Secara tiba-tiba dara Oey Sin Cu menghentikan perkataannya. Dari sela-sela pintu kemudian terlihat sinar terang, menandakan adanya seseorang yang datang dengan membawa api obor.
Coa Giok Seng mendahului lompat kebalik pintu kamar tahanan itu, disusul kemudian oleh dara Oey Sin Cu. Mereka berdua dapat bergerak cepat karena adanya sedikit sinar terang yang berasal dari api obor dari bagian luar kamar tahanan itu.
Pada saat berikutnya terdengar suara pintu kamar tahanan itu dibuka seseorang, lalu pintu itu didorong untuk dibuka.
Yang datang itu ternyata adalah seorang pengawal laki- laki, yang membawakan makanan buat Coa Giok Seng berdua Oey Sin Cu.
Pengawal itu tak mengetahui bahwa kedua orang tahanan itu sudah berhasil membebaskan diri, dan Coa Giok Seng memukul bagian tengkuk pengawal itu, membikin dia rubuh pingsan tak sempat perdengarkan suara.
Dengan membawa api obor, dara Sin Cu mengajak Coa Giok Seng menyusuri lorong ruangan dibawah tanah; kemudian mereka menaiki anak tangga; dan api obor itu dipadamkan oleh dara Oey Sin Cu.
Sejenak dara itu memasang telinga pada tutup lantai yang terdapat dibagian atas kepalanya, setelah itu dengan berhati-hati dia mendorong dan membuka tutup lantai itu, sehingga pada saat berikutnya mereka berdua sudah berada diruangan atas, yang terang-benderang dengan sinar api obor, karena hari agaknya sudah malam.
Baru beberapa detik mereka berada diruangan atas itu, lalu tiba-tiba ada suara angin tidak wajar dari bagian belakang Coa Giok Seng; dan pemuda ini cepat-cepat lompat menghindar sementara kakinya menendang ke arah orang yang menyerang dia, dan merampas goloknya; lalu dengan golok itu dia menikam orang kedua yang sedang mengancam dara Oey Sin Cu.
Orang yang kena tendangan Coa Giok Seng segera berteriak memanggil kawan-kawannya, sambil dia lompat bangun hendak melarikan diri; akan tetapi Coa Giok Seng menimpuk memakai golok rampasannya, dan golok itu membenam dipunggung orang yang sudah mulai melarikan diri itu.
Dengan suatu lompatan ringan, Coa Giok Seng mendekati tubuh korbannya. Dia mencabut golok yang membenam dan membersihkan golok itu dari noda darah pada baju korbannya yang sudah rebah tewas.
"Lekas ikuti aku ..." kata dara Oey Sin Cu yang mendahulukan lari kearah sebelah selatan, dan ditangan dara binal itu sudah memegang sebatang golok rampasan dari tubuh orang yang ditikam oleh Coa Giok Seng.
Dara Oey Sin Cu mengajak Coa Giok Seng mengambil jalan belakang, yang tidak mungkin diketahui oleh orang luar semacam Coa Giok Seng; dan mereka tiba ditangga yang menghubungi dermaga, tempat ditambatnya banyak perahu-perahu besar maupun kecil karena rupanya dari dermaga itulah, tempat orang-orang Hong bie pang melakukan penyeberangan kepulau Han ciu dengan mengangkut wanita-wanita muda korban penculikan mereka.
Coa Giok Seng kemudian mendorong sebuah perahu kecil, sementara dara Oey Sin Cu sudah berada diatas perahu itu, menyiapkan dua buah kayu pengayuh.
Keduanya kemudian mendayung perahu kecil itu, secepat yang mereka sanggup lakukan, karena mereka yakin bahwa pihak musuh pasti akan melakukan pengejaran dalam jumlah yang besar.
Dua buah perahu dengan ukuran sedikit lebih besar dengan yang digunakan Coa Giok Seng, kemudian meluncur dengan amat pesatnya; lalu dibagian belakang mengikuti beberapa perahu yang ikut melakukan pengejaran.
Coa Giok Seng yakin bahwa jarak terpisah mereka bertambah dekat, maka pihak pengejar pasti akan melakukan penyerangan dengan menggunakan berbagai macam senjata rahasia dan panah, sedangkan ditempat yang sangat gelap serta ruang gerak yang terbatas, akan sangat sukar bagi mereka berdua untuk menghindar dari serangan senjata rahasia itu. Oleh karenanya, tanpa mikir panjang lagi pemuda itu ceburkan diri kedalam laut, lalu mulai dia berenang sambil dia mendorong perahu yang berisi dara Oey Sin Cu.
Dara Oey Sin Cu menjadi amat kagum dengan kemahiran berenang yang dimiliki oleh Coa Giok Seng, juga tenaganya yang besar karena perahu itu menjadi amat pesat meluncur meninggalkan pihak para pengejarnya.
Berulangkali dara Oey Sin Cu berteriak memberi aba-aba memilih arah, sampai kemudian mereka memasuki daerah semak-semak belukar yang menghubungi laut itu dengan sebuah muara.
"Lekas kau naik, atau kau akan menjadi umpan binatang buaya , .!" teriak dara Oey Sin Cu; ketika perahu mereka telah memasuki perairan belukar yang dangkal; lepas dari pengejaran pihak musuh.
Coa Giok Seng mendengar pekik suara dara Oey Sin Cu. Dia naik keatas perahu, mendapati dara itu sedang mengawasi dia dengan menyertai seberkas senyum bangga.
Pakaian Coa Giok Seng basah kuyup, dia biarkan dara Oey Sin Cu mendayung perahu mereka, sementara dia duduk dengan sepasang mata dimeramkan, untuk mengatur pernapasan karena amat banyaknya tenaga yang dia sudah kerahkan tadi.
Sesaat kemudian perahu itu menepi dan mereka mendarat di tempat pilihan dara Oey Sin Cu, dan Coa Giok Seng lalu menyeret perahu itu menempatkan disuatu semak belukar; lalu dia memotong daun-daun pohon buat dia menyapu bekas-bekas jejak mereka, setelah itu dia mengikuti dara Oey Sin Cu yang sudah mendahului dia mendarat.
Agaknya dara Oey Sin Cu sudah kenal benar dengan tempat belukar yang merupakan daerah pegunungan yang tidak dikenal oleh Coa Giok Seng. Setelah menerobos berbagai tanaman liar, akhirnya mereka mencapai sebuah perkampungan yang sudah sunyi.
Dara Oey Sin Cu kemudian memilih sebuah rumah kecil yang berupa sebuah rumah gubuk; dan selama menunggu pintu rumah itu dibuka oleh penghuninya, maka Coa Giok Seng menanya :
"Rumah siapakah ini?"
“Rumah pamanku, Oey Sun Kie." sahut dara Oey Sin Cu, lagi-lagi dia menyertai seberkas senyum yang menawan meskipun mukanya agak kotor habis menerobos daerah belukar tadi.
Ternyata paman Oey tinggal seorang diri dirumah pendek itu, tiada anak maupun isteri.
Paman Oey Sun Kie adalah kakak misan dari almarhum ayahnya dara Oey Sin Cu. Dengan demikian Coa Giok Seng mengetahui bahwa dara Oey Sin Cu memang merupakan asal penduduk kota Soan hoa.
Setelah memperkenalkan Coa Giok Seng dengan pamannya, maka Oey Sin Cu lalu meminjamkan pakaian pamannya buat dipakai oleh pemuda itu, oleh karena pakaian Coa Giok Seng masih basah kuyup dan kotor.
Dara Oey Sin Cu kemudian membiarkan pemuda itu bercakap-cakap dengan pamannya sedangkan dia kedapur untuk masak nasi dan merebus ayam muda, yang dia ambil dari kandang.
Esok paginya Coa Giok Seng membangunkan dari tidurnya, dan mendapatkan pakaiannya sudah dicuci oleh dara Oey Sin Cu serta sedang dijemur, sementara dara yang binal itu dilihatnya sedang sibuk didapur, sehingga Coa Giok Seng lalu membantu membelah kayu memakai golok rampasannya semalam.
Dara Oey Sin Cu tersenyum waktu melihat cara Coa Giok Seng membelah kayu itu. Dilain saat waktu Coa Giok Seng berhenti untuk menghapus keringat dan mengawasi dia, maka dara itu berkata:
"Aku lihat kau memang tepat untuk menjadi seorang tukang kayu. Dalam sehari, jari tanganmu pasti akan hilang sepuluh ..."
Coa Giok Seng tersenyum malu waktu mendengar perkataan itu. Untung datang paman Oey yang lalu memberi contoh cara membelah kayu-kayu itu.
Disaat berikutnya dara Oey Sin Cu mendekati Coa Giok Seng, akan tetapi dia tidak mendapat kesempatan untuk menggoda, sebab pemuda itu telah mendahului berkata,
"Kita harus cepat-cepat berangkat ke markas Kay pang, mereka tentu gelisah memikirkan kita ..."
Dara Oey Sin Cu tidak segera memberikan jawaban atas pertanyaan pemuda itu. Dia diam mengawasi sambil berpikir sementara Coa Giok Seng menunda pekerjaannya dan ikut mengawasi dara itu.
"Mereka tentunya mencari kita kemarkas Kay pang .." akhirnya kata dara Oey Sin Cu dengan suara perlahan; sementara dengan 'mereka', sudah tentu yang dia maksud adalah orang-orang Hong bie pang.
"Justru karena itu kita harus memperingatkan pihak Kay pang ..." sahut Coa Giok Seng yang jadi cemas memikirkan, sebab yakin pihak Kay pang tak akan berani sanggup menghadapi orang orang Hong bie pang. "Pihak Kay pang bukan anak-anak kecil, mereka tentu dapat menjaga diri .." Sin Cu berkata lagi; tetap perlahan suaranya.