Belasan batang senjata piauw menyambar dari atas.
"Keparat!"
Kam Liong berseru, sulingnya diputar menangkis dan kipasnya berhasil menangkap atau menjepit tiga batang senjata piauw. Kemudian sekali kipas digerakkan, tiga sinar meluncur menuju ke atas genteng rumah di pinggir jalan disusul jerit mengerikan dan robohnya dua orang pengawal dari atas genteng itu, dahi mereka "termakan"
Piauw mereka sendiri.
"Suhu.... kalau sampai gagal.... harap Suhu maafkan teecu....!"
Kam Liong merasa hatinya tertusuk karena keharuan. Muridnya ini benar-benar seorang jantan yang mengagumkan, tidak mengecewakan menjadi muridnya. Dalam keadaan seperti itu, Khu Tek San tidak mengkhawatirkan keselamatan nyawa sendiri yang terancam maut, melainkan berkhawatir kalau-kalau tugasnya akan gagal sehingga dia akan mengecewakan hati gurunya.
"Jangan cerewet! Cepat lari!"
Kam Liong membentak, akan tetapi biarpun dia membentak, muridnya dapat menangkap getaran suara penuh haru dan bangga sehingga besarlah hati Tek San, maklum bahwa kalau toh mereka gagal, gurunya tidak akan menyalahkan dia, atau jelas akan memaafkannya. Maka ia pun berseru keras, pedangnya berkelebat merobohkan dua orang pengeroyok di depannya, disusul dengan luncuran tubuhnya yang meloncat tinggi melampaui kepala para pengeroyok dan lari secepatnya, memondong tubuh Han Ki yang pingsan.
"Kejar...."
"Tangkap....!"
"Bunuh mereka semua....!"
Teriakan terakhir ini keluar dari mulut Suma Kiat yang meninggalkan Kam Liong dan mengejar larinya Tek San! Khu Tek San sedang berlari cepat ketika tiba-tiba ia mendengar suara angin senjata dari sebelah belakang. Cepat ia miringkan tubuhnya dan menggerakkan pedang menangkis ke belakang, diputar melindungi tubuh belakang.
"Tring-tranggg....!"
Khu Tek San terkejut karena tangannya yang memegang pedang menjadi tergetar hebat. Cepat ia membalik dan menggerakkan pedang untuk menjaga diri.
"Suma Kiat, engkau orang tua yang tidak patut dihormat!"
Tek San membentak marah dan memutar pedangnya. Suma Kiat adalah adik misan gurunya, akan tetapi dia mengerti betul bahwa pembesar ini selalu membenci dan memusuhi gurunya, bahkan dia tahu pula bahwa yang mengatur pengeroyokan kali ini pun sesungguhnya adalah Suma Kiat.
"Cringgg....!"
Dua batang pedang bertemu dan Tek San terhuyung mundur.Jangankan sedang memondong tubuh Han Ki dan sudah amat lelah karena terus menerus dikeroyok, biarpun tidak memondong tubuh orang dan dalam keadaan segar pun, tingkat kepandaian Khu Tek San tentu saja tidak dapat menandingi tingkat Suma Kiat yang sudah tinggi. Suma Kiat memiliki kepandaian yang hebat dan aneh-aneh sehingga kiranya hanya Menteri Kam Liong seoranglah yang dapat menundukkannya. Kini menghadapi Khu Tek San, Suma Kiat tertawa mengejek.
"Khu. Tek San, lebih baik menyerah dan menjadi tawanan daripada mampus dan menjadi setan penasaran di ujung pedangku. Berlututlah!"
"Suma Kiat, lebih baik seribu kali mati daripada berlutut dan menyerah kepada saorang seperti engkau!"
Khu Tek San berseru marah dan menyerang.
Sembil tersenyum-senyum mengejek Suma Kiat menggerakkan pedangnya dan dalam beberapa jurus saja Tek San sudah terdesak hebat. Akan tetapi pedang Suma Kiat itu selalu mengancam tubuh Han Ki yang dipondong oleh Tek San dan hal inilah yang membuat Tek San menjadi bingung sekali, terpaksa selalu menangkis tanpa dapat balas menyerang. Memang Suma Kiat amat cerdtk. Dia maklum bahwa kalau Kam Liong dan Tek San sudah begitu nekat melarikan seorang tahanan istana, hal ini berarti bahwa guru dan murid itu sudah tidak mempedulikan lagi akan keselamatan diri mereka sendiri dan hanya mempunyai satu tujuan, yaitu menyelamatkan Han Ki. Maka, kini dia menyerang Han Ki yang dipondong Tek San sehingga bekas panglima itu menjadi benar-benar repot sekali. Ketika pedang Suma Kiat membacok ke arah kepala Han Ki yang bergantung di belakang pundak kanan Tek San, panglima ini cepat menagkis.
"Tranggg....!"
Pedang Suma Kiat yang terpental itu dilanjutkan ke bawah, membacok ke arah kaki Han Ki yang tergantung di depan tubuhnya. Tek San terkejut sekali. Karena ketika menangkis tadi pedangnya sendiri yang terpental maka kini tidak ada kesempatan lagi baginya untuk menggunakan pedang menangkis, sedangkan kaki Han Ki terancam bahaya. Maka ia cepat menggerakkan tubuhnya mengelak dan pedang lewat menyambar ke bawah. Dia dapat menyelamatkan kaki Han Ki, akan tetapi ujung pedang masih menyerempet pahanya sendiri yang kanan.
"Cett!"