Benar-benar Beng Tat tidak bersabar lagi, ia hendak gunai ketikanya yang baik ini. Begitu lekas ia memberi tanda, dengan tangan kiri dikibaskan kekanan, menyambarlah empat batang hui-too dari Beng Sie, adiknya yang ketiga. Empat huitoo itu terbang menyambar kebebokong Sin Cie.
Semua orang pihak si anak muda terperanjat, malah ketika empat huitoo mengenai sasarannya, Un Gie tutupi muka, hatinya mencelos.
Dipihak Un, semua orang bergirang, ada yang bersorak, sehingga dari enam-belas anggauta Pat-kwa-tin, tujuh atau delapan antaranya berhenti berputaran.
Justru disaat itu, dengan sekonyong-konyong tubuhnya Sin Cie mencelat bangun, empat golok terbang dibelakangnya meluruk jatuh kelantai, kemudian terlihat tubuhnya melesat, melewati sela-sela lima saudara Un, selagi mereka ini mengawasi dengan heran kepada
386 bekerjanya huitoo yang memberi akibat luar biasa itu. Tahu-tahu Sin Cie telah sampai dibelakang Un Lam Yang, bebokong siapa ia tepuk keras sehingga menerbitkan suara nyaring, atas mana orang she Un itu berteriak-teriak segera dia muntahkan darah hidup, belum sempat dia tahu apa- apa, tubuhnya disambar si anak muda, diangkat, dilempar kedalam Ngo-heng-tin!
Setelah ini, Sin Cie tidak hentikan gerakannya. Selagi lima-belas orang Pat-kwa-tin bingung, ia serang mereka satu demi satu, dengan kepalan, dengan tendangan, dengan totokan juga, dan setiap korbannya, tubuhnya ia sambar, ia balingkan kedalam tin.
Un Cheng dan beberapa orang lagi mempunyai bugee cukup baik tapi Baru dua tiga gebrak, mereka pun kena dirubuhkan dan dilemparkan, sehingga didalam tin, bukan musuh yang terkurung, tetapi orang sendiri yang rebah malang-melintang. Secara begitu, Pat-kwa-tin telah terpukul pecah, tidak terkecuali Ngo-heng-tin sendiri.
Selama keadaan kacau itu, lima saudara Un pun repot, akan tanggapi orang-orangnya, yang dilempar-lemparkan kearah mereka. Waktu yang baik itu digunai Sin Cie untuk lompat maju akan totok Un Beng Sie, siapa kecuali sedang repot juga masih terheran-heran karena golok terbangnya tidak membinasakan lawan, sehingga hatinya ciut sendirinya. Tapi sekarang ia diserang, dengan sebat ia memapaki lawan dengan empat buah goloknya yang liehay, yang menjurus kearah dada.
Sin Cie tidak perdulikan datangnya empat huitoo, ia tidak berkelit, malah ia antapkan dadanya terbuka, tangannya lurus kedepan, tiga jarinya menjuju tenggorokannya penyerang dengan huitoo itu, benar selagi golok-golok terbang mengenai sasaran dan jatuh sendirinya, jerijinya mengenai jalan darah soan-kie-hiat sehingga lawannya rubuh.
Un Beng San lihat saudaranya terancam bahaya, ia hendak menolongi, ia menyerang dengan tongkatnya kearah kempolan kanan.
Sin Cie lihat tongkat menyambar, ia tertawa dan berkata: "Tongkat ini sudah dibuang tetapi sekarang diambil pula!" Selagi mulut bersuara, tangannya tidak diam saja, ia maju akan sambar tubuhnya satu kawannya Lam Yang, akan pakai tubuhnya dia ini akan papaki tongkat!
Beng San anggap lawannya tidak bisa menyingkir lagi, maka itu ia terperanjat melihat ia ditangkis dengan orangnya sendiri, syukur ia masih keburu menarik pulang tongkatnya itu, serta buang dengan kaget kesamping, dimana ada Beng Tat.
"Toako, awas!" ia berseru.
Beng Tat lihat sambaran tongkat adiknya, ia menangkis dengan sepasang tumbak pendeknya, sehingga kedua senjata bentrok keras dan menerbitkan lelatu api!
Selagi dua saudara itu repot sendirinya, Sin Cie menerjang Beng Go, mulanya tangannya yang kiri menyambar, lalu menyusul tangan kanannya, dengan tusuk konde kumala, ia arah kedua matanya musuh itu.
Beng Go mundur, dengan cambuk kulitnya, ia lindungi diri; ia sudah mesti lantas menangkis berulang-ulang, sebab serangannya si anak muda saling susul, karena ia lantas didesak keras. Ia sibuk melihat cahaya kumala berkeredepan, Baru sekarang ia mengerti liehaynya senjata istimewa itu, yang seperti tak hendak berpisah dari kedua matanya. Dua kali ujung tusuk konde sudah mengenai kulit mata, untung karena sebatnya dia berkelit, Un Beng Go masih bisa hindarkan bahaya, akan tetapi karenanya, semangatnya hampir terbang pergi. Dalam ancaman bahaya itu, ia tidak sempat menyingkir, ia terlalu repot dengan dayanya melindungi matanya itu. Maka akhir-akhirnya, tusukan mengenai juga matanya, tidak perduli ia coba egoskan kepala itu. Ia lepaskan cambuk kulitnya, ia tutup matanya dengan kedua tangannya. Baru sekarang ia jatuhkan diri, untuk menyingkir sambil bergulingan, akan tetapi jari tangannya si anak muda toh telah keburu mampir dibelakangnya, sehingga ia lantas rubuh tak berkutik lagi.
Ngo Cou yang kelima ini ada sangat kenamaan, dengan cambuk kulit itu, diwaktu bertempur diatas luitay di Un-ciu, dengan beruntun dia telah rubuhkan dua-belas orang kosen dari Ciatkang, sehingga untuk beberapa puluh tahun, orang malui ia. Apa lacur, sekali ini ia jatuh merek ditangannya seorang anak muda sehingga selain ia sendiri malu, para penonton pun heran dan kaget sekali.
Uy Cin tidak menjadi kecuali, dia heran melihat liehaynya sutee ini. Itulah gerakan tangan yang ia belum pernah lihat. Ia merasa, sekalipun disaat mudanya guru mereka, masih guru itu tak bisa bersilat seperti anak muda ini. Ilmu silat apakah itu? Dari mana sutee ini dapat pelajarinya?
Hie Bin ada begitu girang sehingga ia bersorak sendirinya.
Siau Hui, yang pun bergirang, cuma bersenyum.
Un Gie dan Ceng Ceng bergirang dalam hati saja. Sudah terlalu lama mereka dikekang sehingga tak berani mereka sembarangan perlihatkan wajah kegirangan. Untuk Sin Cie, inilah pertempuran pertama melayani orang-orang kenamaan, ia empos semangatnya, ia berlaku sungguh-sungguh. Ia pun tidak main pandang-pandang lagi. Maka itu dengan tangan kiri ia mainkan tipu-tipu daya dari Hok-hou-ciang, Tangan Menakluki Harimau dari Hoa San Pay, dengan tangan kanan ia bersilat dengan gerak-gerakan "Kim-coa-ciam", "Jarum ular emas", dari Kim Coa Pit Kip. Yang pertama adalah pelajaran Pat-chiu Sian-wan Bok Jin Ceng si Lutung Sakti Tangan Delapan, yang belakangan adalah dari Kim Coa Long Kun Hee Soat Gie, hingga umpama kata kedua orang liehay itu hadir bersama, mereka juga cuma mengenali separuh saja. Maka tidaklah heran apabila Ngo Cou dari Cio Liang Pay kena dibikin terbenam dalam keheranan.
Sehabis merubuhkan Un Beng Go, Sin Cie lantas terjang Un Beng Gie. Ia gunai siasatnya yang tadi, akan tetap serang satu lawan, akan bulang-balingkan tusukan rambut dimatanya lawan itu, yang saban-saban ia tusuk, sehingga Ngo Cou yang kedua lantas saja jadi repot seperti adiknya tadi.
Un Beng Tat saksikan ancaman bahaya itu, mendadak ia berseru nyaring, lantas ia tolak terpelanting satu muridnya yang ada didepannya, sehingga si murid keluar dari kalangan, sedang Un Beng San, yang mengerti maksud kanda tua itu, gunai kakinya akan dupak dan sempar sesuatu orangnya yang bergeletakan dilantai. Dengan tindakan ini, mereka bikin lantai bersih dari segala perintang, secara begitu, hendak mereka lanjutkan kepungannya menurut gerak-gerakan Ngo-heng-tin, tidak perduli jumlah mereka sudah kurang dua.
Sin Cie lanjuti desakannya terhadap Un Beng Gie, tidak pernah ia hendak memberi kelonggaran, secara begini tetap tidak berjalan lancarlah Ngo-heng-tin itu. Selagi Beng Tat dan dua saudaranya bingung, Beng Gie sudah kena dihajar pundak kirinya.
Un Beng San hendak tolong kakaknya itu, dengan tongkatnya, dengan serangan "Lie Kong shia cio" atau "Lie Kong memanah batu", ia menghajar kearah bebokong. Berbareng dengan dia, Un Beng Tat dengan sepasang siang- kek, tumbak cagaknya, menyerang kekiri dan kanan lawan. Beng Gie sendiri, dengan menahan sakit mencoba melayani terus, tak ingin dia bikin kacau gaya tinnya.
Sin Cie berkelit dari bokongan kedua lawan dibelakang dan sampingnya itu, ia masih mendesak Beng Gie, tapi karena musuh-musuh geraki Ngo-heng-tin, ia kembali tunjuki kegesitannya, kelincahannya. Ia senantiasa mengegos tubuh, berkelebatan sana dan sini, sampai mendadak ia apungi tubuhnya itu, mencelat tinggi, tusukan rambutnya diselipkan dikepalanya, sebelah tangannya dipakai menjambret penglari dimana ia bergelantungan.
Tiga jago dari Cio Liang Pay lagi mengepung dengan seru apabila mereka dapati lawan hilang dalam sekejab, hingga mereka jadi sangat heran. Sama sekali mereka tak tampak tubuh lawan itu mencelat ketinggi. Justru itu, sekonyong-konyong ada angin menyambar diatas kepala mereka, sehingga mereka terperanjat, sebab mereka duga, itulah bukan angin sembarangan. Mereka lantas geraki tubuh, untuk berkelit, tapi sudah kasep, dua-dua Beng San dan Beng Gie telah terkena timpukan, keduanya rubuh rebah dilantai tanpa berkutik.
Beng Tat loncat kepada ketiga saudaranya, terus ia membungkuk. Ia niat tolong mereka itu, yang terserang jalan darahnya. Selagi ia membungkuk serangan datang pula. Ia ada dari Cio Liang Pay, ia liehay sekali, maka dengan putar sepasang tumbak cagaknya diatasan kepalanya, ia cegah biji-biji catur mengenai tubuhnya.
391 Begitulah belasan biji catur kena disampok jatuh, hingga menerbitkan suara tingtong-tingtong. Ia putar terus siangkeknya, sebab ia kuatir lawannya melanjuti menyerang ia dengan senjata rahasia yang istimewa itu.
Selagi ketua Ngo Cou ini geraki siangkeknya itu, mendadak ia dengar seruan kaget pada pihaknya, lalu ia rasai tangannya tergetar, sepasang tumbaknya seperti tertahan atau tersangkut entah barang apa. Iapun menjadi kaget, dengan segera ia kerahkan tenaganya, untuk menarik dengan keras. Justru ia berbuat demikian, justru siangkek itu terlepas dari cekalannya. Maka berbareng kaget, ia lompat kesamping hingga tiga tindak, kedua tangannya dipakai melindungi mukanya.
Ternyata siangkek bukannya terlepas terlempar hanya pindah kedalam tangannya Sin Cie, yang telah lompat turun dari penglari selagi jago tua itu repot membela diri. Dengan ayun kedua siangkek dengan kedua tangannya, anak muda itu berseru : "Lihat!"
Sekejab saja, kedua tumbak cagak melesat, kearah kedua tiang yang besar didalam lian-bu-thia itu, nancap melesak hampir separuhnya, hingga kedua tiang tergentar, sampai genteng-genteng diatasnya bersuara berkresekan, hingga beberapa orang yang berdiri dipintu lari keluar, mereka kuatir ruang itu rubuh ambruk...
Ketika dahulu Bok Jin Ceng ajarkan Sin Cie ilmu pedang, dia pernah menimpuk dengan pedang sampai pedangnya masuk nancap kedalam batang pohon. Itulah ilmu pedang yang Bhok Siang Toojin puji tak ada tandingannya. Dan sekarang ini, Sin Cie perlihatkan kepandaiannya itu, melainkan ia tak gunai pedang hanya tumbak cagak. Uy Cin kenal baik ilmu pedang itu, dia begitu kagum hingga dia serukan : "Wan Sutee, sungguh sempurna timpukanmu "Sin Liong Hoan Bwee!" (Naga sakti perlihatkan ekor)."
Sin Cie menoleh, sambil tertawa.
Beng Tat sendiri berdiri tercengang, karena dihadapannya, empat saudaranya sudah rebah tidak berdaya.
Sin Cie bertindak menghampirkan suhengnya, ia cabut tusukan rambut dari kepalanya, untuk dikembalikan kepada Siau Hui, siapa menyambutinya dengan girang sekali.
Un Beng Tat tidak berdiam lama-lama. Cio Liang Pay yang demikian kesohor, sekarang runtuh ditangannya satu bocah. Sekejab saja, ia niat berlaku nekat, dengan benturkan kepala ke tiang rumah, akan tetapi sekejab kemudian ia berpikir lain.
"Aku sudah berusia lanjut, tak dapat aku membalas sakit hati ini," pikirnya," akan tetapi selama masih ada secarik napasku, pastilah aku tak mau sudah saja!. "
Maka itu, ia lantas hadapi Uy Cin.
"Semua emas disana, kamu boleh ambil dan bawa pergi!" katanya.
Mendengar perkataannya orang tua itu, tanpa tunggu ulangan lagi, Hie Bin maju akan jumputi semua potongan emas, untuk dimasuki kedalam kantong kulitnya, perbuatannya itu diawasi oleh beberapa puluh orang-orang Cio Liang Pay, tak satu diantaranya berani maju mencegah. Karena Sin Cie telah bikin mereka tunduk, semangat mereka gempur. Un Beng Tat hampirkan Beng Gie, dia ini rebah tanpa bisa bergerak sedikit juga, kecuali matanya yang masih bisa berjelilatan. Sebagai ahli tiam-hiat, tukang totok jalan darah, ia segera totok jalan darah "in-thay-hiat" dari adik itu, lalu ia mengurut-urut. Akan tetapi tak dapat ia sadarkan saudaranya itu, walau ia sudah ulangi percobaannya menolongi lagi. Ia jadi heran sekali.
Kemudian Beng Go, Beng San dan Beng Sie pun didekati, untuk ditolong, akan tetapi totokannya, urutannya terhadap tiga saudara itu, tidak memberikan hasil seperti terhadap Beng Gie. Maka sekarang insyaflah ia, totokannya Sin Cie adalah dari lain golongan, yang beda daripada kebisaannya sendiri. Ia pikir untuk minta tolong Sin Cie tetapi ia segan membuka mulut, dari itu dengan terpaksa, ia menoleh pada Ceng Ceng, ia memberi tanda dengan gerakan bibir.
Ceng Ceng bisa duga, toa-yaya itu mohon ia mintakan pertolongannya Sin Cie, tetapi ia berpura-pura tidak mengerti.
"Toa-yaya memanggil aku?" ia tanya, ia menegasi. "Setan alas, kacung licin!" Beng Tat mendamprat dalam
hati, ia mendongkol bukan kepalang. "Sampai disaat ini,
kau masih main gila terhadapku! Kau lihat, habis ini, aku nanti hukum kamu ibu dan anak!" Sambil kertak gigi, ia terpaksa kata: "Kau harus minta dia sadarkan keempat yayamu..."
Ceng Ceng lantas hampirkan Sin Cie, ia memberi hormat, lalu dengan suara nyaring , ia kata pada anak muda itu : "Toayayaku mohon kau suka sadarkan empat yayaku itu!"
"Baiklah," jawab Sin Cie tanpa berpikir pula. Dan lantas ia bertindak maju. Benar sedangnya ia hendak
394 membungkuk, kupingnya dengar ketikan shuiphoa dari toasuhengnya yang terus kata padanya: