cin Cu kini mendapatkan kesempatan untuk "mencuci muka"

Setelah tadi ia mengalami hal yang merendahkan dirinya ketika berhadapan dengan kakek Siauw Lam yang telah ia rasakan kelihaiannya.Ia masih ragu-ragu apakah akan dapat menangkan kakek itu, akan tetapi terhadap dua orang ini ia memandang rendah sekali.

"Apakah kalian juga hendak maju berdua? Kalau memang ingin maju berdua, jangan malu-malu, katakan saja. Pinto berani menghadapi kalian berdua sekaligus.!"

Yap Sun menjadi merah mukanya, akan tetapi wajahnya tetap tenang dan dingin. Suaranya lebih dingin lagi ketika berkata,

"Majikan kami adalah seorang pendekar yang mengangkat kependekaran dan kegagahan di atas segala apa, tentu saja kami tidak akan menggunakan jumlah banyak untuk mencari kemenangan."

"Suheng, biarlah aku menghadapi tosu ini,"

Kata Thung Sik Lun yang bertubuh kurus.

"Baiklah, Sute."

Kemudian Yap Sun berkata kepada Hok Cin Cu.

"Sute-ku ini yang akan menandingimu Hok Cin Cu."

Yap Sun lalu meloncat ke pinggir dan berkata tenang kepada sutenya,

"Thung-sute, hati-hati, jangan sampai melakukan pembunuhan. Jangan membunuh dia."

Ucapan yang dikatakan dengan suara bersungguh-sungguh ini membuat dada Hok Cin Cu seperti akan meledak saking marahnya. Ucapan itu sungguh dirasakan amat merendahkan dirinya. Bukan dipesan hati-hati agar jangan kalah, melainkan dipesan berhati-hati agar jangan membunuh lawan!

"Kami dari Pulau Es tidak pernah menggunakan senjata, kecuali kalau amat perlu dan sangat terpaksa. Untuk main-main denganmu, biarlah aku menggunakan tangan kosong saja. Totiang, pakailah pedangmu!"

Baru sekarang Hok Cin Cu tak dapat menertawakan lawannya karena kemarahan telah menguasai hatinya. Dia merasa dipandang rendah sekali dan hal ini dianggapnya sebagai penghinaan, sungguh pun kakek kurus dari Pulau Es itu sebetulnya sama sekali tidak mau memandang rendah atau menghina, melainkan bicara sesungguhnya.

"Siapakah namamu, orang yang sudah bosan hidup? Katakanlah namamu agar kalau pedangku memenggal lehermu, akan pinto ketahui siapa orang sombong yang sudah kubunuh dalam pibu ini!"

"Namaku Thung Sik Lun dan marilah kita mulai, Hok Cin Cu!"

Pedang di tangan Hok Cin Cu itu sudah mengaung dan menyambar dari atas ke bawah hendak membelah tubuh lawan, Akan tetapi gerakannya tidak lurus melainkan seperti ular berlenggak-lenggok hingga tampak sinar pedangnya seperti halilintar menyambar di angkasa. Namun tubuh kakek kurus itu telah lenyap dan tahu-tahu telah berpindah tempat ke kiri. Tosu itu terkejut melihat kecepatan gerak lawan yang tidak tampak menggoyang tubuh tetapi tahu-tahu tubuhnya sudah mencelat ke kiri, maka cepat pedangnya menyusul dan dia mengirim serangkaian serangan dengan pedangnya sehebat gelombang lautan dan terdengar suara suling nyaring mengikuti berkelebatnya sinar pedang. Thung Sik Lun memiliki bakat yang baik dalam ilmu meringankan tubuh, maka oleh majikan Pulau Es ia telah digembleng dengan ilmu gerak kilat sehingga tubuhnya dapat bergerak lebih cepat dari pada berkelebatnya sinar pedang Hok Cin Cu,

Maka serangan-serangan itu selalu gagal karena tubuh kakek kurus ini telah mencelat ke sana-sini amat cepatnya. Semua orang yang menyaksikan pertandingan dahsyat ini melongo karena gerakan tubuh Si Kakek Kurus sedemikian cepatnya sehingga tubuhnya tampak seolah-olah menjadi banyak. Hok Cin Cu menjadi penasaran sekali. Sudah belasan jurus pedangnya menyerang namun sama sekali tak pernah berhasil. Ia berseru keras dan menyerang lebih cepat. Thung Sik Lun maklum akan kelihaian lawan, maka ia pun mempercayai gerakan tubuhnya sehingga tubuhnya lenyap hanya merupakan bayangan yang kadang-kadang tampak kadang-kadang tidak. Sambil mengelak ini, Thung Sik Lun kini membalas, tangan kirinya mendorong ke arah lawan dengan jari terbuka.

"Wuuuttttt...!"

"Aihhh!"

Hok Cin Cu terhuyung dan berseru kaget karena dorongan tangan lawan itu mengandung tenaga yang hebat bukan main, mengandung hawa panas dan amat kuat sehingga tubuhnya bergetar dan ia terhuyung ke belakang.! Hok Cin Cu cepat meloncat ke atas dan berjungkir balik ke belakang, kemudian turun dengan wajah pucat, memandang lawannya yang masih tetap berdiri tegak dan tenang. Maklumlah tosu ini bahwa lawannya, tokoh Pulau Es ini, memiliki sinkang yang sangat luar biasa. Dia seorang yang licin dan cerdik sekali, biar pun marah dan penasaran akan tetapi tidak nekat. Kalau pertandingan itu dilanjutkan, tentu dia teancam bahaya mati. Maka ia lalu berkata.

"Sobat dari Pulau Es, kepandaianmu hebat. Biarlah kali ini aku mengaku kalah. Akan tetapi tunggulah saja, pada suatu hari aku akan datang mengunjungi Pulau Es untuk menantang pibu kepada majikan Pulau Es!"

Setelah berkata demikian, tanpa menanti lawan menjawab dan tidak memberi kesempatan orang lain mengejeknya, tosu cerdik ini sudah meloncat jauh dan berlari cepat sekali, kemudian menghilang di pantai yang berbatu-batu.

Kejadian ini membuat semua orang terkejut dan melongo. Hok Cin Cu yang demikian lihai ilmu pedangnya, dalam waktu cepat sekali telah mengaku kalah kepada orang kedua dari Pulau Es, padahal belum dirobohkan! Dan menurut pengintaian mereka, orang Pulau Es itu tidaklah sehebat Si Tosu, hanya memiliki gerakan cepat dan pandai mengelak saja. Mengapa tosu yang ilmu pedangnya luar biasa itu mengalah begitu saja? Hal ini membuat penasaran yang hadir, maka keluarlah seorang laki-laki berusia lima puluh tahun berpakaian pendeta, berambut gondrong dengan cambang bauk mencongak ke sana-sini. Lehernya digantungi kalung yang ada kelenengannya seperti yang biasa digantungkan di leher kerbau atau sapi. Kiranya dia adalah seorang saikong yang mukanya seperti singa dan suaranya parau ketika ia berkata menggeledek.

"Aku telah mendengar bahwa Pulau Es dikuasai oleh seorang Pendekar Siluman. Kini menyaksikan pertandingan tadi, aku baru percaya orang-orang Pulau Es pandai menggunakan ilmu siluman! Kalau kalian menggunakan ilmu silat, kiraku tidak akan mampu mengalahkan Hok Cin Cu, biar pun ilmu pedangnya hanya bagus ditonton dan enak didengar saja. Heh, orang Pulau Es, marilah kalian melawan aku, Siangkoan Cinjin dari Goa Tengkorak!"

Setelah berkata demikian, saikong itu lalu menggoyang tubuhnya seperti tingkah seekor singa mengeringkan bulunya dan terdengarlah suara mengaum yang dahsyat dari mulutnya.

Suara ini mengandung getaran yang amat kuat sehingga semua orang yang mendengar menjadi terkejut sekali. Untung bahwa yang kini tinggal di situ hanya orang-orang yang berilmu tinggi sehingga mereka cepat mengerahkan tenaga mereka untuk melawan pengaruh getaran suara itu, karena kalau orang tidak memiliki sinkang kuat, mendengar suara getaran ini pasti akan roboh! Mengeluarkan suara mengaum seperti singa yang dapat merobohkan lawan dan mendatangkan rasa takut dan ngeri ini adalah ilmu Sai-cu Ho-kang (Auman Singa) yang dikerahkan dengan tenaga khikang amat kuatnya. Dari teriakan dahsyat ini saja sudah dapat diketahui betapa lihainya saikong ini. Kakek Siauw Lam yang semenjak tadi menyaksikan pertandingan dengan penuh perhatian, terkejut sekali mendengar digunakannya ilmu Sai-cu Ho-kang ini karena ia segera teringat akan muridnya.

Posting Komentar