!" Cu Siau-thian menghembuskan nafas panjang.
Dia terdengar sangat berat hati "karena terlalu lama memelihara rasa takut didalam hati, aku sudah terbiasa hidup begitu, tidak mungkin bisa merubahnya hanya dalam waktu semalam saja.
Terlebih lagi semua orang ingin tetap hidup.
Siapa yang ingin mati" Kalau membuat marah Leng Souw-hiang, selain mati tidak ada jalan lainnya." "Kau tadi mengatakan bahwa ayahku sudah membunuh Hui Taiya, dan lalu membunuh Hiong-ki.
Orang yang ketiga adalah dirimu.
Apakah ini hanyalah tebakan liar saja ataukah kau punya bukti yang kuat?" "Tentu saja aku punya bukti" "Kalau begitu tolong ceritakan padaku" "Tadi Wie Ceng sudah datang kemari mem-beriku peringatan" "Tadi?" "Betul.
Tadi dia berkata kalau aku tidak bisa mengekang Tu Liong, kalau Tu Liong masih terus ikut campur dalam urusan ini, sebelum matahari tenggelam dia pasti akan datang membunuhku" "Kalau kau sungguh ingin mengekang Tu Liong, kau hanya perlu memintanya, dia pasti akan segera menuruti perintahmu" "Tapi aku tidak rela mengekangnya" "Mengapa?" "Generasi muda mempunyai pemikiran mereka sendiri, mengapa aku harus mengekang dia?" "Baiklah!" Wie Kie-hong sepertinya sudah membuat keputusan mendadak, "mulai sekarang aku tidak akan pergi terlalu jauh dari dirimu.
Aku tidak akan membiarkan sembarangan orang datang kemari melukaimu." "Kau?" Cu Siau-thian bertanya dengan nada terkejut, "kau mau menjaga diriku" Kau bahkan tidak perduli kalau kau akan melawan ayahmu sendiri?" "Semua orang harus melakukan kebaikan bagi orang lain.
Kebaikan untuk umum dengan keinginan pribadi selamanya pun selalu bertolak belakang.
Aku ingin bertanya pada ayahku secara langsung, mengapa dia mau melakukan semua ini" Setelah berkata sampai sini, tiba-tiba ada seorang pelayan rumah yang masuk kedalam.
Dia lalu berbisik-bisik di samping telinga Cu Siau-thian.
Cu Siau-thian lalu mengibaskan tangannya, pelayan itu segera pergi keluar.
"Ada tamu" "Oh...?" secara reflek Wie Kie-hong tertegun "Jangan kaget, ini bukan ayahmu.
Tamu ini adalah Thiat-yan" "Kalau begitu sebaiknya aku sembunyi" "Bersembunyilah dibelakang lemari" Wie Kie-hong segera bersembunyi kebelakang lemari.
Tepat ketika dia selesai menyembunyikan dirinya, didalam ruangan terdengar suara seorang perempuan.
"Cu Taiya?" Thiat-yan bertanya dengan dingin "Tidak berani, aku bukanlah tuan besar." "Aku biasa dipanggil dengan sebutan Thiat-yan, anak perempuan Tiat Liong-san....hari ini aku datang kemari memohon penjelasan darimu." "Nona Tiat, silahkan duduk" "Berdiri pun tidak apa-apa....aku hanya ingin menanyakan sebuah barang" "Aku tahu" "Kau tahu" Tolong katakan" "Sebuah kopor kulit berwarna kuning" "Tidak salah" "Kalau nona ingin mencari kopor kulit itu, anda sudah mencari orang yang salah! kopor kulit itu tidak ada padaku.
Aku bahkan tidak pernah melihatnya" "Kalau begitu ada pada siapa?" "Ada pada Leng Souw-hiang" Thiat-yan berkata dengan nada dingin: "Cu Taiya, untuk apa kau melakukan hal ini" jangan menganggap aku Thiat-yan adalah anak kecil.
Anda adalah dalang dibalik pembunuhan ayahku.
Yang lain hanyalah kaki tangan yang membantu anda." "Tolong nona pertimbangkan sebentar.
Aku hanyalah seorang pengembara yang tidak memiliki nama, sedangkan Leng Souw-hiang adalah tangan kanan raja Su-cen.
Kalau kami berdua dibandingkan, status kedudukan kami sangat jauh berbeda.
Apakah menurutmu dia akan mendengarkan kata-kataku" Atau sebaliknya aku yang harus mendengarkan dia?" Kata-kata ini bukan tidak masuk akal.
Kekuasaan menekan orang, pada waktu itu di dalam kota Pakhia, Leng Souw-hiang memang memiliki kedudukan yang kuat didalam pemerintahan.
Mana mungkin dia bisa dikontrol oleh seorang pengembara" "Jadi menurut anda kopor kulit kuning itu sekarang sedang berada pada Leng Souw-hiang?" "Tidak salah" "Apakah anda bisa menanyakannya langsung padanya?" "Tentu saja bisa" "Baiklah! kalau begitu kita pergi" "Pergi kemana?" "Pergi mencari Leng Souw-hiang dan menanyakan tentang barang itu" "Nona! apakah tujuanmu selama ini adalah untuk mendapatkan kembali kopor itu" ataukah untuk mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi?" "Apakah ada perbedaan diantara kedua kata itu?" Cu Siau-thian kembali berkata: "Sebenarnya diantara kedua kata tersebut terdapat dua perbedaan yang sangat jelas, kalau kau hanya ingin mencari tahu kejadian yang sebenarnya, aku pasti akan segera ikut denganmu menuju kediaman Leng Taiya, dan segera membuktikan kata-kataku.
Kalau kau ingin mencari kopor kulit itu, kau harus menggunakan siasat" "Oh...?" Selama ini nona Thiat-yan selalu memberikan pandangan subjektif terhadap Cu Siau-thian, ini karena dia adalah pelaku utama yang sudah mencelakai ayah kandungnya sendiri.
Sekarang sepertinya pandangan dia menjadi goyah.
Kalau mendengarkan argumentasi-nya, sepertinya ini sulit dihindari.
"Kalau begitu aku ingin meminta petunjuk" "Aku tidak berani memberikan petunjuk.
Nona seharusnya menceritakan dulu motivasi anda" "Tentu saja aku ingin mendapatkan kembali kopor kulit tersebut..." "Apakah anda sungguh ingin mendapatkan kopor kulit itu" ataukah barang yang tersimpan didalamnya?" "Kopor kulit itu adalah barang peninggalan ayah kandungku.
Harganya tidak ternilai.
Tentu saja barang yang terdapat didalamnya pun sama berharganya." "Sebaiknya aku pergi dulu pada Leng Taiya agar dia tidak segera emosi.
Nanti aku akan menanyakan padanya tentang kopor tersebut.
Aku juga akan menanyakan apakah barangbarang yang tersimpan didalamnya masih ada disana.
kalau ternyata tidak ada, apakah kau masih tetap harus mencarinya" Apapun hasilnya nanti aku pasti akan kembali memberitahumu.
Bagaimana?" "Apakah ini adalah salah satu siasat untuk membohongiku?" "HUH...! ini bukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah.
Aku tidak mungkin melaku-kan hal yang seperti itu.
nona Tiat harap tenang" "Baiklah ! berapa lama aku bisa mendengar jawabanmu?" "Malam ini sebelum lampu dinyalakan" "Sampai saat itu aku pasti akan kembali." Nona Thiat-yan mohon pamit dan segera pergi.
Wie Kie-hong segera keluar dari tempatnya bersembunyi.
"Kie-hong! kau pasti sudah mendengar semuanya." "Hmm..." "Dari pembicaraanku tadi, seharusnya kau bisa mengerti sedikit lebih banyak tentang kejadian yang sebenarnya terjadi.
Aku hanyalah sebuah bidak catur.
Leng Taiya adalah orang yang sedang memainkan bidak caturnya....Wie Kie-hong, apakah kau tahu barang apakah yang sudah tersimpan didalam kopor kulit Tiat Liong-san?" "Tidak tahu" "Didalam kopor itu sudah tersimpan seratus butir mutiara dari timur" "Oh..." Mutiara dari timur" Bukankah mutiara itu harganya sangat mahal?" "Kalau dihitung dengan kondisi pasar seperti sekarang, satu butir mutiara timur harganya bisa sampai ratusan ribu uang orang luar negeri.
Tiat Liong-san kehilangan nyawanya karena mempertahankan barang mahal ini" "Selanjutnya bagaimanakah kalian membagi seratus butir mutiara berharga ini?" "Aku tidak mengerti arti kata-katamu" "Kalian sudah membantu Leng Taiya men-celakai Tiat Liong-san untuk mendapatkan mutiara ini.
apakah kalian tidak membagi hasil" Bukankah seharusnya seratus butir mutiara mahal itu dibagikan secara adil ?" "Pada waktu itu kami semua bergantung pada Leng Souwhiang untuk bisa tetap hidup didalam kota Pakhia ini.
siapa yagn berani meminta bagian padanya?" "Tadi kau sudah berjanji pada nona Tiat bahwa hari ini sebelum matahari tenggelam kau akan memberikan jawaban padanya.
Kalau begitu kapan kau berencana akan menemui Leng Taiya?" "Sekarangjuga" "Kalau begitu aku akan pergi bersamamu.
Sekaligus aku juga ingin me'min ta tolong pada anda untuk menanyakan padanya tentang ayah kandungku." Wie Kie-hong berkata dengan nada sangat sedih, "selama ini aku selalu hidup didalam kebohongan, didalam kasih sayang yang palsu.
Lebih baik sekaligus saja semuanya dibongkar" Cu Siau-thian tampak menimbang-nimbang sesaat.
Dia lalu berkata: "Wie Kie-hong, sepertinya tidak baik kalau kau ikut pergi denganku.
Semua orang memiliki harga diri, seperti pohon memiliki kulit.
Kalau kamu ikut, kamu pasti akan sangat melukai harga diri Leng Taiya.
Dia mungkin akan emosi" Wie Kie-hong ikut terdiam.
Dia menimbang-nimbang katakata Cu Siau-thian lalu membuat keputusan "Baiklah! kalau begitu aku tidak ikut pergi.
Kalau begitu aku akan mendengar kabar darimu bersama Thiat-yan sebelum matahari terbenam nanti." Setelah itu Wie Kie-hong pun mohon pamit dan ikut pergi.
Sekarang dia bermaksud pergi menemui Tu Liong.
Seharusnya dia sudah berhasil mengorek sedikit informasi dari ayah angkatnya Leng Souw-hiang.
0-0-0
Kedua orang ini sudah mengatur dimana dan kapan mereka akan bertemu.
Wie Kie-hong pergi ke jalan besar bermaksud untuk mencegat kereta untuk pergi ke tempat pertemuan.
Namun baru saja kereta kuda berhenti, tiba-tiba Tu Liong sudah datang menemuinya.
"Tu toako, bagaimana hasilnya?" sekali melihat Tu Liong, Wie Kie-hong langsung bertanya.
"Disini banyak orang, rasanya tidak enak membahasnya.
Sebaiknya kita pergi ke tempat yang lebih tenang dan baru kita bicara dengan lebih teliti" Akhirnya mereka berdua menaiki kereta kuda.
Mereka pergi ke sebuah kedai teh.
Ketika sampai, hari sudah sangat siang.
Tepat sekali waktu ketika orang-orang datang ke kedai teh untuk beristirahat.
Suasananya malah semakin tidak enak untuk berdiskusi.
Karena itu sekali lagi mereka pindah tempat.
Setelah sampai di jalan besar, sekali lagi mereka mencoba mencari kereta kuda.
Setelah menaiki kereta, Tu Liong menyuruh kusir kereta untuk pergi sesuka hatinya.
Melihat gelagat Tu Liong yang tampak sangat berat hati, hati Wie Kiehong ikut menjadi mendung.
Sangat jelas terlihat bahwa Tu Liong sudah mendapatkan kabar yang kurang enak didengar.
"Tu toako, sebenarnya apa yang terjadi pada-mu?" "Aku sudah berbicara sangat lama dengan Leng Taiya, sepanjang kata-kataku itu dia hanya mengatakan tiga kalimat" "Tiga kalimat itu adalah...." "Kalimat pertama adalah seharusnya aku merasa bersalah padamu....setelah itu adalah seharusnya aku merasa bersalah pada nona Thiat-yan.
Terakhir aku harusnya merasa bersalah pada diriku sendiri" "Apa artinya?" "Mana aku tahu" Setelah dia berkata seperti ini, apapun pertanyaan yang kuajukan, bagaimanapun aku memaksanya, dia hanya menutup mata dan tidak berkata apa-apa" "Tu toako, aku sudah bicara banyak dengan Cu Taiya...." Setelah itu Wie Kie-hong menceritakan kembali semua yang sudah dialaminya.
Ternyata menanggapi cerita ini, Tu Liong hanya berkata dengan dingin "Wie Kie-hong, apakah kau percaya?" "Kalau kau, apakah kau tidak mempercayai kata-kata Cu Taiya?" "Aku tidak percaya" "Mengapa?" "Ilmu silat ayahmu tidak lemah, namun dibandingkan dengan ilmu silat Cu Siau-thian, perbedaannya masih sangat jauh.