"Ini perahu Suhu!"
Han Ki berseru girang.
"Marilah!"
Maya dan Siauw Bwee ikut menjadi girang melihat perahu itu dan mereka membantu Han Ki melepaskan ikatan perahu pada batu karang, kemudian melihat Han Ki menarik keluar perahu dari dalam guha dan mendorongnya ke atas air laut.
Setelah kedua orang sumoinya naik ke atas perahu dan duduk di bangku bawah atap, Han Ki mulai mendayung perahunya, mengambil arah ke timur. Perahu yang ujungnya runcing itu meluncur cepat sekali. Air laut tenang sehingga mereka merasa nyaman duduk di atas perahu, sedikit pun tidak terguncang, hanya meluncur cepat ke depan seperti terbang. Maya dan Siauw Bwee tertarik melihat Han Ki mendayung perahu. Mereka minta belajar dan tak lama kemudian, dua orang gadis cilik itu menggantikan Han Ki mendayung. Perahu meluncur dikemudikan oleh Han Ki dan mereka bercakap-cakap.
"Suheng, kelak kalau aku sudah tamat belajar, aku akan pergi mencari Ibu."
Han Ki memandang sumoinya yang kecil itu. Ah, kiranya diam-diam anak ini selalu memikirkan ibunya. Betapa kuat hatinya karena dapat menutupi kerinduannya. Ia mengangguk.
"Tentu saja, Sumoi. Dan aku akan membantumu mencari sampai dapat. Kurasa kalau kita menyelidiki ke kota raja kelak, akan ada kenalan orang tuamu yang tahu akan rahasia itu, tahu ke mana Ibumu pergi mengungsi dengan sembunyi."
"Suheng, kalau aku sudah pandai kelak, aku akan membalas dendam kematian Raja dan Ratu Khitan!"
Kim Haa Ki mengerutkan alis ketika memandang Maya.
"Hemmm.... orang tuamu gugur dalam perang. Kepada siapakah engkau akan membalasnya, Sumoi?"
"Kepada siapa lagi kalau tidak kepada Kerajaan Yucen, Sung dan kerajaan Mongol!"
Diam-diam Han Ki terkejut. Dendam yang begitu hebat, ditujukan kepada kerajaan-karajaan tiga negara,. bagaimana akan membalasnya? Kiranya cara membalasnya hanya satu, yaitu dalam perang! Diam-diam ia merasa ngeri, akan tetapi tidak mau bertanya lagi karena maklum bahwa sumoinya yang seorang ini amat keras hati dan mudah tersinggung, apalagi dalam urusan membalas dendam. Karena ayah puteri ini merupakan saudara sepupunya pula, maka ia hanya berkata tenang,
"Cita-citamu itu. amat sukar dilaksanakan, akan tetapi kaubelajarlah yang tekun, Sumoi."
"Dan engkau sendiri, bagaimana urusanmu dengan puteri Kaisar yang dipaksa kawin dengan Raja Yucen itu, Suheng?"
Tiba-tiba Maya bertanya. Han Ki tersentak kaget, memandang terbelalak dengan wajah pucat. Tak disangkanya bahwa sumoinya tahu akan hal itu. Dia tidak mengerti bahwa berita-berita tentang hubungan-hubungan gelap, apalagi yang menimpa diri puteri Kaisar, merupakan berita yang tak dapat ditutup tutupi karena setiap mulut suka membicarakannya.
Siauw Bwee diam-diam menyentuh tangan sucinya, ketika sucinya memandang, ia berkedip dan menggerakkan muka ke arah Han Ki yang menundukkan muka. Maya mengerti bahwa pertanyaannya tadi menyinggung Han Ki, maka ia pun tidak bertanya lagi, mengangkat sedikit pundaknya kemudian melanjutkan gerakan tangannya mendayung, mulutnya yang kecil mulai bersenandung, menyanyikan sebuah lagu Khitan dengan lirih. Siauw Bwee memandang dan mendengarkan dengan kagum karena suara Maya memang merdu sekali, apalagi menyanyikan sebuah lagu asing yang terdengar makin aneh mempesonakan, dinyanyikan di atas perahu yang berada di tengah lautan dan dalam keadaan seperti itu.
Han Ki yang perasaannya mendapat pukulan hebat oleh pertanyaan tiba-tiba tadi, ketika mendengar nyanyian ini, merasa makin nelangsa, pikirannya melayang-layang dan teringatlah ia akan segala yang terjadi semenjak mengadakan pertemuan dengan Sung Hong Kwi sampai dia ketahuan, dikeroyok, ditangkap dan akhirnya ditolong dengan pengorbanan nyawa oleh Kam Liong dan Khu Tek San kemudian dibawa pergi suhunya. Teringatlah dia akan nasihat dan wejangan suhunya yang membuka matanya dan menyadarkannya sehingga dia dapat menerima peristiwa itu dengan hati tidak terlalu menderita. Akan tetapi, pertanyaan tiba-tiba dari Maya membuat ia terkejut dan terpukul, terbayang wajah Sung Hong Kwi yang dicintanya, timbullah rasa rindu yang tak tertahankan dan rasa sakit di hati mengingat betapa kekasihnya itu dirampas oleh orang lain!
"Hong Kwi....!"
Hatinya mengeluh akan tetapi mulutnya berkata dengan suara dingin seperti suara yang keluar dari balik kubur, sama sekali tidak mengandung semangat kehidupan.
"Maya dan Siauw Bwee, kuminta kalian selamanya jangan menyebut-nyebut lagi namanya...."
Melihat keadaan Han Ki, Maya menjadi terkejut dan menyesal mengapa tadi ia bertanya-tanya tentang Puteri Sung Hong Kai itu.
"Baik, Suheng,"
Jawabnya.
"Baik, Suheng,"
Kata pule Siauw Bwee. Dengan kekuatan batinnya sebentar saja Han Ki sudah dapat mengatasi perasaan hatinya yang tertekan, maka perahu kembali meluncur dengan lancar dan cepatnya ke timur.
Suara ujung perahu memecah air laut mengumandangkan nasihat Bu Kek Siansu kepada Han Ki bahwa pemuda itu sebaiknya mengasingkan diri ke Pulau Es bersama dua orang sumoinya, karena kalau dia muncul di dunia ramai, tentu akan teringat terus akan peristiwa di Kerajaan Sung dan dia akan selalu menjadi seorang buronan. Kini Han Ki dapat memikirkan dan merasai tepatnya nasihat itu. Dia masih muda dan berdarah panas, mudah dikuasai nafsunya sehingga kalau dia bertemu lagi dengan Hong Kwi, agaknya tidak akan dapat neenahan diri dan akan menimbuikan kegemparan-kegemparan baru, mungkin pelanggaran-pelanggaran yang tidak semestinya dilakukan orang baik-baik. Hong Kwi telah menjadi milik orang lain, dan dia harus dapat melupakanya. Satu-satunya jalan untuk melupakannya secara baik adalah tinggal di pulau yang terasing dan menggembleng diri dengan ilmu-ilmu yang lebih tinggi.
"Hei....! Ikan banyak sekali....!"
Tiba-tiba Maya berseru sambil menuding ke air. Siauw Bwee dan Han Ki memandang dan memang benar. Di dalam air, tersinar bagai matahari, tampak banyak ikan sebesar paha berenang ke sana ke mari banyak sekali. Pemandangan ini amat menarik hati dan ketiganya tidak menggerakkan dayung membuat perahu terhenti dan mereka menikmati pemandangan yang memang indah itu. Karena matahari sudah naik tinggi dengan sinar cemerlang dan air laut tenang, maka melihat ikan-ikan dengan sisik mengkilap itu berenang di sekitar perahu amatlah mempesonakan.
"Ah, kalau ada alat pancing, tentu menyenangkan sekali memancing di sini;"
Kata Siauw Bwee.
"Itu ada perahu datang!"
Han Ki berkata. Mereka memandang dan dari jauh tampak sebuah perahu kecil meluncur datang dengan cepat sekali. Setelah dekat tampak oleh mereka bahwa perahu itu ditumpangi seorang laki-lakiyang berkepala gundul.
"Seperti seorang hwesio!"
Kata Siauw Bwee.
"Bukan,"
Bantah Maya.
"Lihat, biarpun gundul, dia tidak memakai baju! Mana ada hwesio tidak berjubah?"Han Ki sudah berdiri di atas papan perahunya dan memandang tajam penuh perhatian.
"Bukan hwesio. Akan tetapi dia aneh sekali. Kepalanya gundul, pakaiannya hanya cawat, kumisnya kecil melintang. Heran, orang apakah dia? Melihat perahunya, tentu perahu nelayan dan melihat cara dia mendayung, tentu dia bukan orang sembarangan. Harap kalian hati-hati, jangan-jangan dia bukan orang baik-baik."
Perahu itu kini telah datang dekat dan orang yang berada di perahu agaknya tidak mempedulikan mereka, melainkan memandang ke air di mana terdapat banyak ikan. Tiba-tiba ia mengeluarkan seruan girang, perahunya dihentikan dan ia membuang jangkar besi yang diikat dengan tali panjang. Kemudian, setelah memandang ke air penuh perhatian sampai tubuhnya yang hanya bercawat itu membungkuk dl luar bibir perahu, tiba-tiba orang itu meloncat ke dalam air dengan gerakan indah. Air hanya, muncrat sedikit saja dan tubuhnya sudah lenyap ditelan air.
"Wah, dia gila....!"
Maya berseru.
"Dia bisa celaka....!"
Siauw Bwee berkata penuh keheranan.
"Hemm, kurasa tidak. Melihat cara dia meloncat, dia adalah seorang yang ahli dalam air dan loncatannya tadi membayangkan bahwa dia memiliki ilmu kepandaian tinggi. Hanya aneh sekali, aku heran apa yang dicarinya di dalam air? Dan bagaimana ia dapat bertahan menyelam sampai begini lama?"
Pertanyaein Han Ki itu segera mendapat jawaban yang merupakan pemandangan aneh sekali. Tiba-tiba air bergelombang dan.... dari dari dalam air tadi meloncatlah orang yang tadi ke dalam perahunya, tangannya memondong seekor ikan sebesar tubuhnya sendiri! Ikan itu dilemparnya ke dalam perahu, menggelepar-gelepar dan Si Gundul yang luar biasa itu sudah meloncat lagi ke dalam air. Tak lama kemudian, kembali ia meloncat ke perahu membawa seekor ikan besar dan ketika untuk ketiga kalinya ia meloncat ke air, Han Ki berkata.
"Bukan main! Selama, hidupku, mendengarpun belum apalagi menyaksikan seorang nelayan menangkap ikan secara itu! Dia benar-benar hebat luar biasa. Mari kita dekati, aku ingin berkenalan dengan dia!"
Han Ki berseru dan mendayung perahu mendekat. Pada saat itu, air kembali bergelombang, kini lebih hebat dari tadi, dan Maya berteriak sambil menuding ke bawah,
"Lihat....!"
Mereka terbelalak ketika tiba-tiba muncul kepala yang gundul akan tetapi tenggelam lagi dan ternyata bahwa orang aneh itu sedang bergumul melawan seekor ikan yang besar, lebih besar daripada tubuhnya dan dua kali lebih besar dari ikan-ikan yang telah ditangkapnya tadi. Han Ki, Maya dan Siauw Bwee memandang penuh kekhawatiran melihat orang itu bergulat dan bergulung-gulung di air yang makin keras berombak karena kibasan-kibasan ekor ikan yang amat kuat.
"Suheng, bantulah dia....!"
Siauw Bwee berteriak sambil menuding ke air dengan hati penuh kekhawatiran akan keselamatan orang gundul itu, sedangkan Maya menonton dengan amat tertarik sampai berdiri membungkuk di pinggir perahu.
"Tidak perlu, Sumoi. Lihat!"
Ketika Siauw Bwee memandang, ia kagum sekali melihat Si Gundul itu kini telah meloncat ke atas perahunya, mengempit kepala ikan besar itu yang memukul-mukul dengan ekornya. Begitu melempar ikan besar ke perahu, orang itu sekali pukul membikin pecah kepala ikan itu yang berhenti memukul-mukul dengan ekornya menggelepar lemah.
"Lopek, kepandaianmu mengagumkan sekali!"
Han Ki berseru ke arah orang gundul itu dan ketika orang gundul itu membalikkan tubuh memandang, Han Ki cepat merangkapkan kedua tangannya didepan dada memberi hormat. Akan tetapi orang itu tidak membalas penghormatannya, memandang tak acuh lalu berkata dengan logat asing, setengah Mongol akan tetapi jelas bahwa dia pandai menggunakan bahasa Han.
"Kepandaian begitu saja apa artinya? Kalau kalian tidak mempunyai kepandaian, perlu apa berkeliaran di sini mencari mampus?"
Setelah berkata demikian, dia sudah terjun kembali ke dalam air.
"Celaka! Orangnya sombong seperti setan!"