Pedang Pusaka Naga Putih Chapter 06

NIC

"Maaf, Toanio, bolehkah kiranya kami mengetahui namamu yang terhormat?"

"Saya yang rendah adalah Yo Leng In, dan Si-Enghiong almarhum adalah cihuku (kakak Ipar), dan anak ini adalah keponakanku sendiri," jawab nyonya muda itu.

"Saya datang terlambat dan mendengar bahwa keponakanku telah dibawa kemari, maka saya segera menyusulnya." Keempat kakek itu kini tahu bahwa mereka sedang berhadapan dengan janda almarhum Ong Kee In, kawan seperjuangan Si-Enghiong yang gugur pula dalam usaha mereka meruntuhkan kekuasaan Boan. Maka segera mereka menunjukkan hormat kepada wanita patriot itu.

"Losuhu sekalian," berkata Yo Leng ln pula,

"saya tadi telah mendengar akan kecintaan hati Losuhu untuk mendidik Han Liong. Saya merata terharu dan berterima kasih. Tak perlu kiranya Losuhu sekalian berebut. Karena pondok di Kam-hong-san ini memang kosong dan tadinya hanya dipakai sebagai tempat pertemuan rahasia dari Si-Enghiong dan kawan-kawan lain, apakah salahnya kalau Losuhu dengan bergiliran datang ke sini untuk mendidik Han Liong? Saya sendiri akan merawatnya di sini, karena anak ini harus dididik ilmu surat pula, agar kelak setelah dewasa dapat melanjutkan cita-cita kita semua, menjadi orang Bun-bu-Enghiong (ksatria gagah dan pandai), mewakili kita orang-orang tua menggerakkan sekalian orang gagah membela negara dan bangsa. Bagaimana, Losuhu, dapatkah usulku ini diterima!" Empat orang kakek itu saling pandang dengan tertawa ditahan, kemudian mereka serentak menyatakan setuju sambil menyatakan kebodohan mereka sendiri-sendiri yang sudah berebut dengan kacau balau tak keruan! Siauw-lo-ong Hee Ban Kiat si mata satu tertawa terbahak-bahak.

"Yo toanio, maafkanlah kami berempat orang, orang kasar yang tolol ini! Baiknya toanio segera datang dengan cepat, kalau tidak, mungkin kami akan tersesat makin jauh. Usulmu baik sekali. Aku yang bodoh setuju sepenuhnya! He, bagaimana pendapat kalian?" tegurnya kepada kawan-kawannya.

"Hee Koanjin bicara betul. Kami setuju. Memang usul Toanio itu wajar sekali," kata Hong In si Iblis Daratan.

"Nah, marilah kita rayakan hari gemilang ini. Tadi sambil menantikan kembalinya Hong Losuhu, kami bertiga sudah menyediakan arak tua dan makanan. Pinceng sudah merasa lapar sekali!" kata Bie Kong Hosiang si Golok Emas dengan senyum lebar. Bersama-sama mereka melangkah memasuki pondok, didahului oleh Yo Leng In yang mendukung Han Liong. Di tengah-tengah pondok terdapat sebuah meja kayu bundar besar dan dua losin bangku yang mengelilingi meja itu. Memang tempat ini biasanya digunakan untuk rapat para Hohan (orang gagah) dari kalangan kang-ouw dan liok-lim yang berjiwa patriot dari segala pelosok, yang dipimpin oleh Si-Enghiong. Tentang halnya bekas menteri Si Kim Pau, ayah mendiang Si-Enghiong, tak seorangpun tahu di mana tempat tinggalnya kini, bahkan sebelum Si Enghiong gugur, iapun tak pernah berjumpa dengan ayahnya.

Agaknya Si Kim Pau telah pergi mengikuti Kam-hong Siansu, Entahlah! Gua bekas tempat ia bertapapun telah lama sekali kosong. Karena di dalam pondok itu telah tersedia lilin, maka Yo Leng In segera mengatur meja sembahyang, dan kemudian dengan disaksikan oleh keempat Losuhu, ia mengajak Han Liong bersembahyang minta izin roh ayah anak itu, Si-Enghiong, untuk berguru kepada keempat Losuhu yang pandai-pandai itu! Setelah itu, Yo Toanio dengan memangku Han Liong, mengajak anak itu bersama-sama berlutut kepada mereka bergiliran. Keempat orang kakek itu sangat gembira. Lebih-lebih setelah Han Liong diberi makan oleh bibinya, tampak kemungilannya. Ia tertawa-tawa dengan girang sekali, pipinya kemerah-merahan, sepasang matanya yang jeli memandang kepada guru-gurunya dengan bersinar-sinar. Tak sedikitpun tampak takut.

"Anak baik!" memuji guru-gurunya dengan rasa kasih sayang. Semenjak terculik oleh Liok-tee Sin-mo Hong In dibawa ke puncak Gunung Kam-hong-san dan dapat pula kata sepakat antara keempat orang kakek yang kini menjadi gurunya, Han Liong lalu diserahkan dalam asuhan Yo Leng In. Bibinya ini selain tangkas dalam ilmu silat, iapun ahli pula dalam kesusasteraan, pandai menulis sajak-sajak dan pernah membaca habis kitab-kitab kuno. Yo Toanio yang baik ini tiap hari memelihara Han Liong dengan penuh kasih sayang, mengajar anak itu bercakap-cakap.

Tiap pagi dan sore ia melatih tubuh anak itu, memukulinya dari perlahan sampai keras dengan kulit bambu dan rotan sambil memandikannya dalam air tercampur arak hangat dengan ramuan obat buatan Beng-san Tojin Pauw Kim Kong yang pandai pula dalam ilmu pengobatan. Dengan rawatan luar biasa ini, kulit dan daging anak itu tumbuh dengan baik dan mempunyai kekuatan dan keuletan yang sempurna, namun kulitnya tetap lemas halus karena tiap habis mandi, Yo Toanio menggosok seluruh tubuhnya dengan bedak batu kuning yang terdapat di atas Gunung Kam-hong-san. Ketika Han Liong telah berusia empat tahun, ia mulai menerima pelajaran-pelajaran pokok dalam ilmu silat dari bibinya, Yo Toanio mengajar dengan cara halus dan sewajarnya, tidak dengan paksaan. Ajaib sekail, anak kecil itu seakan-akan senang sekali mempelajari kuda-kuda atau bhesi dan mencontoh gerakan-gerakan kaki bibinya dengan gembira.

Alangkah heran dan senang hati nyonya muda itu karena dalam beberapa bulan saja Han Liong telah dapat menirunya dalam gerakan-gerakan bhesi Thiao Ma, Peng Ma dan lain-lain pasangan kuda-kuda yang sulit dengan sempurna! Setahun kemudian, dalam usia kurang lebih lima tahun, Han Liong telah pandai bergerak ke sana ke mari dengan lincah dan sigap dalam segala macam bentuk "pou" gerakan perubahan kaki) yang baik. Selain itu, ia telah hafal dan faham benar akan segala cara menggunakan tangan dan jari dalam ilmu pukulan seperti Houw Jiauw Ciu (gerakan jari telunjuk dan tengah untuk menyodok atau tiam) Yang Ciu, Sam Ciat Ciu dan lain-lain. Pandai pula menggunakan tendangan kaki Heng Tui dan lain-lain, menggunakan siku seperti Teng Tun, In Tun dan sebagainya, dan ia mengerti pula cara yang bermacam-macam dari kepalan tangan (koan).

Sampai sebegitu jauh maka selesailah tugas Yo Toanio membimbingnya dalam pokok dasar ilmu silat dan kini mulai mengajarnya dalam ilmu surat (bun) saja. Juga dalam mata pelajaran ini, Han Liong ternyata sangat cerdas. Tiap harinya ia dapat menghafal lebih dari dua puluh huruf. Anehnya, sekali menghapal, seperti huruf-huruf itu sudah tercetak dalam ingatannya hingga tak bisa lupa lagi! Setelah Han Liong paham benar akan dasar-dasar ilmu silat dan selanjutnya untuk mendapatkan Pendidikan

yang lebih tinggi agar menjadi seorang ahli silat yang sempurna, maka Yo Leng ln menyerahkannya kepada Liok-tee Sin-mo Hong In, karena ilmu silatnya jauh lebih tinggi dari pada ilmu silat Yo Leng In sendiri, seperti yang sudah diajarkannya kepada Han Liong.

Si Iblis Daratan Hong In mulai mengajar Han Liong dari latihan napas (khikang) sampai kepada ilmu meringankan tubuh dan lari cepat. Dasar ia memang berbakat pendekar, dalam setahun saja berlatih siang malam, ia telah mewarisi seluruh dasar-dasar kepandaian Liok tee Sin-mo Hong In, dan setengah tahun kemudian, kepandaian dasar menggunakan dan menyambit Kim-chie-piao telah ia pahami pula. Tentu saja baru dasar-dasarnya dan tinggal meyakinkannya dengan latihan-latihan praktek. Karena masih ada tiga orang guru lainnya, si Iblis Daratan setelah merasa bahwa Han Liong sudah mewarisi seluruh pokok dasar kepandaiannya, lalu menyerahkan anak itu ke dalam asuhan Pauw Kim Kong si Malaikat Rambut Putih. Beng-san Tojin Pouw Kim Kong menerima tugas ini dengan gembira dan segera melatih Han Liong dalam ilmu silat berdasarkan tenaga dalam dan melemaskan tulang.

Ia mendidik anak itu memperkuat tenaga dalamnya dan mengajarnya ilmu le Kin Keng dan cara bagaimana untuk Siulian (semadhi) memperkuat ketabahan batin. Kemudian, selang setahun lebih, Siauw-lo-ong Hee Ban Kiat mengajarnya ilmu silat tangan kosong yang cekatan. Selama satu tahun, ilmu silat Ouw-wan cianghoat (Ilmu Silat Tangan Lutung Hitam) yang berjumlah seratus delapan jurus, Thai Kek Touw dan seratus dua puluh jurus Kiauw-ta-sin-na ialah gabungan Kim-na-hoat dari Siauw-lim dan Bu-tong pai telah dipelajarinya dengan baik. Gurunya yang terakhir ialah Bie Kong Hosiang) yang mewariskan ilmu goloknya yang tiada taranya itu. Selain ilmu golok, hwesio tinggi besar itu mengajarnya pula ilmu ciptaannya sendiri, ialah gabungan permainan golok dan pedang.

Ilmu ini dapat digunakan baik dengan golok maupun dengan pedang dan gerakan-gerakannya sulit sekali. Sementara itu, Han Liong masih tetap melanjutkan pelajarannya dalam ilmu surat menyurat dengan rajin di bawah bimbingan Yo Leng In seperti sediakala. Keempat orang gurunya masih terus memberi petunjuk-petunjuk berganti-ganti sehingga ketika ia berusia lima belas tahun, Han Liong yang digembleng oleh empat orang ahli itu mewaiisl kepandaian silat campuran yang sangat hebat. Demikianlah penuturan dari guru-gurunya yang didengarkan oleh Han Liong dengan bercucuran air mata. Lebih-lebih ketika ia mendengar tentang kematian ayahnya dan nasib ibunya. Ia menjatuhkan diri dan hampir pingsan karena duka. Baiknya guru-gurunya pandai menghibur, dan di depan guru-gurunya ia bersumpah untuk melanjutkan cita-cita ayahnya dan membalaskan sakit hati orang tuanya.

"Han Liong," berkata Pauw Kim Kong,

Posting Komentar