"Ah, bukankah dia tidak sampai diperkosa?"
Tanya Tek Hoat, khawatir kalau-kalau dia tadi terlambat.
"Memang benar, akan tetapi taihiap mengerti, sebagai seorang gadis terhormat telah terlihat oleh seorang laki-laki dalam keadaan telanjang bulat.... hal ini menimbulkan rasa malu yang hebat...."
"Mengapa begitu?"
Tek Hoat mengerutkan alisnya.
"Bukankah penjahat yang hendak memperkosa-nya tadi telah kubunuh mati?"
"Bukan penjahat itu yang dimaksudkannya, taihiap. Laki-laki itu adalah.... taihiap sendiri."
"Haiii....? Eh, bagaimana pula ini....?"
"Taihiap, bukan hal itu saja yang menyusahkan hati kami, akan tetapi lebih-lebih kenyataan bahwa peristiwa ini tentu akan berekor panjang. Dari fihak petugas keamanan mudah saja diselesaikan karena memang nama Jit-hui-houw terkenal sebagai orang-orang yang suka bertindak sewenang-wenang dan kematian mereka di warungku cukup membuktikan bahwa mereka yang menimbulkan keonaran. Akan tetapi kami yakin bahwa mereka tentu akan menuntut balas, kawan mereka dan terutama guru mereka. Kami tentu akan dibasmi habis...."
Dan kembali kakek itu menjatuhkan diri berlutut di depan Tek Hoat.
"Kecuali kalau taihiap menolong kami sekeluarga...."
"Bagaimana aku dapat menolongmu? Ahhhh, mudah saja! Aku akan membunuh mereka semua, tentu tidak akan ada pembalasan dendam lagi!"
Sebelum kakek itu sempat menjawab, tubuh Tek Hoat berkelebat lenyap dari dalam kamar dan ternyata pemuda ini sudah berlari keluar, ke ruangan tamu di depan, di mana dia tadi meninggalkan empat orang lawannya. Dia sudah membunuh yang tiga, sedangkan yang empat lagi baru dia lucuti senjatanya saja. Akan tetapi ketika dia tiba di ruangan depan itu, empat orang anggauta Jit-hui-houw sudah tidak nampak bayangannya lagi sedangkan mayat tiga orang itupun sudah lenyap. Mereka telah melarikan diri sambil membawa mayat ketiga suheng mereka! Terpaksa Tek Hoat kembali ke kamar dan dengan menyesal berkata kepada pemilik rumah makan.
"Sayang sekali mengapa aku tadi tidak membunuh yang empat orang lagi."
"Taihiap, biarpun mereka dapat melarikan diri, kalau taihiap suka membantu kami, hidup kami akan tenteram dan mereka tentu tak akan berani lagi bermain gila."
"Bagaimana aku dapat menolongmu, lopek?" "Dengan menerima permohonan kami agar taihiap sudi menjadi suami anak kami Siu Li...."
"Hahhh....?"
Terbelalak sepasang mata yang tajam itu saking kagetnya. Akan tetapi dia mendengar-kan juga ketika kakek itu menceritakan keadaan keluarganya. Kakek itu bernama Kam Siok yang hanya mempunyai seorang anak, yaitu gadis yang berusia tujuh belas tahun yang bernama Kam Siu Li itu. Ibu gadis itu telah meninggal dunia karena sakit, dan Kam Siok lalu menikah lagi tiga tahun yang lalu dengan seorang janda muda, yaitu wanita cantik berusia tigapuluh tahun lebih yang tadi hampir diperkosa bersama Siu Li, anak tirinya. Keadaan mereka cukup berada, karena hasil dari rumah makan itu cukup besar sehingga mereka hidup tenang dan senang. Akan tetapi siapa tahu, hari itu terjadi malapetaka yang hebat dan kalau tidak ada jalan yang baik, tentu mereka akan terancam bahaya pembalasan yang akan membasmi seluruh keluarga mereka.
"Demikianlah, taihiap. Hanya satu jalan bagi kami untuk dapat selamat, baik untuk keselamatan Siu Li agar dia tidak menanggung aib dan nekat hendak membunuh diri, maupun untuk kami sekeluarga agar terbebas dari ancaman pembalasan Jit-hui-houw."
Pada saat itu, dua orang wanita yang tadi hampir diperkosa, memasuki kamar. Gadis yang bermuka merah sekali, dengan air mata bercucuran, digandeng tangannya dan agaknya dipaksa masuk oleh ibu tirinya dan bersama puterinya itu, wanita cantik isteri Kam Siok lalu menjatuhkan diri di depan Tek Hoat sambil berkata dengan suara merdu halus dan penuh daya membujuk,
"Mohon kemurahan hati taihiap agar memenuhi permohonan suami saya karena hanya taihiaplah bintang penolong kami satu-satunya...."
Muka yang cantik dengan sepasang mata yang penuh gairah menantang itu diangkat.
Tek Hoat diam-diam kagum dan harus memuji kecantikan wanita ini, matanya, hidungnya, bibirnya yang menantang, dan belahan dadanya yang tampak karena pakaiannya yang tadi dirobek penjahat masih belum dibetulkan sama sekali. Adapun gadis yang juga berlutut sambil menunduk itu cantik pula, dengan kulit leher yang putih halus. Sungguhpun kecantikannya tidak menggairahkan seperti kecantikan ibu tirinya, namun, Siu Li tergolong dara yang cantik manis. Hati Tek Hoat tertarik, bukan hanya kepada wanita-wanita itu, terutama sekali mengingat akan kekayaan kakek Kam Siok. Dia memang sudah kehabisan uang dan dia butuh sekali uang banyak dan pakaian yang indah. Apa salahnya kalau dia menerima penawaran ini? Mulutnya tersenyum, senyum yang membuat wajahnya kelihatan makin tampan akan tetapi senyum yang sinis dan mengandung ejekan penuh rahasia. Dia mengangguk.
"Baiklah, demi keselamatan kalian sekeluarga, aku menerima usul kalian ini."
Kakek Kam Siok girang bukan main, maju menubruk dan merangkul calon mantunya,
"Anak baik.... Thian sendiri yang agaknya menurunkan engkau dari sorga untuk menolong kami....! Kalau begitu, perayaan pernikahan dapat segera dipersiapkan. Siapakah nama orang tuamu dan di mana mereka tinggal? Eh, siapa pula namamu? Ha-ha-ha, betapa lucunya. Seorang mertua tidak tahu nama mantunya!"
"Tidak perlu repot-repot, lopek. Aku seorang yang sebatangkara, tiada tempat tinggal tiada keluarga. Namaku.... Gak Bun Beng."
Dapat dibayangkan betapa girangnya hati keluarga Kam Siok ketika Tek Hoat menerima permintaan mereka. Kam Siok merasa terlindung keluarganya, Kam Siu Li merasa tertebus aibnya apalagi memperoleh suami yang amat tampan dan gagah perkasa,
Hal yang sama sekali tak pernah dimimpikan karena dia hanyalah anak seorang anak pemilik rumah makan! Dan ada orang yang diam-diam merasa girang sekali dan memandang hari depan penuh harapan. Orang ini adalah Liok Si, isteri Kam Siok yang masih muda dan cantik. Dengan mata haus dia memandang pemuda calon mantu tirinya itu dan hatinya bergelora panas. Dia tentu saja tidak pernah memperoleh kepuasan batin dari suaminya yang dua puluh lima tahun lebih tua daripada dia dan dia memang mau menjadi isteri pemilik rumah makan itu karena mengharapkan jaminan kecukupan dunia. Akan tetapi, diam-diam dalam waktu tiga tahun ini, hatinya menderita dan matanya selalu menyambar seperti mata burung elang melihat tikus gemuk setiap kali dia melihat seorang pria muda yang tampan.
Dan betapapun hatinya merindu, kesempatan tidak mengijinkan sehingga selama ini dia seperti orang kehausan yang tak pernah mendapatkan kepuasan. Akan tetapi sekarang, kesempatan terbuka lebar di depan mata! Seorang pemuda tampan berada serumah dengan dia dan agaknya akan leluasalah dia mendekati pemuda itu, karena bukankah pria muda ini mantunya? Pesta pernikahan dilangsungkan meriah juga. Karena rumah makan itu sudah terkenal dan mempunyai banyak langganan, maka perkawinan antara puteri pemilik rumah makan dengan "Gak Bun Beng"