Kita mengenal Su Lok Bu dan Cia Kok Han ini karena mereka ini, kurang lebih dua tahun yang lalu, bekerja sebagai pengawal pribadi Pui Ki Cong atau yang dikenal sebagai Pui Kongcu (Tuan Muda Pui), yaitu orang pertama yang menjadi musuh besar Kim Cui Hong dan yang kemudian disiksa sampai menjad i seorang tapadaksa berat oleh gadis itu yang me mba las dendamnya. Setelah terjadi peristiwa pembalasan dendam dari Kim Cui Hong terhadap empat orang yang pernah me mperkosa dan meng hinanya, yang telah disiksa tiga orang dan yang seorang me mbunuh diri, dua orang jagoan ini segera mengundurkan diri. Mereka berdua adalah pendekar, tokoh Siauw-lim-pai dan Bu-tong-pai. Setelah mereka mengetahui duduknya perkara, mereka segera meninggalkan keluarga bangsawan Pui. Keduanya menyadari bahwa mereka telah bekerja sebagai pengawal seorang pemuda bangsawan yang pernah melakukan perbuatan keji terhadap Kim Cui Hong. Mereka merasa ma lu dan pergi tanpa pamit.
Kemudian, dua orang sahabat ini me me menuhi panggilan Jenderal Ciong Kok yang mereka kenal baik, dan mendapat tugas menga mati keadaan di luar benteng kota raja bagian barat. Dua orang jagoan ini diteman i oleh lima orang jagoan lain yang terkenal dengan sebutan Liong-san Ngo-eng (Lima Pendekar Bukit Naga). Mereka adalah kakak beradik seperguruan, tokoh-tokoh perguruan silat Liong-san-pa i yang merupakan ahli-ahli silat pedang yang cukup tangguh.
Tujuh orang mata-mata pe merintah ini telah me ndapat berita dari para penyelidik yang me mbuat pengamatan lebih jauh dari benteng kota raja bahwa ada tiga orang penunggang kuda yang pakaiannya seperti penduduk dusun, akan tetapi cara mereka men unggang kuda dan di punggung mereka terdapat senjata, menimbulkan dugaan bahwa mereka itu bukanlah penduduk dusun biasa dan patut dicurigai dan diselidiki lebih lanjut karena tiga orang penunggang kuda itu menuju ke arah kota raja.
Demikianlah, karena me mandang rendah pertahanan kota raja Peking, ma ka pemimpin laskar rakyat Li Cu Seng menjadi lengah. Ketia dia dan dua orang pe mbantunya tiba di luar tembok benteng, di tepi sebuah hutan, mereka men ghentikan kuda mereka. Li Cu Seng me mber i isyarat dan dua orang pembantunya, Cu Kam dan Giam Tit, ikut pula turun dari atas punggung kuda mereka. Mereka mena mbatkan kuda di pohon tepi hutan itu.
"Dari sini kita harus berjalan kaki. Bersikaplah biasa dan kalau ada pertanyaan, kita menga ku akan mengunjungi keluarga yang tinggal di kota raja." kata Li Cu Seng dengan sikap tenang.
Dua orang pembantunya mengerutkan ali dan ta mpak ragu dan khawatir.
"Me masuki kota raja?" tanya Gu Kam. "Akan tetapi itu berbahaya sekali, Li-bengcu (Pemimpin Li)!"
"Hemm, Gu-twako, apakah engkau takut?" Li Cu Seng bertanya sambil menatap wajah raksasa brewok itu dengan sinar mata tajam.
"Li-bengcu, engkau tahu bahwa aku tidak pernah takut!" kata Gu Kam..
"Suheng (Kakak Seperguruan) Gu Kam tentu saja tidak takut, Li-bengcu. Akan tetapi yang kami khawatirkan adalah bengcu sendiri. Kalau sa mpai ketahuan musuh bahwa bengcu sendiri yang me masu ki kota raja, bagaimana mungkin kami berdua dapat melindungi bengcu dari ser-gapan balatentara kerajaan yang berkumpul di kota raja?" kata Giam Tit.
Li Cu Seng tersenyum, mengangguk-angguk. Tentu saja dia tidak pernah meragukan kesetiaan dan kegagahan dua orang pembantunya ini.
"Gu-twako dan Gia m-twako, aku tahu benar bahwa kalian berdua tidak takut menghadapi apapun juga. Sejak se mula kita semua sudah menyadari bahwa perjuangan ini berarti me mpertaruhkan nyawa kita. Hanya ada dua pilihan, berhasil atau mati! Karena itu, mengapa kita ragu kalau ada bahaya menanti dalam kota raja? Kiranya tidak ada yang tahu akan penyamaran kita bertiga. Kalau ada yang bertanya, jangan lupa mengatakan bahwa kita datang dari dusun dan hendak mengunjungi keluarga Panglima Bu Sam Kwi yang tinggal di kota raja."
"Akan tetapi, apakah bengcu benar-benar mengenal Jenderal Bu Sam Kwi?" tanya Giam Tit. Li Cu Seng tersenyum. "Tentu saja aku mengenalnya, bahkan kami dulu menjad i sahabat baik. Aku akan me ma kai nama marga Cu, dan kalian berdua adalah kakak beradik she (bermarga) Kam. Nah, mari kita me masuki kota raja. Kita tinggalkan kuda di sini." Mereka bertiga mena mbatkan kuda pada batang pohon, akan tetapi melepaskan kendali dari hidung dan mulut kuda-kuda itu sehingga tiga ekor binatang itu dapat makan rumput yang tumbuh subur di bawah pohon- pohon itu.
Su Lok Bu dan Cia Kok Han me mber i isarat kepada lima orang Liong-san Ngo-heng untuk mende kat. Mereka bertujuh lalu berunding.
"Kita belum yakin siapa mereka dan apa niat mereka. Belum tahu benar apakah mereka itu lawan atau kawan. Maka kita bayangi saja ke mana mereka pergi. Lihat, mereka bertiga men inggalkan kuda dan kini berjalan menuju ke pintu gerbang kota raja. Kita bayangi dari jauh!" bisik Cia Kok Han.
Tujuh orang itu me mbayangi tiga orang yang berjalan dengan santai menuju ke pintu gerbang. Setelah tiba di pintu gerbang, para penjaga pintu gerbang menghadang dan menghentikan t iga orang itu.
"Berhenti! Kami men dapat tugas untuk me mer iksa se mua pendatang yang tidak kami kenal. Hayo katakan, siapa kalian, datang dari mana dan hendak kemana?" tanya komandan jaga dengan sikap tegas.
Li Cu Seng me langkah maju dan me mber i hormat. "Sobat, dalam keadaan seperti sekarang ini, me mang kalian sebagai penjaga-penjaga harus teliti dan tegas. Sikapmu ini mengagu mkan dan pasti akan mendapat pujian dari Panglima Besar Bu Sam Kwi. Kami akan me laporkan ketegasanmu ini kepada beliau!"
"Panglima Besar Bu Sam Kwi?" Koman dan jaga bertanya, matanya terbelalak. Tentu saja dia tahu siapa Panglima Besar Bu Sam Kwi. Se mua orang mengena l panglima besar yang amat terkenal itu, apalagi perajurlt seperti dia dan kawan- kawannya.
"Engkau menyebut na ma Panglima Besar Bu Sam Kwi? Apakah kalian bertiga ini perajurit-perajurit anak buah Bu Thai-ciangkun (Panglima Besar Bu)?"
Li Cu Seng tersenyum, sengaja menga mbil sikap angkuh dan dua orang pembantunya juga meng imbangi sikap ini, mereka membusungkan dada.
"Perajurlt? Kami adalah perwira-perwira pe mbantu beliau yang amat dipercaya sehingga beliau kini mengutus kami untuk mengunjungi keluarga beliau di kota raja."
Sikap komandan jaga dan anak buahnya yang berjumlah selosin orang itu berubah. Komandan jaga memandang hormat. "Ah, maafkan karena kami tidak mengenal sa m-wi (tuan bertiga). Akan tetapi, kalau sam-wi para pembantu Panglima Besar Bu Sam Kwi, mengapa sa m-wi tidak mengenakan pakaian dinas?"
0 oo odwkzo oo 0
“IH, kawan. Di luar sana terdapat tt banyak pasukan pemberontak. Kalau kami me ma kai pakaian perwira, tentu kami tidak akan dapat sampai di sini! Kami sengaja menyamar sebagai petani agar dapat mudah masuk ke kota raja dan menya mpaikan pesan Panglima Besar Bu kepada keluarganya di kota raja."