Kemudian kakek itu berpaling kearah Tong Kiam Ciu dengan sorot mata tajam menuduh dan membentak kearah Tong Kiam Ciu.
"Tong Siauwhiap, apakah kau yang telah menganiaya Hiong Hok Totiang ?”
seru kakek itu dengan wajah mengerikan dan mata memancar.
Teiapi karena Tong Kiam Ciu merasa tidak berbuat salah maka pemuda itu dengan tenang menjawabnya.
"Locianpwee. kalau menanyakan masalah kematian Hiong Hok Totiang. Aku pernah menceritakan kepada Li Hok Tian murid kesayangan Bu-tong-pay itu.
Jauh hari aku telah merasa khawatir kalau sampai aku yang dituduh sebagai pembunuhnya. Tetapi Hiong Hok Totiang telah memberikan suatu tanda padaku yang berupa pening partai Bu-tong. Tetapt sayang ketika pertemuanku dengan Li Hok Tian itu . . . .” belum lagi selesai kata-kata Tong Kam Ciu telah ditukas oleh kakek itu. "Baiklah ! Tunjukkan pening partai Bu-tong itu padaku !” seru Hian Cin Tianglo sambil menyodorkan tangannya kearah Kiam Ctu.
Tong Kiam Ciu merogoh sakunya dan mengeluarkan pening partai Bu-tong kemudian mengulurkannya ke tangan Hian Cin Tianglo.
Hian Cin Tianglo menerima pening kuningan itu kemudian memeriksanya sejenak, ketika megamati itu dia telah yakin bahwa pening itu adalah pening partai Bu-tong sebenarnya.
"Baiklah, kau telah bebas dari tuduhanku. Tetapi pening ini kuminta kembali”
seru kakek itu sambil menyimpan pening itu kedalam sakunya.
Kemudian Hian Cin Tianglo menghadap kearah Kuk Kiat memandang dengan pandangan penuh tanda tanya. Kuk Kiat tahu apa yang akan ditanyakan oleh orang itu. Tetapi dia tidak mau mendahului maksud seseorang, "Pangcu Kim-sai-pai apakah muridku Hiong Hok Totiang telah dianiaya oleh orang-orangmu ?” seru Hian Cin Tianglo.
Kematian Hiong Hok Totiang tidak diketahui oleh Kuk Kiat. Karena pada saat itu Kuk Kiat telah menjalani pengasingan diri. Maka dia lalu memanggil-manggil putrinya untuk minta keterangan.
"Li Kun ! Li Kun” seru Kuk Kiat.
Li Kun telah melangkah mendekati ayahnya untuk memberikan keterangan.
Tetapi tojin yang menyertai Hian Cin Tianglo terdengar tertawa gelak-gelak dengan wajah penuh ejekan sambil berseru : "Hey Kuk Kiat. kau adalah pemimpin partai Kim-sai yang telah malang melintang di kalangan Kang-ouw kau telah lama merajai. Sekarang kau tidak mengetahui tindak tanduk anak buahmu, apakah memang kau berlagak pilon ?”
seru Cok Hok Lo to. Tojin yang gegabah bicaranya itu adalah adik seperguruan Hiong Hok Totiang. Memang kadang-kadang senang berbicara seenaknya dan sedikit blcaranya tetapi kalau mulai bicara senang menyakiti hati orang yang diajak bicara. Kata-kata yang diucapkan oleh tojin itu membuat hati Kuk Kiat menjadi sangat gusar. "Sebenarnya kau akan berbuat apa terhadap partai Kim-sai ?!” seru Kuk Kiat dengan suara gusar. Ciok Hok Lo-to masih mencibir dan menuding kearah Kuk Kiat dia berseru dengan kata-kata yang tajam : "Hutang uang dibayar dengan uang, hutang nyawa harus dibayar dengan nyawa pula. Sekarang kalau kau dapat menyeret sipembunuh keluar, maka aku akan merasa berterima kasih padamu !” seru Ciok Hok Lo-to.
Sesaat suasana menjadi sepi. Kuk Kiat tampak memandang kearah Tong Kiam Ciu seolah-olah minta pertimbangan. Tetapi belum lagi pemuda itu membuka suara Kuk Kiat telah berbicara.
"Baik ! Aku akan segera menyelidiki dan menyeret pembunuhnya !”
"Kau pergilah sekarang !” seru Ciok Hok Lo-to Mendengar kata-kata itu Kuk-Kiat menjadi sangat gusar. Kemudian memperlihatkan wajah kurang senang dan membentak kearah Ciok Hok Lo-to dengan kata-kata keras, bersifat menantang "Kau terlalu menghina ! Apakah kau anggap bahwa aku takut untuk melawanmu ?” "Aku ingin kau mengikuti kami kepegunungan Bu-tong dan menanti disana sampai pembunuhnya tertangkap I” seru Ciok Hok Lo-to.
"Hey kau jangan berbicara seenakmu ! Bukankah aku telah menyanggupi untuk mengurus persoalan pembunuhan ini dan menyelidikinya. Kemudian untuk menangkap pembunuhnya untuk kuserahkan kepada partai Bu-tong agar mendapat peradilan semestinya?. Tetapi kau terlalu lancang berbicara dengan seenakmu sendiri, kalau berani mengutik orang-orang Kim-sai maka aku akan menyapu bersih partai Bu-tong ! seru Kuk Kiat dengan suara keras dan gusar.
Memang partai silat Kim-sai itu adalah partai silat yang besar serta kuat, lagi pula telah lama menjagoi kalangan Kang-ouw. Namun partai silat Bu-tong itu tidak dapat dipandang ringan, kalau sampai Kuk Kiat terlanjur mengucapkan kata-kata yang bersifat menantang itu hanya didorong oleh emosinya saja.
Tong Kiam Ciu yang sejak tadi hanya menyaksikan saja pertengkaran mulut itu, kini telah dapat mempertimbangkan segala yang didengarnya itu dengan baik. Ternyata apa yang telah dikatakan oteh Ciok Hok Lo-to ini memang terlalu kasar dan menyinggung kehormatan seseorang. Maka dia telah mengambil kesimpulan bahwa Ciok Hok Lo-to itu tidak benar. Walaupun Kiam Ciu menghormati Hiong Hok Totiang, tetapi dia selama mengembara itu belum pernah mendengar hal-hal yang baik dari partai silat Bu-tong.
Seperti juga yang telah dialaminya, pertempurannya dengan Li Hok Tian.
Salah seorang dari partai Bu-tong juga, perbuatannya ternyata sangat kejam dan keji. Maka jika sampai terjadi pertempuran Kiam Ciu pasti akas memihak kepada Kuk Kiat. Dalam keadaan tenang itu tiba-tiba Ciok Hok Lo-to telah meloncat menyerang Kuk Kiat. Namun pemimpin partai Kim-sai itu dapat mengegoskan tubuhnya hingga serangan itu tidak mengenai sasarannya.
Ciok Hok Lo-to terhuyung namun untung tidak terjungkal, sebelum Kuk Kiat mengirimkan hantaman kearah punggung penyerangnya itu. Tiba-tiba Hian Cin Tianglo mengebutkan lengan jubahnya kearah Kuk Kiat. Angin yang ditimbulkan oleh kebutan lengan jubah itu menderu dan bertenaga hebat. Maka segeralah Kuk Kiat meloncat kesamping dengan mengirimkan pukulan untuk menangkis serangan jarak jauh itu. Kini terjadilah suatu pertempuran dua orang mengerubuti seorang. Untuk sesaat lamanya orang-orang yang berada ditempat itu hanya sebagai penonton.
Tetapi ketika Kiam Ciu meloncat ke gelanggang membantu Kuk Kiat. Orang-orang dari partai Kim-sai segera berloncatan pula menyerang kedua tojin itu.
Maka dalam waktu sebeniar saja telah terjadu keributan. Sebenarnya Kuk Kiat akan mencegah pengeroyokan itu. Namun setelah dipertimbangkan bahwa hal itu telah dimulai dulu oleh orang-orang Bu-tong itu maka dibiarkannya keadaan itu terjadi. Bahkan Kuk Kiat sendiri telah meloncat keluar dari gelanggang. Namun beberapa saat kemudian tampaklah bayangan dua orang yang langsung masuk ke gelanggang pertempuran itu. Bahkan mereka menyerang orang-orang Kim-sai yang telah mengepung Hian Cin Tianglo dan Ciok Hok Loto. Mereka itu ialah Li Hok Tian dan Hian Biauw Cinjin, orang-orang dari Bu-tong yang telah datang membantu.
Ketika itu Kiam Ciu telah memperhatikan kelebatan sinar pedang yang dibawa oleh Li Hok Tian. Pemuda itu sangat terperanjat menyaksikan pedang yang dipegang oleh Li Hok Tian, karena pedang yang dibawa oleh Li Hok Tian itu tiada lain adalah pedang Oey Liong Kiam.
Padahal pedang Oey Liong Kiam beraba di tangan Cit Siocia atau siwanita jelita yang selalu berkereta itu. Apakah gadis itu telah dapat dibinasakan oleh Li Hok Tian ? Atau dengan cara bagaimana maka hingga pedang pusaka itu dapat jatuh ketangan orang Bu-tong itu.
Setelah menyaksikan yang datang itu adalah Li Hok Tian dan Hian Biauw Cin jin maka Kiam Ciu berseru girang.
"Bagus kau datang !”
"Susiok l Akhirnya aku berhasil menjumpai Susiok. Apakah pening Bu-tong sudah diambil kembali dari tangan orang she Tong itu ?” seru Li Hok Tian dengan suara lantang. "Sudah ! Mengapa kau tanyakan hal itu ?"“ seru Hian Cin Tianglo.
"Syukurlah !” seru Li Hok Tian dengan wajah berseri-seri, "Kini serahkanlah pening itu kepadaku Susiok. Karena menurut keputusan Dewan Tertinggi pimpinan partai Bu-tong kini aku yang diangkat menjadi ketua partai . . . . .”
Hian Gin Tianglo dan Ciok Hok Lo-to menjadi terperanjat mendengar pernyataan itu, Karena mereka tahu bagaimana peraturan partainya dalam pemilihan ketua partai silat Bu-tong itu. Maka Hian Cin Tianglo lalu menyahutnya dengan nada terperanjat. "Apa ? Dewan telah memilihmu sebagai ketua partai Bu-tong”
"Kau sekarang yang memimpin Bu-tong Pay ?” sambung Ciok Hok Lo to.
Menurut peraturan dari partai silat Bu-tong, setelah ketua partai meninggal maka akan digantikan oleh adik seperguruan ketua partai itu dan dibicarakan dalam rapat orang-orang gagah dalam partai itu. Ciok Hok Lo-to adalah sute dari Hiong Hok Totiang. Maka dialah yang berhak untuk memegang jabatan sebagai ketua Bu-tong Pay itu. Tetapi kenyataannya didalam tubuh Bu-tong Pay itu ada seorang yang berambisi untuk menjadi ketua partai. Ialah Li Hok Tian. Dia berusaha untuk merebut kedudukan pangcu itu.
Dengan bangga orang itu berseru kepada suhu dan subengnya itu.
"Jika kau tidak percaya, silahkan tanyakan saja kepada Hian Biauw Sik kong ini !” seru Li Hok Tian dengan menuding kearah pamannya itu.
Hian Cin Tianglo menatap adik seperguruannya itu sejenak. Ternyata Hian Biauw Cin jin menganggukkan kepala yang berarti apa yang telah dikatakan oleh Li Hok Tian tidak berdusta.
"Aku tidak setuju !” seru Hian Cin Tianglo dengan suara lantang.