Peninggalan Pusaka Keramat Chapter 56

NIC

I Ki Hu tertawa lebar.

"Tidak perlu sampai minta maaf. Cayhe hanya ingin bertemu dengan Lo Sang." Tangannya mengendur, kedua pemuda itu didorong ke depan dan tepat berdiri di samping kiri kanan perempuan setengah baya itu.

Mimik wajah perempuan itu tampak agak lega.

"Tuan ingin bertemu dengan ayah . . . sebetul-nya tidak menjadi masalah, tetapi ayah . . ."

"Apakah Lo Sang tidak bersedia menemui siapa pun?" tanya I Ki Hu.

Wajah perempuan itu langsung berubah menjadi murung. "Sebetulnya hal ini merupakan rahasia keluarga kami, dan

kami tidak ingin orang luar me-ngetahuinya ..." "Piau moay (adik sepupu), masa kau akan men-ceritakan urusan ini kepada orang luar," tukas salah satu laki-laki setengah baya yang datang ber-sama perempuan itu.

Sepasang alis perempuan itu berkerut-kerut sekilas.

"Kalau tidak mengatakan secara terus terang, apakah kalian bisa menahan keinginan Tuan tamu ini?" sahut perempun itu.

Kedua laki-laki setengah baya itu menatap kepada I Ki Hu sejenak, kemudian mereka menundukkan kepalanya.

"Piau moay, bahkan namanya saja kau belum tahu, masa kau sudah ingin menceritakan urusan ini kepadanya?" kata salah satu laki-laki itu lagi.

I Ki Hu mendengar pembicaraan yang berlangsung di antara mereka. Diam-diam hatinya menjadi penasaran. Dia berpikir, kalau mendengar nada pembicaraan mereka, tampaknya telah terjadi sesuatu yang luar biasa dalam keluarga Sang. Sedangkan keluarga Sang ingin menutupi kejadian ini dari orang luar.

Setelah berpikir sejenak, I Ki Hu tahu bahwa ilmu kepandaian si Kakek berambut putih Sang Hao sangat tinggi. Apalagi anggota keluarga Sang semuanya mengerti ilmu silat. Bahkan ada beberapanya yang merupakan jago kelas satu. Seandainya ada seseorang yang bisa menimbulkan masalah di keluarga Sang, I Ki Hu benar-benar tidak sanggup membayangkan siapa orang itu.

"Entah siapa nama Tuan tamu yang mulia?" tanya perempuan itu.

"Cayhe she I, tinggal di lembah Gin Hua kok, wilayah barat."

Kedua laki-Iaki dan perempuan setengah baya itu terkejut setengah mati. Wajah mereka langsung pucat pasi. Bahkan tanpa disadari mereka menyurut mundur dua langkah. Apalagi Sang Cin dan Sang Hoat, wajah keduanya persis seperti mayat hidup.

I Ki Hu menyunggingkan seulas senyuman tipis. Setiap ada orang yang mendengar namanya langsung memperlihatkan perasaan terkejut, baginya merupakan sebuah kebanggaan.

"Kalian bertiga tidak perlu takut. Kedatangan cayhe tidak mengandung maksud jahat," ujar I Ki Hu.

Mimik wajah si perempuan yang paling cepat pulih kembali.

Tetapi masih memperlihatkan sedikit ketegangan.

"Entah ada keperluan apa I sian sing mengun-jungi kami? Tadi kedua putra kami berbuat kesalahan, harap I sian sing dapat memaafkan . . ."

I Ki Hu tidak memberi kesempatan kepada perempuan itu untuk menyelesaikan kata-katanya. Dia melirik sekilas kepada Sang Cin dan Sang Hoat. Wajah kedua pemuda itu tampak semakin tidak enak dilihat.

"Orang yang tidak tahu, tidak bersalah. Kalian tidak perlu khawatir."

Perempuan setengah baya itu memang putri si kakek berambut putih Sang Hao. Namanya Sang Ling. Begitu mendengar bahwa orang yang ada di hadapannya ternyata si Raja Iblis Gin leng hiat dang I Ki Hu, rasa terkejutnya benar- benar tidak terkirakan. Peluh dingin membasahi seluruh tubuhnya. Dia benar-benar mengkhawatirkan keselamatan kedua putrinya. la juga tahu watak I Ki Hu yang senang orang bersikap rendah di depan-nya, maka dari itu cepat-cepat dia meminta maaf. Setelah mendengar jawaban I Ki Hu, hatinya baru merasa lega.

"Seandainya dari tadi kami tahu bahwa tamu yang berkunjung adalah I sian sing, seharusnya kami segera mengadakan penyambutan, tetapi sayangnya . . . keluarga Sang sedang tertimpa musibah . . ." "Sebetulnya apa yang terjadi? Dapatkah kau mengatakannya kepada cayhe?"

"Ayah ... Sang Hao sudah meninggal beberapa hari yang lalu."

Mendengar keterangan Sang Ling, tanpa dapat ditahan lagi bibir I Ki Hu mengeluarkan seruan terkejut. Seandainya orang lain yang mendengar berita itu, biarpun terkejut tetapi tidak seperti keadaan I Ki Hu saat itu. Mereka pasti bisa menduganya karena usia Sang Hao memang sudah lanjut. Biarpun ilmu kepandaiannya tinggi sekali, setiap manusia pasti akan mengalami kematian. Tetapi bagi I Ki Hu lain. Sebab dari semua jejak yang telah berhasil ditelus ya, dia sudah men- duga bahwa telah terjadi senate dalam keluarga Sang. Karena itu pula, ketika mendengar cerita Sang Ling tentang kematian ayahnya, ia sudah membayangkan bahwa orang tua itu mati tidak wajar. Pasti ada sesuatu yang luar biasa.

Dan yang membuat I Ki Hu terkejut justru karena kepandaian Sang Hao yang sudah tinggi sekali. Bukankah aneh apabila seseorang yang ilmunya demikian tinggi bisa mati secara mendadak tanpa mengalami penyakit apa pun? Bukankah aneh apabila orang yang kepandaiannya demikian tinggi bisa mati tidak wajar?

"Bagaimana Lo Sang menemui kematiunnya? Dapatkah kau menceritakannya?" tanya I Ki Hu setelah perasaan terkejutnya reda.

Sang Ling melirik sekilas kepada I Ki Hu. Sepertinya dia merasa heran mengapa orang itu bisa menduga ada yang tidak wajar pada kematian ayahnya. Dia menarik nafas panjang.

"Sebetulnya memalukan kalau cerita ini ter-sebar di luaran, ayah ... mati karena ter . . . kejut."

I Ki Hu yang mendengarnya benar-benar merasa di luar dugaan. Dia malah mengira pende-ngarannya yang salah. "Mati terkejut?" Diam-diam hatinya berpikir, entah urusan apa di dunia ini yang dapat membuat si Kakek berambut putih Sang Hao demikian terkejutnya sehingga menemui kematian.

"Tidak salah," sahut Sang Ling. "Meskipun saat itu ayah tidak sempat mengucapkan sepatah kata pun, tetapi kami melihat dengan jeias mimik wajahnya yang menyorotkan perasaan terkejut, Kemudian langsung mati. Di sini bukan tempat bicara yang leluasa, I sian sing. Bagaimana kalau I sian sing dan I hu jin mampir sebentar di tempat kediaman kami?"

Sebetulnya kedatangan I Ki Hu mempunyai tujuan tersendiri. Tetapi setelah mendengar berita dari Sang Ling bahwa ayahnya mati karena terkejut, timbullah perasaan ingin tahu di dalam hatinya. Malah dia mengenyampingkan dulu urusannya sendiri.

"Baik!" Dengan membimbing Tao Ling, dia mengikuti di belakang Sang Ling dan kedua lelaki tadi menuju gedung kediaman keluarga Sang.

Setelah berjalan kurang lebih setengah li, tam-pak sebidang tanah yang luas sekali. Di atasnya ada bangunan yang besar dengan atap merah dan tembok yang tinggi. Mereka masuk melalui pintu gerbang besar yang terbuat dari besi. Di dalamnya berjejer-jejer rumah dengan ukuran yang berbeda. Mereka menuju gedung yang terletak di tengah-tengah. Bentuknya paling besar dan berloteng.

Begitu masuk ke dalamnya, mereka langsung berhadapan dengan sebuah ruang tamu. Tuan rumah Sang Ling segera mempersilakan para tamunya duduk.

"Tentunya I sian sing merasa heran mengapa ayah bisa mati terkejut, bukan?"

"Ini merupakan berita teraneh yang pernah kudengar." Dia memalingkan kepalanya kepada Tao Ling. "Hu jin, benar tidak?" Tao Ling menemui berbagai kejadian yang tidak terduga, belakangan dia malah menjadi istri I Ki Hu. Sebetulnya tidak ada hal apa pun yang membangkitkan minatnya lagi. Tetapi mendengar berita kematian Sang Hao, sedikit banyaknya perasaan ingin tahunya tergugah juga. Karena itu dia pun menganggukkan kepalanya.

"Benar-benar kejadian yang aneh," gumam Tao Ling. "Kalau mempertimbangkan biang bencana ini, seharusnya

kesalahan ditujukan kepada Kuan Hoang Siau dan pasangan suami istri Lie Yuan!" ucap Sang ling.

I Ki Hu bertambah bingung.

Posting Komentar