Ini mendapat kunjungan banyak sekali tamu. Selain sebagai langganan, juga para tamu itu ingin sekali menyaksikan pemuda yang telah menggemparkan kota Shen-yang, pemuda yang kabarnya telah merobohkan tujuh orang Jit-hui-houw, bahkan membunuh tiga orang di antara mereka!
Sebentar saja nama Gak Bun Beng terkenal di seluruh kota dan sekitarnya, dan lebih menggemparkan lagi ketika sisa Jit-hui-houw yang tinggal empat orang itu kini tidak tampak lagi di Shen-bun, sudah menghilang entah ke mana! Diam-diam banyak orang yang merasa lega dan bersyukur kepada pemuda asing ini. Ketika sepasang mempelai dipertontonkan kepada umum, para tamu kagum sekali melihat Tek Hoat. Tak mereka sangka bahwa pemuda yang telah mero-bohkan Jit-hui-houw itu masih demikian muda. Seorang pemuda remaja yang luar biasa tampan dan gagahnya! Betapa untungnya Kam Siong memperoleh seorang anak mantu seperti itu, dan lebih untung lagi anak perawannya yang hampir diperkosa anggauta Jit-hui-houw, tidak saja terbebas dari malapetaka pemerkosa, bahkan telah memperoleh seorang suami yang demikian gagah perkasa dan tampan!
Pada saat para tamu sedang bergembira menghadapi hidangan, tiba-tiba terjadi kegaduhan dan banyak tamu yang sudah bangkit berdiri dan menyingkir ke tempat aman ketika mereka melihat datangnya lima orang yang membuat mereka terkejut. Ada tamu yang sampai terbatukhatuk karena makanan yang baru saja dijejalkan ke mulut itu tersesat jalan ketika matanya mengenal empat orang dari Jit-hui-houw yang datang itu dengan sikap garang, mengiringkan seorang kakek gemuk pendek yang pakaiannya penuh tambalan dan tangannya memegang sebatang tongkat baja berwarna hitam!
Gegerlah suasana pesta ketika empat orang Jit-hui-houw itu menendangi meja kursi dalam kemarahan mereka karena meja kusi menghalang jalan.
Tamu-tamu lari cerai-berai dan hanya berani menonton dari tempat jauh walaupun ada pula sebagian para tamu yang berhati tabah tetap berada di tempat pesta itu, berdiri agak jauh di pinggiran. Dapat dibayangkan betapa paniknya fihak tuan rumah. Biarpun mereka sudah menduga-duga bahwa setiap waktu fihak Jit-hui-houw tentu akan mengacau dan datang membalas dendam, dan biarpun mereka sudah percaya penuh akan perlindungan Tek Hoat, namun melihat munculnya empat orang Jit-hui-houw bersama seorang jembel tua yang menyeramkan itu, mereka menjadi pucat ketakutan. Kam Siok sendiri sudah menarik tangan anak isterinya ke sebelah dalam, bersembunyi di dalam kamar, kemudian dia sendiri mengintai keluar dengan jantung berdebar tegang.
Tentu saja Tek Hoat merasa merah sekali menyaksikan betapa lima orang itu datang mengacaukan perayaan pesta pernikahannya. Akan tetapi sambil tersenyum pemuda ini melangkah lebar ke ruangan depan yang sudah sunyi itu. Sunyi sekali di situ karena semua orang, yang dekat maupun yang menonton dari jauh, tidak ada yang mengeluarkan suara, bahkan mereka itu seperti menahan napas melihat pemuda yang menjadi pengantin itu melangkah menghampiri lima orang yang sudah berdiri tegak dengan kedua kaki terpentang lebar dan bersikap menantang itu. Setelah berhadapan dengan lima orang itu, Tek Hoat berkata sambil tersenyum mengejek dan memandang empat orang sisa Jit-hui-houw,
"Beberapa hari yang lalu aku tidak sempat membunuh kalian apakah sekarang kalian datang untuk menyerahkan nyawa?"
Empat orang itu mencabut pedang dan golok, muka mereka merah sekali dan mata mereka mendelik.
"Suhu, inilah jahanam yamg telah membunuh tiga suheng itu!"
Kata seorang di antara mereka. Kakek tua berpakaian jembel itu memandang dengan mata terbelalak penuh keheranan. Dia adalah Sin-houw Lo-kai (Jembel Tua Harimau Sakti), seorang pertapa di hutan yang letaknya di luar kota Shen-bun, tinggal di sebuah kuil tua yang kosong dan hidupnya dijamin oleh tujuh orang muridnya, yaitu Jit-hui-houw yang terkenal itu.
Tujuh orang muridnya telah memiliki kepandaian hebat, dan biarpun tak dapat dikatakan luar biasa, namun sukarlah dicari orang yang dapat menghadapi mereka bertujuh kalau maju bersama. Mendengar penuturan empat orang muridnya bahwa tiga di antara mereka tewas oleh seorang musuh, dia menyangka bahwa murid-muridnya itu tentu dikalahkan seorang kang-ouw yang ternama. Akan tetapi dapat dibayangkan betapa heran dan kagetnya ketika empat orang muridnya memperkenalkan seorang pemuda remaja yang menjadi pengantin ini yang menjadi pembunuh tiga orang muridnya! Dia merasa penasaran sekali. Demikian lemahkah murid-muridnya sehingga kalah oleh seorang pemuda yang masih hijau ini? Sukar untuk dipercaya. Kini melihat pemuda tanggung itu, yang kelihatannya masih belum dewasa benar, berdiri tenang tanpa senjata apapun, dia segera membentak kepada empat orang muridnya,
"Kalau begitu tunggu apa lagi kalian? Hayo balaskan kematian tiga orang suhengmu!"
Empat orang itu sebetulnya merasa jerih karena mereka sudah maklum betapa lihainya pemuda yang kelihatan lemah ini.
Akan tetapi karena suhu mereka yang memerintah, dan pula mereka mengandalkan suhu mereka yang tentu akan membantu mereka, maka begitu mendengar perintah ini mereka sudah menerjang maju dengan teriakan-teriakan garang, senjata mereka berkelebat menyambar ke arah tubuh Tek Hoat. Pemuda ini biarpun mulutnya tersenyum, namun hatinya panas seperti dibakar saking marahnya. Melihat dua batang pedang dan dua batang golok menyambarnya, dia bergerak cepat sekali, tubuhnya lenyap menjadi bayangan yang menyelinap di antara sambaran sinar senjata lawan, tangan kakinya bergerak dan terdengar suara berkerontangan ketika empat buah senjata itu terlepas dari tangan para pemegangnya yang terkena tamparan dan tendangan,
Kemudian sebelum mereka sempat mundur dan sebelum kakek jembel itu sempat menolong murid-muridnya, Tek Hoat sudah berkelebat cepat sekali, jari-jari tangannya menyambar ke arah kepala dan berturut-turut terdengar pekik kengerian disusul robohnya empat orang Jit-hui-houw itu. Mereka roboh dan berkelojotan sebentar lalu diam tak bergerak, mati dengan kepala berlubang karena tusukan dua jari tangan Tek Hoat! Peristiwa ini terjadi dengan sedemikian cepatnya sehingga sukar diduga terlebih dulu. Sin-houw Lo-kai yang melihat empat orang muridnya roboh dan tewas terbelalak kaget dan hampir dia tidak dapat menahan kemarahan dan kedukaan hatinya. Kini semua muridnya, ketujuh Jit-hui-houw telah tewas semua, dan kesemuanya dibunuh oleh pemuda yang luar biasa ini! Dia mengeluarkan gerengan seekor harimau, kemudian membentak,
"Bocah kejam! Siapakah namamu? Siapa pula gurumu? Mengakulah sebelum Sin-houw Lo-kai turun tangan membunuhmu!"
Tek Hoat tersenyum mengejek.
"Perlu apa menanyakan nama guruku? Aku bukanlah seorang pengecut macam murid-muridmu yang belum apa-apa sudah merengek dan minta bantuan gurunya! Namaku adalah Gak Bun Beng."
"Keparat sombong! Engkau telah berhutang tujuh nyawa muridku, hari ini aku Sin-houw Lo-kai harus mengadu nyawa denganmu!"
Setelah berkata demi-kian, kakek jembel itu lalu menggerakkan tongkatnya dan menyerang.
Karena dia tahu akan kelihaian pemuda itu, maka dia tidak sungkan-sungkan lagi menyerang seorang lawan yang masih begitu muda dan bertangan kosong, menggunakan tongkatnya yang ampuh. Melihat tongkat menyambar-nyambar dan berbunyi bercuitan, mengeluarkan angin yang berputaran, maklumlah Tek Hoat bahwa kepandaian kakek ini tidak boleh dipandang ringan. Dibandingkan dengan kakek ini, ternyata murid-muridnya hanyalah gentong kosong belaka! Tongkat yang butut itu ternyata terbuat daripada baja yang kuat dan berat. Dengan hati-hati sekali Tek Hoat melayani lawannya dengan ilmu silat yang dipelajarinya dari ibunya. Tubuhnya gesit sekali ketika mengelak ke sana-sini, kadang-kadang meloncat kalau tongkat lawan menyambar dari pinggang ke bawah dengan lompatan yang ringan dan tinggi.
"Haiit, kau murid Bu-tong-pai!"
Kakek itu menahan tongkatnya dan membentak. Akan tetapi Tek Hoat tidak menjawab, bahkan menggunakan kesempatan itu untuk tiba-tiba menubruk ke depan, mainkan ilmu silatnya yang amat aneh dan ampuh, yang dilatihnya dari Sai-cu Lo-mo. Melihat pemuda itu menerjangnya, kakek jembel itu cepat mengelak lalu memutar tongkatnya. Akan tetapi berkali-kali dia berteriak kaget karena hampir saja tubuhnya kena dihantam lawan yang memainkan ilmu silat amat aneh.
Ilmu silat pemuda itu dasarnya seperti Pat-kwa-kun, akan tetapi jauh berbeda, terisi penuh tipu muslihat dan keganasan, namun mengandung tenaga yang amat kuat. Itulah ilmu silat gabungan Pat-sian-sin-kun dan Pat-mo-sin-kun, sedangkan hawa pukulan yang keluar dari kedua telapak tangannya amat panas! Sekali ini, Sin-houw Lo-kai benar-benar terkejut dan tidak dapat dia mengenal lagi ilmu silat yang dimainkan Tek Hoat. Kalau tadi, ketika pemuda itu menggunakan ilmu silat yang dia kenal sebagai ilmu silat Bu-tong-pai, dia dapat mendesak, akan tetapi begitu pemuda itu mainkan ilmu silat yang amat aneh ini, tongkatnya hanya dipergunakan untuk melindungi tubuhnya. Dia merasa seolah-olah pemuda itu telah berubah menjadi delapan orang yang menyerangnya dari delapan penjuru!
Kakek itu makin kaget dan penasaran, akan tetapi dia harus melindungi tubuhnya dari hantaman-hantaman yang disertai hawa panas membara yang keluar dari kedua telapak tangan pemuda itu. Maka dia lalu memutar tongkatnya yang berat sehingga tongkat itu berubah menjadi segulung sinar hitam yang menyelimuti tubuhnya. Tek Hoat juga merasa penasaran. Pemuda ini terlalu mengandalkan dirinya sendiri, terlalu percaya bahwa dia akan sanggup mengalahkan lawannya yang manapun juga, apalagi setelah dia menjadi murid Sai-cu Lo-mo selama dua tahun. Kini mampu mengalahkan kakek jembel itu biarpun mereka sudah bertanding selama seratus jurus, dia merasa penasaran bukan main. Akan tetapi dia tetap keras kepala, tidak mau menggunakan senjata. Dia harus mampu mengalahkan kakek itu dengan tangan kosong saja!
"Mampuslah....!"
Tiba-tiba kakek itu membentak dan tiba-tiba tangan kirinya bergerak.
"Cuat-cuat-cuattttt....!"