Mulailah Ya Keng Cu dan kawan-kawannya ingat untuk melarikan diri. Namun, mereka kini sudah terkurung hebat dan tidak ada kesempatan lagi. Maka mereka menjadi nekad dan melakukan perlawanan mati-matian. Perlawanan yang sia-sia karena selalu berhadapan dengan sepasang orang muda yang amat lihai, juga para pengawal yang mengurung ikut pula membantu dan mengereyek. Akhirnya, Ya Keng Cu rebah mandi darah, disusul Ya Thian Cu yang terkena tendangan kaki Siok Lun dan disusul dengan bacokan pedang Bi Hwa. Tinggal Yo Ciat yang masih terus melakukan perlawanan pedang peraknya melengking-lengking dan entah berapa banyaknya pengawal yang sudah roboh ditangannya. kiranya orang tua tinggi kurus ini sudah tidak mempunyai harapan untuk lolos lagi, maka ia mengamuk sekuat tenaga.
Siok Lun dan Bi Hwa mengeroyoknya dan memang ilmu pedang kedua orang muda ini hanya sedikit selisihnya dengan ilmu pedang Kwan Bu, maka belasan jurus kemudian Yo Ciat terpaksa mengaku kalah dan rebah dengan dua buah lubang di dada dan lambungnya. Kakek ini memekik keras, mengayun pedang peraknya ke arah leher sendiri dan berbareng dengan muncratnya darah dari lehernya, kakek ini roboh dan tewas di saat itu juga! Siok Lun dan Bi Hwa meloncat pergi untuk mencari-cari lawan baru. Pertandingan masih berlangsung, akan tetapi perlawanan pihak musuh sudah amat lemah. Melihat adanya pertandingan hebat antara Gin-san-kwi dan Kim I Lohan yang dibantu beberapa pengawal mengeroyok dua orang, Siok Lun dan Bi Hwa terkejut dan cepat meloncat mendekati. Begitu melihat Kwan Bu dan -Giok Lam, Bi Hwa dan Siok Lun berseru keras, meloncat masuk dalam pertandingan menggerakkan pedang menangkis kedua pihak dan berseru nyaring,
“Berhentil Tahan senjata!” Kwan Bu yang tadinya sudah repot sekali menghadapi pengeriyokan para pengawal karena ia harus melindungi Giok Lam sehingga ia harus melawan terus dan tidak mungkin meloloskan diri, menjadi kaget, heran dan juga girang,
“Suheng, Suci! Bagaimana kalian bisa berada disini?”
“Koko...!” Siek Lam yang sesungguhnya bernama Phoa Giok Lam, menubruk dan merangkul kakaknya. Hal ini tentu saja membuat Kwan Bu melongo. Dia sudah tahu bahwa pemuda yang menjadi sahabatnya itu seorang gadis, akan tetapi sama sekali tidak mengira bahwa gadis itu adalah adik suhengnya. Siok Lun tertawa dan menepuk-nepuk punggug adiknya.
“Hemm, bocah nakal. Kau gentayangan di sini bersama sute mau apakah? Kenapa berkeliaran di tempat sorang perampok ini?” Sementara itu, dengan susah payah Bi Hwa menyebarkan hati para pengawal dan berkata,
“Mereka itu bukan orang lain. Pemuda itu adalah suteku dan gadis berpakaian pria itu adalah adik kandung suheng!” Gin-san-kwi Lu Mo Kok mengeluarkan suara mendengus penasaran, lalu melangkah maju dan menggerak-gerakkan kipasnya, berkata kepada Siok Lun dengan suara nyaring,
“Phoa Sicu! Orang yang bernama Bhe Kwan Bu ini adalah seorang pemberontak dan kawan perampok! Biarpun dia sutemu tetapi ”
“Bohong besar! Fitnah kosongll” Phoa Giok Lam yang penutup rambutnya tadi terlepas sehingga rambutnya yang panjang hitam itu kini terurai lepas, melangkah maju membantah ucapan Gin-san- kwi Lu Mo Kok, sepasang matanya bersinar marah.
“Koko, jangan percaya omongan kakek ini! Aku sendiri yang datang bersama Bu-twako ke sini, dan Bu-twako datang untuk membunuh kepala rampok Sin-to Hek-kwi. Lihat di sana itu, mayatnya masih belum dingin, Dan tadi sebelum kakek ini datangvmengeroyok, Bu-twako dan aku sedang dikeroyok kaum pemberontak dan perampok. Dan sekarang Bu-twako difitnah sebagai pemberontak dan kawan perampok. Alangkah menggelikan fitnah ini!” Siok Lun cepat maju menyela,
“Agaknya ada kesalah fahaman dalam urusan ini. Sute, coba ceritakan apa yang sebenarnya terjadi.” Kwan Bu yang sudah menyimpan pedangnya sehingga Siok Lun dan Bi Hwa dalam keributan itu tidak begitu memperhatikan pedang Toat-beng-kiam yang tadi ia gunakan, menyusut peluhnya dan berkata, matanya memandang dengan sinar suram ke arah tumpukan mayat divsebelah kiri di mana ia melihat Bu Keng Liong, Ya Keng Cu, Ya Thian Cu, Yo Ciat dan banyak anggauta pejuang yang telah tewas, lalu berkata.
“Aku bersama Lam-te..,..,eh. ”
“Ha-ha, namanya adalah Phoa Giok Lan, sute,”
“Bersama Lan-moi datang ke tempat ini karena mencari Sin-to Hek-kwi, Suheng tentu masih ingat betapa aku mencari musuh besarku yang telah membasmi keluarga ibuku. Nah, setelah tiba di sini, ternyata para pejuang eh, yang kalian katakan pemberontak itu, berada pula di sini dan mereka
melindungi Sin-to Hek-kwi. Terpaksa aku melawan dan tejadi pertandingan antara aku dan mereka. Kemudian muncul para ciangkun ini, datang datang mengeroyokku, Sesungguhnya, tidak pernah aku mempunyai hubungan apa-apa dengan para pemberontak itu.”
“Hemm .... sungguh mencurigakan dan aneh,” Gin-san-kwi mengelus jenggotnya, tubuhnya makin membongkok karena ia memutar otaknya dan mengangguk-angguk.
“Dahulu, Bhe Kwan Bu ini datang memusuhi kami dan berusaha membebaskan pemberontak Bu Keng Liong bersama puterinya dan kedatangannya bersama para pemberontak lain. Apa keteraganmu untuk peristiwa itu, erang she Bhe?”
“Tidak kusangkal hal itu. Akan tetapi, ketika itu aku datang seorang diri dan memang tujuanku hanya untuk membebaskan Bu Keng Liong dan puterinya, karena selain aku sudah berhutang budi kepada majikanku itu, juga aku tahu betul bahwa dia bukanlah seorang pemberentak. Hanya kebetulan saja munculnya para tosu dan pejuang lainnya pada malam hari itu, bukan sekali-kali aku yang membawa mereka datang.” Ia menghela napas panjang dan memandang ke arah mayat bekas majikannya,
“Sayang, agaknya sekarang dia telah bersekutu dengan para pemberontak, sehingga tewas dan aku tidak dapat melindunginya lagi. Dia seorang baik..”. kembali Kwan Bu menarik napas panjang penuh penyesalan.
“Omitohud!” Kim I Lohan, tokoh pelarian Siauw-lim-pai itu memukulkan tongkatnya ke atas tanah, “Sungguh persoalan yang berbelit-belit, akan tetapi mengingat bahwa Bhe Kwan Bu adalah sute dari Phoa-sicu, kami mau menerima keterangan-keterangan itu. Hanya satu hal yang membuat pinceng penasaran. Kalau memang kau tidak bersekutu dengan pemberontak, kenapa kau membunuh Sam- tho-eng Ma Ghiang, rekan kami dan seorang panglima pengawal kerajaan? Bhe Kwan Bu apa jawabanmu untuk ini?” Dengan sikap tenang dan suara mengandung nada dingin, Kwan Bu menjawab.
“Memang aku telah membunuh manusia iblis Ma Chiang, akan tetapi bukan karena aku seorang pemberontak dan karena dia seorang pengawal, melainkan karena dia seorang manusia iblis. Dia telah berusaha memperkosa nona Siang Hwi,.,...
“Heiiiiii ke mana dia? Mana Bu-siocia? Apakah dia...... dia kalian bunuh juga ?” Teringat akan Siang
Hwi, wajah Kwan Bu menjadi pucat sekali dan matanya jalang mencari-cari ke kanan kiri di antara tumpukan mayat-mayat yang berserakan di tempat itu, disinari cahaya obor yang dniyalakan para pengawal setelah semua perampok telah melarikan diri meninggalkan banyak sekali kawan mereka yang tewas. Tiba-tiba Liu Keng maju dan dengan muka berseri pemuda yang cerdik ini berkata.
“Saudara Kwan Bu, harap jangan khawatir. Adik Siang Hwi selamat dan sementara ini terpaksa ditahan karena dia berada diantara para pemberontak.” Melihat Liu Kong, Kwan Bu marah sekali. Ia menudingkan telunjuknya kepada Liu Kong dan membentak.
“Manusia berwatak rendah! Apapun alasannya, engkau telah membuktikan betapa rendah watakmu, melawan dan membunuh paman dan guru sendiri, sekarang malah menawan nona Siang Hwi yang masih adik misanmu sendiri. Sungguh tak tahu malu. Hayo bebaskan nena Siang Hwi atau...
kuhancurkan kepalamu sekarang juga!” Melihat kemarahan Kwan Bu, para panglima sudah memegang erat-erat senjata mereka, dan Siok Lun cepat maju memegang lengan sutenya sambil berkata halus. “Sute, simpan kemarahanmu. Engkau tidak boleh menyalahkan Liu-ciangkun. Dia hanya melanjutkan perjuangan ayahnya. yaitu membela kaisar sebagai hamba yang setia. Yang salah adalah keadaan, sehingga bekas majikanmu itu terseret dan bersekutu dengan para pemberontak dan perampok. Engkau harus dapat melihat kenyataan. Betapapun muluknya cita-cita para pemberontak yang menyebut diri sendiri pejuang, mereka itu telah bersekutu dengan segala macam para perampok dan penjahat. Bagaimana dapat dikatakan bahwa cita-cita mereka bersih dan murni? adalah lebih tepat apabila engkau mengikuti jejak aku dan Sucimu yaitu menggunakan tenaga dan kepandaian untuk pemerintah membasmi perampok sehingga penghidupan rakyat jelata menjadi aman tenteram.“ Kwan Bu menjadi bingung. Kenyataan Bu Keng Liong bergabung dengan pejuang- pejuang, kenyataan betapa pejuang itu bersekutu bahkan melindungi orang-orang macam Sin-to Hek-kwi, merupakan kenyataan pahit dan hatinya menyesal sekali.
“Aku tidak tahu... suheng, akan tetapi... aku menghendaki agar nona Siang Hwi dibebaskan...! kasihan dia, sudah kehilangan ayahnya... dan... dan kalau dia menjadi tawanan dan dihukum, hatiku tidak akan rela membiarkan.” Wajah Giok Lan yang tadinya pucat, kini menjadi merah. Ia mengikuti semua percakapan itu dan jantungnya seperti ditusuk mendengar betapa Kwan Bu membela Siang Hwi mati-matian. akan tetapi tentu saja dia tidak dapat mengeluarkan kata-kata, hanya tangannya dikepal-kepal dan hatinya terasa perih.
“Baiklah, sute. aku yang menjamin bahwa nona itu akan dibebaskan, dan hanya ditahan semalam ini untuk diminta keterangannya tentang para pemberontak yang lain. Hanya kuminta, setelah kami memenuhi tuntutanmu agar nona itu dibebaskan, engkau juga mengimbangi dan berjanji akan membantu kami ingat, Kwan Bu. Bukankah suhu juga selalu berpesan agar kita membasmi orang- orang jahat dan menolong rakyat yang tertindas?”
“Tapi suhu tidak menyebut-nyebut tentang pertikaian antara mereka yang pro dan anti kaisar!” bantah Kwan Bu.
“Sute, kata Bi Hwa yang sejak tadi diam saja. kita bertindak membasmi perampok bukan karena pro kaisar, melainkan pro kebenaran! Tentang jasa kita dihargai hal itu hanya terserah kebijaksanaan istana. Andaikata engkau tidak menghendaki anugerah, juga tidak apa-apa.” Didesak begitu, Kwan Bu yang hatinya risau dan kecewa kepada para pejuang, menjadi makin bingung. Akhirnya ia berkata.
“Aku masih meninggalkan ibuku. Aku harus pergi kembali kepada ibuku, dan menemaninya. Dia seorang diri di dunia ini ”
“Bu-twako, mengapa bingung? Marilah kita menjemput ibumu, kemudian mengajak beliau tinggal di rumah kami di Kam-sin-hiu. Aku tanggung beliau akan hidup tenteram dan tenang di sana, akan kami anggap sebagai orang tua sendiri... dan......... dan..” Giok Lam tak dapat melanjutkan kata-katanya dan mukanya menjadi merah sekali. Ia telah kelepasan bicara, dan kata-kata bahwa dia akan menganggap ibu Kwan Bu seperti ibunya sendiri sungguh mempunyai arti yang amat dalam!
“Ha-ha-ha! Ingatlah kau dahulu akan kata-kataku bahwa kalau kau bertemu dengan adikku yang nakal ini kau akan repot sekali, sute? Akan tetapi omongan anak nakal ini memang tepat. Kau boleh bersama adikku menjemput ibumu dan mengantarkannya ke rumah kami di Kam-sin-hiu. Percayalah, sute, aku tidak sombong, akan tetapi keluarga kami adalah keluarga kaya di sana dan kiranya ibumu tidak akan kekurangan sesuatu, selain itu, yang terpenting tidak akan kesepian dan terjamin keselamatannya. Aku bersama sumoi harus hendak ke kota raja terlebih dulu, membuat laporan dan kelak kamipun akan pulang ke Kam-sin-hiu. Kau tunggu saja di sana, agar kemudian kau dapat bersama kami kembali ke kota raja untuk membantu pekerjaan mulia ini membasmi para perampok.”
“Bu-twako, engkau masih ragu-ragu bahwa Sin-to Hek-kwi adalah benar musuh besarmu bukan?” Giok Lam bertanya. Kwan Bu menggeleng kepala.
“Bukan, jarumnya tidak sama..? Ia meraba pangkal lengannya yang tadi tertusuk jarum lawan itu.
“Kalau begitu, dalam tugas membasmi perampok-perampok ini, sekalian kita mencari musuh besarmu itu. Bukankah musuhmu itupun seorang kepala rampok?” Ucapan ini berpengaruh sekali dalam hati kwan Bu karena ia dapat mengakui kebenarannya. Ia lalu mengangguk.
“Baiklah, aku akan menjemput ibuku.” “Bersamaku, twako!”
“Kau......... kau......... bagaimana dapat melakukan perjalanan jauh bersamaku setelah. setelah kau