Warisan Jendral Gak Hui Chapter 52

NIC

Laki-laki yang berwajah mengerikan dengan jambang bauk yang kaku itu telah menunjukan empat lembar kertas kearah para orang gagah yang berada ditempat itu. Semuanya memperhatikan dan tampak sangat tertarik dengan pembicaraan Kwi Ong itu. Mereka memang semuanya ingin menguasai kitab Pek-seng-ki-su Maka perhatian mereka besar sekali akan kata-kata Kwi Ong yang katanya akan memperebutkan peta Pek-seng itu.

"Inilah kertas-kertas yang diberikan oleh Tong Kiam Ciu padaku!” seru Kwi Ong sambil menebarkan kertas-kertas itu kebawah, kearah mereka.

Apa yang telah direncanakan oleh Kwi Ong benar-benar dapat terlaksana.

Ternyata orang-orang itu sangat ingin mendapatkan peta Pek-seng sehingga telah melupakan apapun ! Mereka berebut untuk mendapatkan kertas-kertas itu.

Itulah harapan Kwi Ong dengan demikian dia berhasil memecah belah orangorang itu.

Kwi Ong tertawa terbahak-bahak menyaksikan kejadian itu. Ternyata daya tarik peta Pek-seng itu sangat besar sekali. Hingga sampai kepuncaknya mereka berbaku hantam untuk berebutan. Tampak pula Teng Siok Soa.t sedang berhadapan dengan gadis berpaka.an hijau tadi, Mereka berdua juga akan bertempur. Tetapi sebelum semuanya berlarut-larut lebih hebat lagi, tiba-tiba tampaklah sebuah bayangan telah melayang ditempat keributan itu. Disusul pula oleh bayangan yang lainnya. Semua perhatian telah dialihkan kearah bayangan-bayang yang baru datang itu. Ternyata mereka itu adalah dua orang Tojin. Mereka berdua adalah tokoh dari partai silat Bu-tong masing-masing bernama Tay Jat Cin Jin dan Ciok Hok Loto. "Aku bernama Tay Jat Cin Jin ketua partai silat Bu-tong. Aku telah lama mengundurkan diri dari Kang-ouw. Akhir-akhir ini jago-jago silat telah ramai memperebutkan kitab pusaka Pek-seng-ki-su, juga seorang muridku telah turut turun gelanggang perebutan kitab pusaka itu. T3tapi muridku yang bernama Hiong Hok Totiang telah meninggal karena dianiaya orang Aku datang kemari untuk mencari pembunuh kejam itu!” seru Tay Jat Cin Jin dengan wajah merah.

Tokoh persilatan yang berusia tua telah tahu siapa Tay Jat Cin Jin itu, dia adalah pemegang juara ilmu silat pedang nomor wahid pada sekira empat-puluh tahunan yang lampau juga ilmu silatnya sangat Iihay.

Kemudian sesaat lamanya suasana menjadi lenggang, lalu kakek dari Butong itu memandang kearah Teng Siok Siat dan gadis berpakaian serba hijau itu yang tadi akan bertempur.

"Hey, kalian akan bertempur karena memperebutkan peta Pek seng! Apakah kalian tidak mengelahui bahwa kitab pusaka Pek-seng-ki-su itu sebenarnya tidak ada yang menghaki! Mengapa tidak terpikir oleh kalian orang gagah dan orang cendekia untuk mencari kitab itu secara beramai kekota Pek-seng? Karena kata-kata Tay Jat Cin Jin itu maka semua orang pada terpaku dan mereka saling berpandangan. Seolah-olah mereka sedang mempertimbangkan kebenaran kata ketua Bu-tong itu. Dalam keadaan itu mereka lengah dan kertas peta Pek-seng itu berserakan ditanah berbatu tanpa ada yang memperdulikan.

Tiba-tiba tampaklah sebuah bayangan, ternyata bayangan itu langsung menyambar keempat kertas yang berserakan yang tadi menjadi penyebab kegaduhan dan perbuatan itu. Ternyata orang yang menyambar keempat kertas itu adalah Tok Giam Lo. "Hey ! Tok Giam Lo kau mau lari kemana ? seru Kun-si Mo-kun sambil menghentakan kakinya dan meloncat mengejar Tok Giam Lo.

Menyaksikan kejadian itu. maka perhatian orang-orang itu telah tertumpahkan kembali kearah peta Pek-seng yang dibawa kabur oleh Tok Giam Lo. Tampaklah Tong Kiam Ciu, Teng Siok Siat, Shin Kai Lolo dan kedua orang yang berada ditempat itu berlari-lari seolah belomba lari mengejar Tok Giam Lo yang membawa kabur peta Pek-seng itu.

Mereka itu semuanya adalah para pendekar lihay, maka tampaklah mereka telah membentangkan ilmu masing-masing untuk mendahului yang lainnya dengan ilmu lari dan Gin-kang yang tinggi. Maka tampaklah seolah-olah para dewa yang sedang berlomba lari dan beterbangan di udara.

Tong Kiam Ciu juga tidak ketinggalan, pemuda itu membentangkan ilmu Piauw-hong-cian-li atau melayang diudara seribu li. Kiam Ciu berhasil mendahului mereka dan dengan gemboran panjang dan kuat pemuda itu telah meloncat menerkam punggung Tok Giam Lo.

Tok Giam Lo jatuh tersungkur. Kemudian dalam sekejap saja dia telah terkurung oleh segenap jago silat, Dalam keadaan itu maka Kwi Ong lah orang yang pertama-tama memaki kearah Tok Giam Lo dengan suara keras dan tandas.

"Hei kau benar-benar bernyali besar! Hayo kembalikan lekas peta Pek-seng itu padaku!” seru Kwi Ong sambil melototkan matanya dan mengangsurkan tangannya kearah Tok Giam Lo.

Kemudian tampaklah Kwi Ong meloncat kedepan, sedangkan Tok Giam Lo menggeserkan kakinya serta siap siaga untuk menghadapi segala kemungkinan.

Sambil meloncat kebelakang beberapa tindak, kemudian memeriksa kertas yang digenggamnya itu satu persatu. Tetapi diatas kertas-kertas itu dia tidak menemukan apa-apa. Beberapa saat kemudian terdengarlah suara tawa yang meninggi dari mulut Tok Giam Lo. Seraya berseru : "Ha-ha-ha-ha..ha.. .ha semuanya kertas yang tiada berguna, tanpa ada guratan-guratan yang berarti. Apakah kau Kwi Ong akan berusaha menipu kami? Ha-ha-ha-ha..ha.. .ha siapa yang mau silahkan mengambilnya !” seru Tok Giam Lo sambil menyebarkan kertas-kertas itu.

Orang-orang yang sejak tadi berdiri terpaku dan mengepung Tok Giam Lo kini sebagian ternyata masih berhasrat merebut kertas itu. Hanya beberapa orang saja yang tetap tenang dan telah menyadari kalau kertas-kertas itu sama sekali tidak berharga, karena mereka menganggap hanya sebagai kertas-kertas yang tidak berarti. Mereka yang menggubris kertas yang disebarkan oleh Tok Giam Lo ialah antara lain Kwi Ong, Shin Kai Lolo dan Tay Jat Cin Jin.

Akhirnya kertas-kertas yang tampaknya kosong dan sesungguhnya berisi guratan peta Pek-seng itu terpegang oleh gadis yang mengenakan pakaian serba hijau itu. Suasana ketegangan dan keributan telah mereda. Maka Tok Giam Lo tampak tersenyum-senyum. Entah senyum yang berarti apa. Juga perasaan yang bagaimana kini yang telah meliputi pikiran mereka para jago silat saat itu dalam menanggapi peta penyimpanan kitab Pusaka Pek-seng-ki-su.

Tahu-tahu Kwi Ong meraung nyaring bagaikan raungan seekor harimau besar yang sedang mengamuk. Seraya memaki kearah Tok Giam Lo.

"Bedebah kau Tok Giam Lo ! Kau telah memfitnah aku !” seru Kwi Ong dengan suara lanta.ng dan bengis, "urusan peta Pek-seng kita kesampingkan dulu. Kini kita menentukan nama baik kita, hayo kita selesaikan secara jantan !” seru Kwi Ong menantang Tok Giam Lo.

Tok Giam Lo walaupun tidak ungkulan melawan Kwi Ong menurut perhitungannya, namun dia telah ditantang dihadapan orang banyak. Maka untuk menjaga nama baiknya, dia terpaksa menerima tantangan itu.

Kwi Ong orangnya bertubuh tegap dan tinggi besar dengan wajah seram serta mempunyai ilmu andalan yang sangat lihay dan benar-benar telah dikuasainya ilmu Tay-lik-kim-kong eng-jiauw-kang atau cakar garuda sakti.

Sedangkan Tok Giam Lo jago silat dari daerah tengah yang mempunyai ilmu hebat juga serta mempunyai senjata rahasia beracun yang sangat ganas.

Kini keduanya telah bergerak ketengah-tengah kepungan para pendekar perkasa. Mereka telah berhadap-hadapan dengan sikap waspada. Tampaklah mata mereka sangat seram dan alis bertemu. Saling berpandang dan mengawasi langkah-langkah awannya.

Tetapi belum lagi mereka berdua berbaku hantam, tahu-tahu sigadis remaja yang mengenakan pakaian serba hijau telah meloncat dan berdiri diantara kedua orang yang akan bertarung itu. Dengan berani gadis itu menghadap kearah Kwi Ong dan membentangkan lembaran kertas putih yang kosong tampaknya itu kearah Kwi Ong.

"Lihai ini hanya kertas putih belaka! Apakah kau memang sengaja mengecohkan kami ?” tanya gadis remaja berpakaian hijau itu dengan mata bersinar seram. Sikap gadis itu memang sangat berani, apalagi ketika memandang wajahnya memang menyiratkan cahaya permusuhan sedangkan matanya bersinar tajam bagaikan kilatan pedang pusaka.

"Apakah kau ingin mengetahui seluk-beluk kertas itu ?” tanya Kwi Ong dengan nada ketus. "Kau jangan mencoba main-main !” bentak gadis itu dengan marah.

"Oho bagus sekali gertakanmu itu siocia ! Kalau kau tetap ingin mengetahui rahasia peta Pek-seng itu, maka kau harus berani mewakili jago-jago silat untuk menerima tiga buah pukulanku !” seru Kwi Ong tersenyum mencibir gadis itu.

"Kau kira aku ini apa ?” tanya gadis itu dengan ketus pula.

"Terserah apa anggapanmu sendiri! Pokoknya kalau kau ingin mengetahui rahasia peta Pek-seng itu kau harus mau menerima pukulanku sampai tiga kali, kalau kau kuat menahan pukulanku sampai tiga kali, maka kau akan menerima penjelasan tentang rahasia peta Pek-seng. Tetapi kalau kau ternyata tidak mampu maka kau dan semua jago-jago silat yang berada disini harus enyah dari tempat ini saat itu juga !” seru Kwi Ong menantang gadis itu.

Gadis itu rupa-rupanya juga merasa panas karena dipandang karena rendah oleh Kwi Ong. Maka dia telah mengerutkan kening dan alisnya tampak bertemu tampaklah keren wajahnya. Namun Kwi Ong hanya tersenyum seraya menunggu jawaban gadis itu.

Namun tiba0tiba Tay Jat Cin Jin telah melangkah maju. Dengan wajah cerah dan tersenyum dia berkata kepada Kwi Ong.

"Rupa-rupanya Kwi Ong ini adalah jago silat yang tiada tandingnya didaerah Selatan! Kusaksikan bahwa kau telah memiliki pedang pusaka Oey Liong Kiam, pedang pusaka yang hanya dipegang oleh jago pedang nomor satu dikalangan Bu-lim. Maka untuk mengelakan pertarungan dan persengkataan aku mempunyai sebuah usul!” seru Tay Jat Cin Jin.

Kwi Ong memandang kakek itu, memandangi keadaan tubuh orang tua itu dari kaki sampai keatas kepalanya Kemudian rajanya orang-orang suku Biauw itu berseru kepada kakek itu.

"Apakah kau sanggup mewakili orang-orang yang berada di tempat ini ?”

Namun Tay Jat Cin Jin hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu.

Kemudian menyahut dengan suaranya yang sabar.

"Zamanku untuk mewakili para jago silat dari daerah pertengahan sudah lama berlalu karena usiaku sudah lanjut. Tetapi aku mempunyai jalan yang adil kurasa kaupun kalau memang berjiwa luhur dan bijaksana akan setuju dengan usulku ini.. .” bujuk Tay Jat Cin Jin.

Shin Kai Lolo selama ini diam saja karena menahan hatinya. Tetapi akhirnya dia sudah tidak dapat membendung desakan gelombang amarahnya lagi yang telah meluap-luap hampir memecahkan benaknya. Maka dia segera meloncat kedepan dan berdiri dihadapan Kwi Ong.

Posting Komentar