Setelah ketiga orang duduk dengan baik, kereta kuda mulai bergerak.
Boh Tan-ping yang paling pertama membuka pembicaraan.
Dia bertanya, "Tu Liong, setelah kau mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana perasaanmu?" "Sangat pedih" "Apakah sungguh sangat pedih?" "Benar" "Kalau memang merasa sangat pedih, untuk apa kau membuang-buang tenaga pergi mencari, mengoreknya sampai tampil keluar dan menyakit-kanmu?" "Pada dasarnya manusia selalu mencari masalah, mereka selalu senang disakiti....tuan Boh, kau dulu pernah menjadi adik angkat Cu Siau-thian.
Sekarang ini kau sudah membocorkan rahasianya.
Bagaimana perasaanmu?" "Aku terpaksa, kalau orang sudah dipaksa, banyak urusan yang bisa dilakukannya tanpa memikirkan tanggung jawab." Ketiga orang ini duduk dalam satu baris.
Boh Tan-ping duduk di tengah-tengah.
Kedua tangannya ditaruh diatas pangkuannya.
Dia tampak sangat tenang.
Namun apa yang dikatakannya sepertinya mengandung arti yang tersirat.
Tu Liong berpikir sejenak, setelah itu dia bertanya, "Tuan Boh, apakah kau ingin mengatakan sesuatu?" "Tidak ada.
Aku hanya ingin memberitahukan.
Aku memang dari dahulu seperti ini.
aku tidak senang mengkhianati orang lain." "Aku juga tahu ........kau melakukan karena terpaksa.
Seperti sekarang ini kau duduk dengan baik disampingku, bahkan kau tidak berniat melarikan diri." Boh Tan-ping tertawa pahit: "Tu Liong, aku yakin dari awal kau sudah membuat pengaturan yang sangat baik, sebaiknya aku jujur padamu" "Tuan Boh, mendadak aku mengerti siasat apa yang sedang kau buat" Boh Tan-ping mendengus dengan keras.
"Kalian lebih muda dariku, sekarang kalian berdua melawanku seorang diri.
Bagaimanapun kalian pasti akan lebih unggul.
Mana mungkin aku berani bersiasat?" "Kalau satu lawan satu?" "Kalau satu lawan satu, aku pasti akan lebih unggul.
Tu Liong....kita berdua sudah pernah beradu kepandaian, untuk apa kau bertanya seperti ini?" "Kalau sudah berada didepan Cu Taiya, nanti kita akan bertarung satu lawan satu.
Pantas saja sekarang kau bersedia mengikuti kami secara baik-baik.
ternyata kau berpikir ingin menggunakan tenaga Cu Taiya untuk menolongmu keluar dari kesulitan ini.
terlebih lagi kau nanti akan berusaha membunuh kami.
Benarkah ini?" Raut wajah Boh Tan-ping sedikit berubah.
"Sekarang aku pikir untuk membuktikan kata-katamu, kita tidak perlu lagi datang pada Cu Siau-thian." "Oh..." Apakah kau sering ganti pendirian dengan cepat seperti ini?" "Dengarkan dulu alasanku, kau tadi mengatakan ingin pergi menemui Cu Taiya untuk membuktikan kata-katamu, maka kita berdua akan masuk kedalam situasi yang tidak menguntungkan, kalau kata-katamu tadi adalah kebohongan, aku pasti akan melukai perasaan Cu Taiya.
Karena itu aku memutuskan sementara waktu tidak pergi menemui-nya" "Kalau begitu bagaimana kalian akan melepaskanku?" "Tuan Boh" Tu Liong dari awalpun berkata dengan sangat teratur, "ada satu masalah yang ingin aku jelaskan, aku sudah mengatakan hanya ada tiga buah pertanyaan, karena itu setelah menjawab ketiga pertanyaan itu aku tidak bertanya lebih jauh lagi.
sebenarnya hari ini tujuan utamaku datang mencarimu sudah dikesampingkan.
Sekarang aku menyerahkan dirimu pada Wie Kie-hong.
Dia ingin bertanya padamu tentang keberadaan ayah kandungnya.
"Aku sudah mengatakan padamu sebelumnya, aku tidak tahu...." "Sampai pada kondisi tertentu, kau pasti akan mengatakan kalau kau tahu...." Tu Liong segera memerintahkan kusir kereta kuda untuk memutar kereta kuda keluar dari pintu barat.
Tu Liong bermaksud pergi ke Sie-san.
"Tu Liong !" Boh Tan-ping berkata dengan suara rendah.
"Karena Thiat-yan menganggap kalian sebagai pendekar berumur muda, dia sudah menyuruhku untuk tidak melukai kalian.
Selama ini aku berulang kali harus bersabar dengan kelakuan kalian, jangan pikir aku takut pada kalian" "Aku tahu kau tidak takut pada kami.
Kami juga sama sepertimu, tidak takut siapapun" "Wie Kie-hong !" Boh Tan-ping memutar kepalanya memandang ke arah yang berlawanan.
"Aku tidak tahu apa yang akhirnya terjadi pada ayahmu, kalau kau berbuat macam-macam terhadapku, nanti kita pun belum tentu bisa berjumpa lagi" Wie Kie-hong hanya berkata dengan dingin: "Aku hanya mendengar kata-kata Tu toako, dia menyuruhku melakukan apapun aku pasti akan melakukannya" "Apakah kau tidak memiliki pendirian dan pandangan sendiri?" "Tentu saja aku punya pemikiran sendiri, pendirianku adalah untuk mendengarkan semua perintah Tutoako" "Tu Liong !" Boh Tan-ping mulai terdengar emosi, "kau tidak boleh memaksa orang terlalu..." "Tuan Boh....kata-katamu terlalu berlebihan, kalau aku tidak memaksa, kau rupanya tidak akan bicara" "Tu Liong, apakah kau akan memaksaku sampai mempertaruhkan nyawa?" "Sayangnya nyawamu hanya ada satu" "Aku tidak percaya kau bisa tega membunuh orang" "Kalau kau berani, mengapa aku tidak berani?" Wie Kie-hong tidak pernah ikut campur mulut.
Pisau kecil yang dipegangnya pun selalu menempel dengan ketat pada Boh Tan-ping.
walaupun Boh Tan-ping emosi, dia tahu kalau dia tidak bisa berbuat banyak, mempertaruhkan diri berarti membuang nyawa.
Dia tidak mungkin melepasnya dengan mudah.
"Wie Kie-hong" Boh Tan-ping mulai balas menyerang, "aku berjanji akan membantumu mencari tahu tentang keberadaan ayahmu sekarang, berilah aku satu atau dua hari untuk mencarinya, boleh tidak?" Wie Kie-hong tidak menjawab.
Seolah olah dia tidak mendengar kata katanya.
"Tu Liong! anak kecil ini hanya mendengarkan kata-katamu saja, kau katakan sesuatu" Tu Liong hanya berkata dengan dingin: "Apa gunanya aku berkata padanya" Kalau berkata denganmu itu barulah ada gunanya....
aku tahu, pada akhirnya kau pasti bicara" "Kalau kau membunuh aku, aku masih tetap akan mengatakan tiga kata tadi....aku tidak tahu" Tidak lama kereta kuda berhenti.
Mereka sudah sampai di Sie-san.
Tu Liong tampak muram.
"Tuan Boh, sebaiknya kau menurut, kalau kau berniat untuk kabur, kami pasti akan membunuhmu." Pada hari raya seperti ini, tamu yang datang dan pergi tidak banyak.
Tu Liong dan Wie Kie-hong memaksa Boh Tanping mengikuti mereka.
Pisau yang dipegang oleh Wie Kiehong menempel dengan erat di pinggangnya.
Kalau misalnya secara tidak sengaja mereka berpapasan dengan orang yang kebetulan lewat, pisau itu tidak akan terlihat dengan mudah.
Setiap musim gugur, daun-daunan diatas pohon berwarna merah seperti api.
Sekarang ini daun-daunan tampak hijau segar.
Wie Kie-hong dan Tu Liong sepakat membawa Boh Tan-ping ketengah hutan agar tidak diganggu orang yang lewat.
Tu Liong sudah membuat perhitungan, dari kereta kuda, dia sudah membawa seutas tali.
Dia lalu mengikat Boh Tanping pada batang sebuah pohon.
Boh Tan-ping sama sekali tidak melawan, mungkin juga dia sudah tidak memiliki keberanian untuk melawan.
"Kie-hong, sekarang kau sudah bisa menanyakan keberadaan ayah kandungmu" Boh Tan-ping kembali berteriak: "Tidak tahu!" "Tu toako, kau sudah mendengarnya sendiri, bertanya lagi pun jawabannya selalu tiga kata itu" "Betul" Boh Tan-ping menggeram dan mengatupkan rahangnya kuat kuat "Kalau aku bilang tidak tahu, berarti aku benar-benar tidak tahu" "Apakah pisau yang kau pegang itu hanya sebuah hiasan" Kalau dia berkata tidak tahu, kau potong sedikit dagingnya.
Walaupun tubuhnya gagah perkasa, kalau kehilangan beberapa potong daging, nanti kita lihat apakah dia masih berkata tidak tahu.
Kalau dia masih berkata begitu, berarti dia memang tidak tahu" Wie Kie-hong memandang pisau yang sedang dipegangnya.
Entah apa yang harus diperbuatnya.
Sangat jelas terlihat dia tidak mungkin berlaku seperti itu.
"Wie Kie-hong, apakah kau ingin aku membantu menanyakan padanya?" "Tu Liong !" Boh Tan-ping tertawa dingin dan berkata, "ekor musangmu akhirnya kelihatan.
Aku sudah menggunakan pedang gergajiku untuk melukai-mu, kau pasti merasa sakit hati.
karena itu kau memperalat Wie Kie-hong untuk membalaskan dendam dan menggunakan alasan bertanya tentang Wie Ceng, sedangkan niatmu sebenarnya adalah untuk melukaiku.
Benar?" "Kie-hong, apakah kau percaya omongannya?" Tu Liong bertanya dengan ringan "Tentu saja aku tidak percaya" "Boh Tan-ping, taktik mu sekali lagi tidak berhasil.
Kau berniat mengadu domba aku dan Wie Kie-hong, tapi sayang kau tidak tahu betapa akrabnya hubungan kami berdua....Boh Tan-ping, sekarang kau sangat sial." Tu Liong menyobekkan baju atas Boh Tan-ping dengan kuat.
berbarengan dengan itu dia mengambil pisau yang dipegang oleh Wie Kie-hong.
Tepat pada saat ini tiba-tiba saja ada seseorang yang masuk kedalam hutan.
Perlahan tapi pasti, orang ini berjalan menuju ke arah mereka bertiga.
Orang ini adalah Cu Siau-thian.
Cu Siau-thian melangkah sangat perlahan.
Kalau dilihat sekilas, dia seperti orang yang kebetulan lewat, karena dia menemukan ada tiga orang ditengah hutan, jadi sekalian dia berjalan mendekat melihat apa yang sedang terjadi.
"Kie-hong ........apakah kau melihatnya?" Tu Liong bertanya setengah berbisik "Mmm...!" Wie Kie-hong tidak melepaskan tatapan matanya pada Cu Siau-thian.
"Dua lawan satu, kita tidak mungkin kalah melawannya" "Mmmm..." "Yang harus ditakuti adalah kalau hati kita masih merasa ragu-ragu.
Harap ingat, jangan sampai ragu" "Aku tahu" Pada saat ini Cu Siau-thian sudah berada dihadapan mereka.
Melihat Cu Siau-thian, Boh Tan-ping diam tidak berkata apa apa...
Wie Kie-hong dan Tu Liong juga sama-sama hanya melihatnya tanpa bicara.