Cui Hong terkejut dan kerut di alisnya makin menda la m. "Ahhh! Kiranya dia inikah Pa man mu? Inikah orangnya yang dulu pernah menipu orang tuamu sehingga orang tuamu menjad i terlunta-lunta dan men inggal dunia?"
"Benar, lihiap."
"Dan engkau kini hendak me mbelanya? Betapa anehnya sikap mu! Toako, jangan menca mpuri urusan kami. Mundurlah dan biarkan aku menyelesaikan urusan pribadiku dengan Gan Tek Un!"
"Tidak, Lihiap. Engkau tidak boleh bertindak keja m."
"Apa? Engkau benar-benar hendak me lindungi Pa man mu yang jahat ini?"
"Biar dia Pa manku ataukah orang lain, aku tetap akan mencegah engkau bertindak kejam, Lihiap. Menyerang orang yang tidak bersalah, orang yang tidak melawan, sungguh merupakan perbuatan yang kejam dan tidak patut dilakukan seorang pendekar wanita seperti engkau ini."
"Hemm, Tan-toako, tahukah engkau mengapa aku hendak menyiksa orang ini?" Tan Siong menggelengkan kepalanya, "Apa pun kesalahannya, tidak sepatutnya kalau engkau kini hendak menyerangnya karena dia sudah t idak mau melawan sama sekali."
"Tan-toako, sudah kuceritakan kepada mu tentang empat orang manus ia iblis yang telah menghinaku, me mperkosaku sampai lewat batas perikemanusiaan, perbuatan mereka me lebihi kekeja man iblis sendiri dan yang tiga orang sudah kubereskan. Hanya tinggal seorang lagi dan yang seorang itu adalah Gan Tek Un!"
Bukan main kagetnya hati Tan Siong mendengar ini. Dia tahu bahwa pamannya me mang pernah menjadi penjahat, akan tetapi tak pernah disangkanya bahwa pa mannya pernah me lakukan perbuatan sekeji itu, meniper kosa gadis yang tidak berdaya, beramai-ramai dengan tiga orang kawannya! Dengan muka berubah pucat dia membalik dan me mandang kepada tosu yang masih duduk bersila itu.
"Paman, benarkah Paman dulu me lakukan perbuatan keji dan hina itu?" tanyanya dengan suara nyaring.
Gan Tosu me ma ng sejak tadi mendengarkan dan kini dia menarik napas panjang, tanpa me mbuka kedua matanya. "Se mua yang dikatakan Nona ini benar belaka. Tan Siong. Memang aku pernah me lakukan perbuatan jahat itu dan perbuatanku terhadap Nona inilah yang merupa kan satu di antara banyak perbuatanku yang membuat aku menyesal setengah mati. Biarkan dia menyiksa atau me mbunuhku untuk menebus dosaku, Tan Siong."
"Nah, engkau mendengar sendiri, Toa-ko. Apakah engkau kini mas ih hendak melindungi dia?" Cui Hong menuntut.
"Kim-lihiap, pendirianku tidak berubah Aku tetap mencegah engkau melakukan perbuatan kejam itu. Aku me mbelanya bukan karena dia Pamanku, melainkan seorang yang tidak me lawan terancam oleh kekerasan. Dan aku mencegah engkau melakukan kekejaman itu karena.... terus terang saja, Lihiap, cintaku kepada mu mas ih tetap. Aku mencegah engkau menjad i pe mbunuh kejam demi cintaku kepada mu!"
Kembali Cui Hong tersenyum, akan tetapi kini senyumnya mengejek dan sepasang matanya mencorong penuh kemarahan, la merasa diper mainkan.
"Tan Siong!" bentaknya dengan suara ketus. "Engkau bilang bahwa engkau mencintaku, akan tetapi engkau menentang aku yang hendak me mbalas dendam kepada orang yang telah merusak kebahagiaanku, yang telah menghancurkan harapanku, yang telah menggelapkan sinar kehidupanku, yang telah me mbunuh ayahku dan suhengku! Cinta maca m apakah itu? Tidak perlu engkau meray u, kalau engkau me mbe la jahanam Gan Tek Un ini, berarti engkau adalah musuhkul Majulah!" Cui Hong me nodongkan rantingnya, siap untuk menyerang.
"Kim-lihiap, sungguh engkau me mbuat aku bersedih bukan ma in. Tentu saja aku tidak akan me layani tantanganmu, karena sampai mati pun aku tidak akan me mu-suhimu. Aku hanya melindungi orang yang teranca m, bukan berarti me musuhi- mu. Engkau tidak dapat mengerti pendirianku. Sekali lagi, ingatlah dan hapuslah dendam dari dalam hatimu, karena itu merupakan racun yang hanya akan merusak lahir batinmu sendiri."
"Cerewet! Aku mau hajar dan siksa dia untuk me mbalas dendam, baik engkau suka maupun tidak!" Dan Cui Hong kini dengan kemarahan meluap sudah mengayun rantingnya untuk me mukul re muk tulang kaki Can Tosu yang duduk bersila itu.
"Singggg...... takkkk!" Ranting itu tertangkis pedang di tangan Tan Siong. Pemuda ini sudah cepat menangkis dan kini dia berdiri menghalang di antara Cui Hong dan tosu itu dengan sikap melindungi. "Tan Siong, terpaksa aku harus menyingkir kan segala penghalang untuk me mbalas denda mku, termasu k engkau!" teriak Cui Hong dan ia sudah menyerang dengan rantingnya, ujung rantingnya tergetar dan seolah-olah terpecah menjadi tujuh yang melakukan serangkaian totokan ke arah tujuh jalan darah di tubuh bagian depan dari lawan.
Tan Siong terkejut sekali. Dia me mang sudah tahu betapa lihainya wanita Ini ketika me mbantunya menghadapi jagoan- jagoan yang menjad i pelindung Pui Ki Cone, akan tetapi baru sekarang dia men ghadapinya langsung sebagai lawan. Dia pun cepat menggerakkan pedang tipisnya, diputarnya dengan cepat untuk melindungi tubuhnya. Namun, pe mutaran pedang saja tidak cukup dia harus berlompatan kesana-sini karena ujung ranting itu seolah-olah dapat menerobos di antara gulungan sinar pedangnya.
Cui Hong tidak berma ksud mencelaka i pemuda itu, sama sekali tidak. Dia masih merasa kagum dan suka kepada pemuda perkasa itu, apalagi mendengar betapa sampai kini pemuda itu masih tetap mencintanya, walaupun sudah mendengar r iwayatnya, tahu bahwa ia bukanlah seorang perawan terhormat lagi, melainkan seorang wanita yang sudah ternoda dan terhina. Ia hanya ingin meroboh kan Tan Siong agar tidak dapat mengha langi pelaksanaan balas dendamnya terhadap Gan Tek Un, maka semua serangannya me rupakan totokan-totokan yang amat hebat. Sebaliknya, Tan Siong juga hanya ingin me lindungi pa mannya, bukan berniat untuk melukai apalagi me mbunuh gadis yang dikagumi dan dicintanya itu, maka dia pun hanya menggerakkan pedangnya untuk melindungi tubuhnya, menangkis dan menge lak tanpa balas menyerang.
Akan tetapi, segera dia terdesak hebat. Andaikata dia me mba las se mua serangan Cui Hong pun belum tentu dia akan ma mpu menga lahkan gadis perkasa itu, apalagi kini dia hanya menangkis tanpa bisa menyerang. Gulungan sinar pedangnya semakin menye mpit, terjepit dan tertekan oleh sinar hijau dari ranting di tangan Cui Hong.
"Tahan senjata kalian! Jangan berkelahi dan dengarkan pinto!" Tiba-tiba terdengar teriakan Gan Tojin, tosu yang tadi duduk bersila. Mendengar ini, Tan Siong melompat ke belakang dan Cui Hong juga menahan gerakan rantingnya, ingin tahu apa yang akan dikatakan musuh besarnya itu. Siapa tahu musuh besarnya itu timbul keberanian untuk maju sendiri menghadap inya dan melarang Tan Siong menca mpuri urusan pribadi mere ka.
Tosu itu mas ih duduk bersila, mukanya pucat akan tetapi sinar mata mencorong penuh se mangat. Agaknya kesedihannya yang tadi sudah lenyap. "Siancai...! Dengan sikap kalian, maka dosa pinto berta mbah dalam dan besar saja. Setelah menjadi seorang pe meluk aga ma yang taat, pinto bahkan mengakibatkan perpecahan dan perkelahian antara dua orang muda yang saling menc inta. Nona Kim Cui Hong, engkau sudah sepatutnya membalas dendam kepada pinto karena perbuatan pinto terhadapmu dahulu itu me mang tak dapat diampuni. Dan engkau pun benar, Tan Siong, karena engkau me lindungi yang le mah, bukan karena pinto paman mu, dan itu merupakan sikap seorang pendekar. Akan tetapi kalau pinto me mbiarkan kalian saling berkelahi sa mpai seorang di antara kalian roboh tewas atau terluka, pinto akan merasa berdosa lebih hebat lagi yang takkan dapat pinto lupakan sela ma hidup. Karena itu, biarlah pinto mengakhiri saja semua derita ini!" Tiba-tiba na mpak s inar berkelebat dan tahu-tahu tosu itu sudah menusukkan sebuah pisau ke dadanya.
"Creppp....!" Pisau itu mene mbus dada sampai ujungnya nampak sedikit di punggung dan dia masih tetap duduk bersila!