Walet Besi Chapter 57

NIC

Dia memang menyembunyikan kaki tangannya didekat sini, hanya kau tidak mampu melihatnya.

Jangan bertarung dengan mereka, kalian yang akan rugi" "Siapa namamu?" "Jangan tanyakan siapa namaku.

Suatu saat nanti kalian pasti akan mengetahuinya" "Mengapa tidak memberitahu kami sekarang?" "Aku memiliki masalah sendiri" "Kau melakukan hal ini, apakah kau tidak takut Cu Taiya membalas perbuatanmu?" "Aku tidak takut.

Nyawaku ini dari awal sudah tidak berharga lagi" "Tu toako, mendengar kata-katanya, sepertinya dia orang yang jujur" Tu Liong hanya terdiam, dia tidak segera membuat keputusan." "Tu Siauya, apa yang sedang kau pikirkan?" orang itu terus bertanya.

"Aku ingin bertanya satu hal padamu" "Baiklah.

Cepat tanyakan" "Dimana Thiat-yan sekarang?" "Jujur saja sekarang dia sedang berada dalam situasi yang tidak menguntungkan, tapi anak itu sangat pintar, dan dia mampu berimprovisasi mengikuti keadaan.

Karena itu dia tidak mungkin berada dalam bahaya yang tidak dapat ditanganinya." "Kie-hong!" sekarang Tu Liong segera mem-buat keputusan, "Kita pergi" Wie Kie-hong masih merasa keheranan.

Dia kembali berpaling pada orang itu hanya untuk melihatnya melangkah mundur masuk lebih jauh dalam kegelapan rumah.

Setelah orang itu tidak terlihat, mereka berdua bergegas pergi.

"Mengapa kau tiba-tiba mempercayai kata-katanya?" tanya Wie Kie-hong sambil berusaha mengejar Tu Liong sambil terus berlari keluar rumah.

"Karena orang itu sudah memanggil Thiat-yan dengan panggilan 'anak itu', orang jahat tidak mungkin menggunakan panggilan semacam itu ketika berbicara" "Tu toako, kemana kita pergi sekarang?" "Sekarang kita pergi ke rumah paman Tan Po-hai melihat keadaan" "Oh?" Wie Kie-hong merasa kaget, "apakah kau pikir paman Tan Po-hai sudah mendapat masalah?" "Kalau Cu Taiya memang adalah orang jahat seperti yang sudah kita pikir selama ini, dia tidak mungkin meninggalkan paman Tan Po-hai begitu saja.

Dia adalah saksi hidup satusatunya yang tersisa"

0-0-0

Walaupun hari menjelang subuh, mereka tidak berhenti, mereka terus berlari segera menuju ke kediaman Tan Po-hai.

Ternyata dia sedang memainkan alat musiknya seperti biasa, seolah olah tidak terjadi masalah apapun.

Tan Po-hai melihat kedua pemuda ini datang tergesa-gesa, dia merasa heran.

Dia bertanya: "Tuan muda sekalian! apakah ada masalah darurat?" "PamanTan!" Tu Liong merasa aneh, tapi dia tidak ingin membuat Paman Tan menjadi terkejut, "kami datang kemari ingin menanyakan sesuatu padamu" "Oh?" Tan Po-hai berhenti bermain dan lalu menurunkan alat musiknya.

Tu Liong tidak membuang waktu.

Dia segera menanyakan pertanyaan yang sudah mengganjal dihatinya selama ini.

"Saat itu siapa yang menjadi dalang dan memikirkan semua siasat mencelakai Tiat Liong-san?" "Leng Taiya" "Jadi dari awal sampai akhir kau bekerja membantunya T' "Kalau tidak aku harus berbuat apa" semuanya sudah diatur oleh Cu Taiya.

Dengan status sosialku waktu itu, aku tidak punya hak untuk melakukan apapun tanpa persetujuan Leng Taiya." "Kalau begitu Cu Taiya sudah diperalat ?" Raut wajah Tan Po-hai berubah.

Dengan dingin dia bertanya: "Tu Siauya! mengapa kau berpikir seperti ini?" "Yang paman maksudkan adalah Cu Taiya sudah memelihara dan merawatku sampai aku menjadi dewasa, aku tidak seharusnya tidak berpikir tidak hormat seperti ini, bukan?" "Betul" "Manusia harus mempunyai pemikiran yang tidak egois, tidak benar mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan bersama.

Betul?" "Sebenarnya kalian kemari untuk apa?" "Kami ingin mendapatkan jawaban yang benar." Kata-kata Tu Liong masih terdengar terus mendesak.

"Tu Siauya! saat itu Cu Taiya sangat kaya, dan agar bisa tinggal didalam kota, dia terpaksa menjadi egois dan menggunakan nama besar Leng Taiya.

Mengenai bagaimana situasi sebenarnya ketika Tiat Liong-san dicelakai, tentang hal itu aku tidak begitu jelas." "Paman Tan, aku menebak kalau Hui Taiya dan Leng Taiya sudah dibunuh oleh Cu Taiya.

Oleh karena itu kau pun harus berhati-hati" Ternyata paman Tan Po-hai tidak menunjukan reaksi apaapa.

dia tidak tampak terkejut.

Dengan sangat tenang dia berkata: "Apakah kau pikir Cu Taiya akan membunuhku?" "Mungkin juga" "Aku rasa tidak mungkin" "Jangan terlalu yakin" "Aku tidak menghalangi jalannya sama sekali.

Apakah dia ada alasan untuk melukaiku?" Wie Kie-hong ikut campur mulut: "Paman Tan, banyak banyaklah menjaga diri.

kami masih ada urusan lain, tidak dapat tinggal disini berlama-lama" Wie Kie-hong tampak terburu-buru pergi, ini membuat Tu Liong merasa curiga.

Tanpa disadari dia melirik ke arah Wie Kie-hong.

Sebaliknya Wie Kie-hong mendelik pada Tu Liong berusaha memberikan isyarat padanya.

Karena itu Tu Liong tidak berkata apa-apa lagi.

dia hanya mengikuti Wie Kie-hong berjalan keluar.

Setelah keluar dari kediaman paman Tan Po-hai, Wie Kiehong berputar menuju taman belakang rumah itu.

Tu Liong sungguh merasa heran.

Dia bertanya: "Ada apa?" Wie Kie-hong tidak berkata apa-apa.

Gerak-geriknya sudah mencerminkan jawabannya.

Dia hanya menarik Tu Liong, dari taman belakang mereka mengendap-endap masuk kedalam rumah Tan Po-hai.

Sepertinya Tu Liong mengerti apa tujuan Wie Kie-hong melakukan hal ini.

tapi dia tetap bertanya juga pada Wie Kiehong: "Kau pikir kalau Paman Tan pasti akan dibunuh malam ini?" "MMmm..." Wie Kie-hong menggangguk-anggukkan kepala.

Dia terus mengendap-endap masuk.

Tu Liong terus menempel dibelakangnya bagaikan ekor Dari dalam kamar tempat mereka tadi berbicara tidak terdengar suara permainan alat musik Paman Tan, namun dari jendela kertas terlihat bayang-bayang manusia.

Tidak hanya satu, tapi ada dua orang.

Suara percakapan mereka sayup-sayup ter-dengar "Tuan Boh, semua kata-kataku tadi tidak ada yang salah ucapkan?" "MMmm.." "Tuan Boh! seumur hidupku ini aku tidak menginginkan ketenaran ataupun harta kekayaan.

Aku hanya ingin hidup tenang.

Dari awal aku tidak ingin terlibat dalam masalah ini.

sekarang aku bisa membuktikan diri dan menolong Cu Taiya.

Tolong anda katakan hal yang bagus didepan Cu Taiya, kalau dia mengijinkan, aku akan segera pergi" "Mm...." Orang yang bermarga Boh itu tampaknya tidak banyak bicara.

Dia tampak ingin segera mengakhiri percakapan.

"Apakah kau masih ada perintah lainnya?" "Ada satu urusan lagi.

aku harap kau bisa maklum" "Oh...?" "Aku juga hanya menjalankan perintah" "Aku mengerti.

Aku sungguh mengerti" "Kalau begitu harap anda jangan marah padaku" "Ini....apa maksudnya ini?" "Cu Taiya sudah berpesan padaku kalau dia sudah kehilangan semua teman baiknya.

Yang tersisa tinggal anda sendiri, anda pasti merasa kesepian" "Cu Taiya ingin aku mati?" "Cu Taiya mengutusku kemari untuk mengantarmu ke surga" "Tuan Boh........selama bertahun-tahun, dihadapannya aku sudah berlaku seperti pesuruh mengerjakan semua yang diperintahkan dan mencari dengar berita.

Apakah dia masih tidak puas denganku?" "Kalau kau bersedia menyusul Hui Ci-hong, Leng Souwhiang dan beberapa teman-teman lamamu pergi ke neraka, Cu Taiya pasti akan lebih senang lagi" Tan Po-hai mulai gemetaran...: "Kalau aku hidup, dia tidak akan dirugikan" "Aku tahu, Cu Taiya juga tahu.

Tapi kalau kau tidak mati, terhadap Hui Ci-hong dan Leng Souw-hiang sepertinya tidak adil kan?" "Cu Taiya kejam sekali....tuan Boh, anda bisa dibilang seorang pria jantan, kau membantunya seperti ini, mengetahui rahasia miliknya sebanyak itu, apakah kau pikir dia bisa tenang sebelum membunuhmu?" "Kau memang teman yang baik.

bahkan sekarang setelah kau nyaris mati, kau masih memikirkan diriku." "Nanti kau pasti tidak akan bisa terus hidup dengan baik" "Tenanglah, aku punya hubungan khusus dengan Cu Siauthian" "Tidak ada gunanya.

Kau bukan anak yang dilahirkan sendiri olehnya.

Dia pasti akan membunuhmu juga.

Hanya saja waktunya belum sampai" "Kau memang orang yang baik.

aku tidak tega membunuhmu secara kejam.

Sekarang berbaringlah di lantai, pejamkan matamu.

Aku pasti akan membunuhmu dengan cepat dan tanpa rasa sakit...." Tiba-tiba Wie Kie-hong menyerbu masuk ke dalam ruangan, dia segera mencabut pedangnya dan menerobos masuk dari jendela kamar.

Jendela kamar hancur berkepingkeping, pecahannya terbang ke empat penjuru.

Suasana tengah malam yang sepi menjadi riuh karena bunyi keras jendela yang hancur dan teriakan Wie Kie-hong.

Pedang gigi gergaji Boh Tan-ping sudah keluar dari sarungnya.

Ketika jendela didobrak, dia sedang bersiap-siap memancung kepala Tan Po-hai.

Tiba-tiba dia menyadari kalau situasi mendadak sudah berubah.

Dia segera merubah arah serangan dan menebas ke arah jendela.

Wie Kie-hong masih berada ditengah udara ketika sabetan pedang gigi gergajinya datang.

Dia tidak bisa menghindari serangan senjata mematikan ini.

terpaksa dia menggunakan pedangnya untuk menangkis serangan Boh Tan-ping.

Tu Liong pernah merasakan kehebatan pedang gigi gergaji Boh Tan-ping.

dia segera berteriak memberi peringatan: "Kie-hong! hati hati!" Teriakannya ini hanya menggambarkan apa yang ada didalam hatinya, tapi jeritan itu sama sekali tidak menolong.

Sepertinya Wie Kie-hong pasti akan terluka.

Pedang bertemu pedang, sekarang terdengar dentingan keras besi yang saling beradu.

"TANGLANG!" Setelah Wie Kie-hong menjejakkan kedua kakinya di lantai, dia segera memburu kedepan menyabetkan pedangnya ke arah Boh Tan-ping.

kali ini Boh Tan-ping yang terpaksa menggunakan pedangnya untuk menangkis serangan beruntun ini.

"TANGLANG!" Tu Liong pun tidak ketinggalan, dia ikut menyerbu masuk kedalam.

Karena tidak membawa senjata, Tu Liong tidak dapat berbuat banyak.

Dia hanya bisa melihat Wie Kie-hong yang terus menyerang Boh Tan-ping.

Pedang Wie Kie-hong terus menyambar nyambar dengan hebat.

Boh Tan-ping pun tampaknya bisa menangkis semua serangannya dengan mudah.

Setelah melangkah mundur cukup jauh, Boh Tan-ping mulai terdesak, tidak jauh dibelakangnya sudah ada tembok.

Kalau dia hanya menangkis serangan seperti ini, dia pasti akan terjepit.

Ketika sedang berpikir seperti ini, Wie Kie-hong sudah menyabetkan pedangnya sekuat tenaga ke arah leher Boh Tan-ping.

Boh Tan-ping tersentak kaget.

Segera dia menunduk.

Pedang Wie Kie-hong menebas udara kosong dengan suara tebasan yang sangat keras.

Boh Tan-ping memanfaatkan kesempatan ini.

dia segera berguling-guling di lantai menjauh dari Wie Kie-hong.

Malang baginya, ketika berguling menjauh dia berguling menuju sebuah meja kayu bundar.

Wie Kie-hong sudah kembali menyerang ke arahnya.

Masih berguling di lantai, Boh Tan-ping segera menggebrakkan tangan kirinya ke lantai.

Dia segera meluncur ke atas dan mendarat dengan lembut di atas meja.

Namun setelah ini dia kembali meloncat menjauh.

Dia meloncat pada waktu yang tepat, karena beberapa detik kemudian pedang Wie Kie-hong sudah membelah meja kayu menjadi dua bagian.

Boh Tan-ping mendarat dengan lembut dekat paman Tan Po-hai...

Tidak terduga, Paman Tan yang lemah lembut berhasil mengumpulkan keberanian untuk membantu Wie Kie-hong melawan Boh Tan-ping.

Sebenarnya Paman Tan juga tidak tahu dari mana datangnya keberanian ini.

Posting Komentar