Maka cepat2 ia membereskan rekening minumnya, tanpa menghiraukan hujan masih cukup lebat ia menyusur emper rumah sepanjang jalan dan ikut dibelakang rombongan Hiang Tay-lian tadi.
Setelah melintasi dua persimpangan jalan.
terlihatlah di depan sana ada sebuah bangunan megah empat buah lampu besar berkerudung bergantung didepan pintu, belasan orang yang membawa obor berdiri di sekitar situ, beberapa orang lagi sibuk menyambut tamu Setelah rombongan Ting-yat, Ho Sam-jit dan lain2 itu musuk, menyusul masuk pula rombongan tamu lain dari kedua arah jalan.
Dengan tabahkan hati Peng-say mendekati gedung itu, kebetulan ada dua rombongan tamu sedang disongsong kedalam oleh anak murid W Kay-hou yang bertugas menyambut tamu itu, tanpa bersuara Peng say terus ikut masuk kesana.
Mungkin Peng say disangka tamu juga, iapun disilakan masuk dengan bormat.
Begitu berada diruangan tamu yang luas itu terdengarlah suara berisik ramai, kiranya diruang tamu itu sudah hadir dua ratusan orang dan duduk di sana-sini sedang bicara dan bercanda dengan bebas, hakikatnya tiada seorang pun yang memperhatiken kedatangan Peng-say.
Lega hati Peng-say, pikirnya: "Ditengah orang banyak begini, tentu tiada orang memperhatikan diriku.
Asalkan kutemukan rombongan Tang-wan tentu dapat kuselidiki dimana beradanya adik Leng." Ia lantas mendapatkan sebuah meja kecil di pojok, tidak lama kemudian ada pelayan mengantarkan teh, makanan kecil dan handuk panas.
Setiap tamu mendapatkan pelayanan yang sama dan cukup baik.
Dilihatnya para Nikoh Siong-san pay mengerumuni sebuah meja di sisi kiri sana, sedangkan para murid Lamhan mengitari meja di sekelah lain, si nona cilik Leng Seng juga berduduk disana, tampaknya Ting-yat sudah melepaskan dia.
Tapi Ting-yat Suthay dan Ho Sam jit tidak kelihatan.
Kebetulan juga, tidak jauh di sebelah sana lagi tampak berduduk rombongan murid Tang-wan.
Murid Tang-wan terbagi mengitari dua meja, tapi tidak nampak Cin Yak-leng, mungkin nona itu terkurung di suatu tempat.
Agar dapat mendengar percakapan orang Tang-wan dan mencari tahu tempat kurungan Cin Yak-leng Peng-say sengaja berpindah ke sebelah sana.
Kebetulan ada sebuah meja kosong, cuma jaraknya agak jauh dengan rombongan Tang wan, tapi berdekatan dengan murid Lam-han.
Terpaksa Peng-say duduk di situ.
Apa yang dibicarakan murid Tang wan itu tidak terdengar.
sebaliknya semua pembicaraan murid Lam-han dapat didengarnya dengan jelas.
Terdengar Leng Seng sedang bertanya: "Mengapa tidak tampak murid Bok Jong-siong, Bok-supek?" "Konon Bok-supek dan Wi-susiok tidak akur meski keduanya adalah saudara seperguruan," tutur Kiau Lo-kiat.
"Markas pusat Thay-san-pay justeru berada d atas Thay-san yang terletak tidak jauh tapi tiada seorang pun murid Bok-supek mengucapkan selamat kepada Wi-susiok." "Kabarnya Wi-susiok tidak disukai oleh Suhengnya sehingga meninggalkan Thay-san-pay, lantaran itulah Wisusiok memilih Kim-bun-se jiu mengasingkan diri, entah betul tidak isyu yang tersiar ini?" kata si kera Kang Ciau-lin.
"Kau mendengar dari tempat minum bukan?" tanyaKiau Lo-kiat.
"Isyu ini sama sekali tidak betul.
Bahwa Wi-susiok tidak cocok dengan Bok-supek memang betul, tapi Khim-lo (si kakek kecapi Bok supek bukanlah orang yang berjiwa sempit tidak nanti dia mendesak sang Sute sehingga meningggalkan perguruan.
Bahwa Wi-susiok mendadak menyatakan akan Kim-bun-se-jiu, hal ini pasti ada alasannya yang kuat." "Sebab apakah mereka tidak akur diantara sesama saudara perguruan?" tanya Leng Seng.
"Konon.
Wi-susiok tidak setuju Bok supek menjadi ketua Thay-san-pay, sebaliknya Bok-supek anggap sang Sute terlalu banyak duitnya, se-hari2 hanya menjadi hartawan tanpa menghiraukan urusan di dalam Thay-san-pay Karena pertentangan pendapat itulah, hubungan mereka pun tambah lama tambah renggang," demikian tutur si kera.
"Hus, jangan sembarangan omong!" bentak Kiau Lo-kiat.
"Masa kusalah omong" Kan memang begitu?" ujar si kera.
"Kalau tidak jelas duduknya perkara jangan sembarangan omong," Kata Kiau Lo-kiat.
"Persoalan itu adalah urusan dalam Thay-san-pay sendiri, orang luar jangan ikut mempersoalkannya." Mendadak terdengar suara ribut diluar, penyambut tamu berseru: "Ciangbunjin Yan-san-pay, Thian-bun Totiang tiba!" "Aha, Ciu-to," seru Peng-say tertahan.
Ciu-to atau Tosu arak adalah julukan Thian-bun Totiang, yaitu salah satu di antara Tiong-goan-sam-yu, tiga sekawan daerah Tionggoan.
Yang dimaksudkan tiga sekawan adalah Khim-lo, si kakek kecapi Bok Jong siong, si Nikoh penyair, Ting-sian Suthay dan Ciu-to Thian-bun Tojin.
Di jaman kuno, yang dimaksudkan daerah Tionggoan adalah sekitar propinsi2 Soatang, Holam dan Hopak.
Thay-san terletak di Soatang.
Yan-san terletak di Hopak dan Siong-san terletak di Holam, karena ketiga gunung dan ketiga aliran itu sama2 berada di wilayah Tionggoan, kebetulan di antara ketua ketiga aliran itupun terkenal sebagai penggemar kecapi, minum arak dan bersyair, di antara mereka pun ada hubungan persababatan yang akrab, maka orang Bu-lim lantas menyebut mereka sebagai Tionggoan-sam-yu.
Perawakan Thian-bun Totiang tinggi besar, sangat gagah, mukanya merah seperti Kwan Kong.
Mungkin orang yang gemar minum arak kebanyakan bermuka merah.
Maka dari air mukanya saja orang akan segera tahu akan hobinya.
Serentak semua hadirin sama berdiri, di mana Thian-bun Tojin lewat, semua orang sama memberi hormat kepada salah seorang tokoh besar dan gembong Ngo-tay-lian-beng atau perserikatan lima besar ini.
Thian-bun Totiang langsung disambut masuk ke ruangan dalam.
Mungkin orang yang boleh masuk ke ruangan dalam hanya tokoh pilihan saja.
Sesudah Thian-bun Totiang masuk, para tamu berduduk kembali di tempat masing2.
Dengan sendirinya Peng-say juga ikut berdiri dan ikut terduduk lagi, begitu pula anak murid Lam-han, Siong-san dan Tang wan.
Sesudah berduduk, terdengar Leng Seng berkata: "Menurut pendapatku, paling baik Toasuko janganlah datang kemari.
Disini telah hadir tokoh2 Bu-lim sebanyak ini, bila Toasuko sampai dituding dan didamperat Ting-yat Susiok sehingga menimbulkan amarah umum, urusan tentu bisa runyam." "Tapi Toasuheng mewakilkan Suhu untuk menyampaikan selamat kepada Wi-susiok, tak boleh tidak dia pasti akan hadir," kata Kiau Lo-kiat dengan menyesal.
Para murid Lam-han menjadi sedih dan berkuatir bagi Toasuheng mereka.
Tidak lama kemudian, diluar kembali terjadi kegaduhan.
Peng-say menyangka kedatangan tokoh besar lagi.
Tapi tunggu punya tunggu tidak didengarnya petugas menyerukan nama tamu yang datang, Waktu ia melongok kesana, mana ada tamu agung segala, yang terlihat adalah beberapa orang berseragam hijau dengan menggotong dua daun pintu sedang masuk dengan ter-gesa2.
Di atas daun pintu menggeletak dua orang dengan ditutupi kain putih yang berlepotan darah.
Melihat itu, para tamu sama berkerumun kesana untuk melihat.
Segera terdengar seorang berkata: "Orang Yan-san-pay!" Padahal ketua Yan-san-pay, yaitu Thian-bun Totiang, baru saja datang, hanya sebentar saja lantas disusul dengan dua sosok mayat sehingga terasa se-olah2 Thian-bun Tojin sengaja membawa mayat untuk mengucapkan selamat kepada Wi Kay-hou.
"Wah, Te-coat Tojin dari Yan-san-pay terluka parah, ada lagi seorang entah siapa?" demikian terdengar orang bertanya.
Lalu yang lain menjawab: "Murid Thian-bun Totiang, she Tang Apakah sudah meninggal?" "Ya, meninggal," sahut yang bertanya tadi.
"Coba lihat, bacokan itu melukai dadanya hingga tembus ke punggung, tentu saja mati." Di tengah suara berisik itu, kedua tubuh yang mati dan terluka itu telah digotong keruangan dalam.
kesempatan itu segera digunakan beberapa orang untuk ikut masuk.
Di ruangan tamu masih ramai orang membicarakan kejadian itu.
"Te-coat Tojin adalah tokoh Yan-san-pay yang lihay, siapa yang berani melukainya sedemikian rupa?" "Orang yang sanggup melukai Te-coat Tojin dengan sendirinya berilmu silat jauh lebih tinggi dan juga pemberani, maka tidaklah perlu diherankan." Begitulah di ruangan situ orang ramai membicarakan peristiwa itu, lalu kelihatan Hiang Tay-lian keluar dengan ter-buru2, ia mendekati tempat duduk anak murid Lam-han dan berkata kepada Kiau Lo-kiat: "Kiau-suheng, Suhu mengundang." Kiau Lo-kiat mengiakan dan ikut Hiang Tay-lian ke ruangan dalam.
Di ruangan tamu bagian dalam dilihatnya lima kursi besar berjajar di tengah, empat buah kursi itu kosong, hanya kursi keempat saja berduduk Thian-bun Tojin yang bertubuh tinggi besar itu.
Kiau Lo-kiat tahu kelima kursi itu disediakan untuk kelima ketua dari Ngo-tay lian-beng Ketua Say koan, Lamhan, Tay-san dan Siong-san belum datang, makanya kosong.
Di kedua samping berduduk belasan Bu-lim cianpwe atau angkatan tua dunia persilatan, diantaranya terlihat Ting-yat Suthay dari Siong-san-pay, Ciamtay Cu-ih dari Tang-wan, Ho Sam-jit dari Gan-tang san.