Pendekar Super Sakti Chapter 18

NIC

Mendengar disebutnya nama ini, tiga orang gagah yang disebut Kang-lam Sam-eng (Tiga Pendekar Kang-lam) ini menjadi terkejut sekali. Otomatis mereka itu saling mendekati dan siap dengan senjata masing-masing, bahkan wanita cantik itu pun telah mencabut pedangnya.

"Hemmm, sudah lama mendengar Kang-thouw-kwi Gak Liat sebagai seorang datuk persilatan tingkat tinggi, baru sekarang menyaksikan kekejamannya. Lauw-pangcu, kami akan siap membantu mati-matian."

Kata pula laki-laki pendek penuh semangat. Si Setan Botak memandang penuh perhatian lalu tertawa.

"Ha-ha-ha, kalian bocah-bocah kemarin sore. Aku pernah mendengar bahwa Kang-lam Sam-eng adalah jago-jago cilik murid-murid Siauw-lim-pai. Benarkah?"

"Kami memang anak murid Siauw-lim-pai. Dan sudah menjadi tugas setiap orang murid Siauw-lim-pai untuk membasmi orang jahat dan pengkhianat bangsa."

Kata wanita cantik itu, suaranya nyaring dan merdu.

"Heh-heh, kau cantik dan bersemangat. Apakah kalian bertiga ini murid Ceng San Hwesio?"

Tanya pula Si Setan Botak memandang rendah.

"Ceng San Hwesio adalah Sukong (Kakek Guru) kami."

Kini Si Tinggi Besar menjawab, suaranya sesuai dengan tubuhnya, menggeledek. Tiga orang itu bukanlah orang-orang sembarangan, melainkan murid-murid Siauw-lim-pai yang terkenal gagah perkasa.

Karena mereka tinggal di Kang-lam dan selalu melakukan perjuangan bersama, maka mereka terkenal sebagai Kang-lam Sam-eng atau Tiga Pendekar Kang-lam yang amat disegani kawan ditakuti lawan. Yang tertua dan bertubuh pendek kecil itu adalah Khu Cen Tiam berjuluk Thi-pian-sian (Dewa Cambuk Besi). Orang ke dua yang tinggi besar bernama Liem Sian berjuluk Sin-pang (Si Toya Sakti) dan orang ke tiga, wanita cantik itu adalah seorang wanita yang masih gadis tidak mau menikah karena belum juga menjumpai pria yang mencocoki hatinya, bernama Bhok Khim dan berjuluk Bi-kiam (Si Pedang Cantik). Sebagai murid-murid Siauw-lim-pai, tentu saja mereka berjiwa patriot dan selalu mendukung perjuangan kaum pemberontak yang menentang masuknya penjajah bangsa Mancu. Akan tetapi ketika Kang-thouw-kwi Gak Liat mendengar jawaban Liem Sian, ia tertawa bergelak,

"Ha-ha-ha-ha, Kiranya hanya cucu si tua Ceng San Hwesio? Ahhh, bocah-bocah tak tahu diri. Lebih baik kalian lekas pergi karena aku tidak mau melihat Ceng San Hwesio kehilangan tiga orang cucunya. Kalau Ceng San Hwesio sendiri yang datang, barulah patut melayani aku beberapa jurus."

Ucapan ini amat tekebur dan memang sesungguhnya bukan semata-mata karena sombong, akan tetapi karena memang tingkat kepandaian Si Setan Botak ini hanya akan dapat dilayani oleh ketua Siauw-lim-pai yang tua itu. Bagi Kang-lam Sam-eng yang belum pernah mengenal kelihaian Si Setan Botak, ucapan itu dianggap sombong dan amat menghina, maka mereka lalu membentak nyaring dan maju menerjang, diikuti pula oleh Lauw-pangcu dan dua orang pembantunya sehingga kini Si Setan Botak dikeroyok oleh enam orang yang berkepandaian tinggi.

Han Han yang menonton dari atas pohon dan dapat melihat setiap pertempuran itu dengan jelas, merasa tak senang hatinya. Ia tidak tahu siapa salah siapa benar, siapa jahat siapa baik di antara kedua pihak itu, akan tetapi terhadap Si Setan Botak ia tidak senang karena menganggapnya amat kejam, membunuhi banyak orang seperti orang membunuh semut saja. Terhadap Lauw-pangcu dan Kang-lam Sam-eng, ia merasa tidak senang karena menganggap mereka ini curang, mengeroyok seorang lawan dengan begitu banyak kawan. Sebagai murid-murid perguruan tinggi Siauw-lim-pai, tentu saja Kang-lam Sam-eng tidak bersikap seperti para anak buah Pek-lian-pai yang suka "main keroyok"

Secara kacau-balau.

Pertempuran sekacau itu hanya dilakukan oleh orang-orang yang masih rendah tingkatnya. Memang, mereka mengurung dan mengeroyok, namun mereka melakukan penyerangan secara teratur dan boleh dibilang satu demi satu, hanya saling susul dan berganti-ganti. Mula-mula terdengar bentakan nyaring dan tubuh Bhok Khim si wanita cantik sudah melayang ke atas, pedangnya berubah menjadi sinar terang ketika ia menyerang kakek botak itu. Sebuah serangan yang amat dahsyat, karena selain tubuh itu meluncur ke depan dengan cepat dan kuat, pedangnya digerak-gerakkan ujungnya, sukar diduga lawan bagian mana dari tubuhnya yang akan menjadi sasaran. Namun kakek botak itu hanya tertawa dan masih tetap berdiri tegak seperti tadi, sama sekali tidak mengelak. Ketika sinar pedang sudah menyentuhnya, ia hanya menggerakkan kedua tangan ke atas.

"Krakkk. Brettttt...., Ha-ha-ha-ha."

Tubuh Bhok Khim mencelat ke samping dan jatuh bergulingan, lalu gadis itu meloncat bangun, tangan kiri sibuk berusaha menutupkan baju bagian dadanya yang sudah robek lebar memperlihatkan sebagian buah dadanya, sedangkan pedangnya sudah pindah ke tangan kakek botak dalam keadaan patah menjadi dua. Pucatlah wajah semua orang. Kakek itu tadi menerima sambaran pedang dengan tangan kosong"

Menangkap pedang dan mematahkannya sambil tangannya yang satu lagi secara nakal merobek baju Bhok Khim. Sungguh merupakan perbuatan yang amat luar biasa.

"Iblis tua bangka."

Liem Sian menerjang dengan toya kuningannya. Siauw-lim-pai amat terkenal dengan ilmu toyanya, terkenal kokoh kuat dan sukar dicari bandingnya. Dan kini Liem Sian membuktikan keunggulannya. Buktinya kakek botak itu tidak berani lagi berdiri diam, melainkan menggeser kakinya dan begitu ujung toya menyodok perutnya, ia memapaki ujung toya itu dengan tendangan kaki dari samping.

"Ayaaa....."

Liem Sian terhuyung. Bukan main kuatnya tendangan itu, membuat ia hampir saja roboh dan toyanya hampir terlempar. Saat itu dipergunakan oleh Khu Cen Tiam, orang tertua dari Kang-lam Sam-eng untuk menerjang dengan cambuk besinya.

"Tar-tar....."

Cambuk besi ini meledak dan menyambar kepala kakek botak. Kang-thouw-kwi Gak Liat tertawa dan mengangkat pedang rampasan yang tinggal sepotong tadi, membabat ujung cambuk.

"Cringgg....., Bunga api berpijar dan ujung cambuk itu patah"

Lauw-pangcu dan dua orang kawannya sudah maju pula menubruk dan mulailah Si Kakek Botak dikeroyok. Bahkan Bhok Khim yang sudah membetulkan bajunya yang robek kini telah menyambar sebatang pedang lain yang ia temukan di antara mayat-mayat anggauta Pek-lian Kai-pang, lalu maju mengeroyok. Kakek botak itu gerakannya tidak cepat, bahkan kelihatan amat lambat. Namun setiap gerakan mengandung tenaga sakti yang dahsyat sehingga senjata lawan tidak ada yang dapat menyentuh kulitnya. Sambil tertawa-tawa ia menghalau semua serangan dengan dorongan-dorongan hawa pukulan dahsyat ini, kemudian melanjutkan dengan pukulan.

Setiap pukulan atau dorongan yang disertai pengerahan sin-kang yang aneh dari tangannya yang berubah merah dan mengeluarkan asap, tentu merobohkan lawannya. Akibatnya, dalam waktu singkat saja, dua orang pembantu Lauw-pangcu roboh tewas, Lauw-pangcu sendiri roboh terluka. Khu Cen Tiam kehilangan cambuk dan lengannya patah tulangnya. Liem Sian patah-patah toyanya dan sambungan pundaknya patah pula, adapun Bhok Kim sudah tertotok dan kini pinggang gadis itu dikempit oleh Kang-thouw-kwi Gak Liat. Kakek ini terbahak-bahak tertawa sedangkan muridnya, Ouwyang Seng, kini sudah datang mendekat sambil menuntun kuda, wajahnya berseri dan pandang matanya penuh kebanggaan. Sin Lian lari menubruk ayahnya yang terluka dadanya sambil memanggil nama ayahnya yang pingsan.

"Ayah...., Ayahhh....."

Biarpun lengannya sudah patah tulangnya, Khu Cen Tiam masih berdiri gagah. Demikian pula Liem Sian yang terlepas sambungan pundak kirinya. Mereka berdiri dengan muka pucat dan memandang kakek botak penuh kemarahan dan kebencian.

"Locianpwe adalah seorang datuk terkemuka. Kami sudah kalah, hal ini sudah lazim dalam pertandingan, kalau tidak menang tentu kalah. Akan tetapi mengapa locianpwe menawan sumoi kami? Harap locianpwe membebaskannya,"

Kata Khu Cen Tiam yang menyebut locianpwe, karena memang dalam hatinya ia takluk dan kagum akan kehebatan ilmu kepandaian kakek yang merupakan seorang di antara Lima Datuk Hitam itu. Lima Datuk Besar atau Lima Datuk Hitam sama saja karena Lima Datuk itu adalah lima orang berilmu tinggi yang merupakan orang-orang tingkat pertama di dunia persilatan, akan tetapi karena kelimanya merupakan tokoh-tokoh yang kejam, maka diam-diam orang menyebut mereka Lima Datuk Hitam.

"Heh-heh-heh, kalau tidak memandang muka Ceng San Hwesio, apakah kalian bertiga masih dapat bernapas saat ini? Sumoimu ini manis, biar dia menemaniku untuk beberapa hari, sebagai penebus nyawa kalian."

Khu Cen Tiam dan Liem Sian membentak marah. Biarpun sudah terluka, kemarahan mereka membuat mereka menerjang maju, namun dengan hanya dorongan tangan kiri saja, keduanya sudah terbanting dan terjengkang ke belakang.

"Baik, kalau kamu iblis tua bangka memang ada keberanian, datanglah ke kota Tiong-kwan tiga hari lagi. Kami para anggauta Ho-han-hwe (Perkumpulan Para Patriot) menantangmu membuat perhitungan."

"Sute....."

Khu Cen Tiam menegur, akan tetapi ucapan sudah dikeluarkan dan kakek botak itu tertawa bergelak.

"Bagus.... bagus.... kiranya akan diadakan pertemuan di Tiong-kwan? Tentu saja aku datang, sekalian mengembalikan sumoimu yang kupinjam. Ha-ha-ha."

Posting Komentar