Tiga Dara Pendekar Siauw-lim Chapter 34

NIC

“Bluk! Blek!” Dan kedua orang itu terjengkang ke belakang dalam keadaan pingsan. Boan Kin terpukul dadanya oleh adiknya, sedangkan Boan Swe terkenal pukulan lwee-kang pada pundaknya oleh kakaknya sendiri!

“Eh, eh, bagaimanakah ini?” Sin Liong tersenyum mengejek dan menghampiri kedua orang itu. Dua kali tangannya bergerak ke arah dada mereka dan kedua saudara Boan itu siuman kembali, merangkak-rangkat sambil mengaduh-aduh! “Eh, mengapa saling pukul sendiri? Jangan begitu, ah. Antara adik dan kakak sendiri mengapa saling pukul? Apakah kalian sedang memperebutkan warisan??”

Bukan main malunya kedua saudara Boan itu, terutama ketika mendengar suara keta riuh rendah dari penonton yang menyambut kemenangan Sin Liong dengan kagum dan gembira. Mereka berusaha bangkit sendiri dan Boan Kin lalu menjura kepada Sin Liong.

“Kepandaianmu sungguh lihai! Memang kami berdua harus belajar lagi sedikitnya sepuluh tahun!” Setelah berkata demikian, ia lalu ajak adiknya melompat turun dan pergi dari situ tanpa pamit lagi kepada ketiga orang kawannya, murid-murid Bu-tong-pai itu!

Sin Liong menengok ke arah Gan Kong, murid tertua dari Bu-tong-pai itu dan berkata sambil tersenyum, “Nah, sekarang tiba giliranmu untuk maju! Apakah kau masih menantang Si Penyambit thi-lian-ci tadi?” Gan Kong dengan marah lalu melompat ke atas panggung. “Tentu saja! Kecuali kalau pelempar gelap itu seorang pengecut, biarlah aku ampunkah jiwa ajingnya!”

Sin Liong tertawa terbahak-bahak. “He, pelempar thi-lian-ci! Benarkah kau seorang pengecut? Kalau bukan, lekas kau maju!” Sambil berkata demikian, Sin Liong melompat turun dari panggung dan berdiri menonton dibaris terdepan dari kelompok penonton yang makin banyak jumlahnya itu.

Bukan main panasnya hati Sui Lan mendengar ucapan ini.

“Tua bangka! Apakah kau kira kau saja yang berani mempermainkan tikus-tikus kelaparan?” Sui Lan tujukan kata-katanya itu kepada Sin Liong yang disebutnya ‘tua bangka’ karena dulu Sin Liong menyebutnya bocah. Akan tetapi tentu saja yang mengerti sindirannya ini hanya Sin Liong sendiri yang segera tertawa dan berkata dari bawah panggung,

“Bocah nakal!” Hati-hatilah kau menghadapi tikus-tikus gunung itu!”

Para penonton merasa heran mendengar percakapan dua orang dari bawah panggung itu, dan ketika pada saat itu tubuh Sui Lan melayang naik ke atas panggung dan tahu-tahu mereka melihat seorang gadis cantik jelita berdiri di situ dengan gagah dan manisnya, pecahlah sorak-sorai yang gembira. Tak mereka sangka sama sekali akan melihat gadis muda sedemikian cantiknya naik kek atas lui-tai untuk menghadapi Gan Kong yang galak dan menakutkan itu. Inikah penyambit yang telah melukai telinga Gan Kong? Sukar untuk dipercaya. Nampaknya gadis ini demikian lemah lembut, demikian cantik jelita, demikian halus, dan putih kulit mukanya. Dan sepasang matanya yang bercahaya bagaikan bintang kejora itu bergerak-gerak lincah dan berseri, mendatangkan kegembiraan hati kepada siapa saja yang melihatnya.

Sementara itu, Gan Kong dan kedua orang sutenya (adik seperguruannya), ketika melihat gadis ini, tak terasa pula membelalakkan mata selebar-lebarnya. Inilah gadis jelita yang bermalam di hotel itu, dan yang semalam hampir mereka ganggu. Bunga indah yang telah mereka intai dan yang akan mereka petik itu kini tahu-tahu telah berada di hadapan mereka! Untuk sekejab ketiganya saling pandang dengan sinar mata penuh arti.

“Apakah benar kau yang menyambitku dengan am-gi (senjata rahasia) tadi?” tanya Gan Kong dengan hati-hati dan kurang percaya.

Sui Lan tersenyum, demikian manisnya sehingga Gan Kong dan dua orang sutenya merasa seakan-akan semangat mereka terbetot oleh senyum itu. “Kalian adalah penjahat-penjahat cabul yang bersembunyi di balik nama Bu-tong-pai yang besar dan kau biasa memetik bunga dan bahkan kau tadi juga hampir saja menjalankan perbuatan terkutuk. Memetik sedikit daun telingamu, bukankah itu hanya merupakan sedikit peringatan saja? Untuk apakah kau ribut-ribut?”

Gan Kong menjadi pucat mendengar ucapan ini karena ia merasa terkejut, demikian pula kedua sutenya. Bagaimana nona ini bisa tahu akan kebiasaan mereka menjadi jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga)? Tentu malam tadi gadis ini telah mengetahui perbuatan mereka ketika berada di luar jendela kamar nona itu! Untuk menutup malunya dan mengalihkan percakapan kepada soal lain, Gan Kong lalu membentak,

“Jangan ngacobelo! Apakah kau juga seorang anak murid Siauw-lim-pai, maka kau membantu orang Siauw- lim-pai yang akan kuhajar tadi?”

Semenjak tadi, Sui Lan telah meluap kemarahannya karena mendengar Gan Kong menyebut-nyebut dan menghina nama Siauw-lim-pai, maka kini dengan mengangkat dada ia berkata,

“Bukalah matamu lebar-lebar dan dengarkan baik-baik! Nonamu adalah seorang anak murid Siauw-lim-pai asli! Tadinya nonamu masih tidak tega untuk mencelakakan kau dan dua sutemu yang sebetulnya pantas dibikin mampus ini, akan tetapi karena kau membuka mulut besar, terpaksa nonamu hendak turun tanga. Benar seperti yang dikatakan oleh tua bangka tadi, kali ini nonamu takkan turun tangan dengan murah hati, dan daun telinga kalian akan kupetik semua!”

Sebenarnya dalam ucapan ini, Sui Lan menyatakan mendongkolnya kepada Sin Liong yang disebutnya tua bangka, akan tetapi oleh karena Gan Kong tidak mengerti maksudnya, ia hanya memandang dengan tak mengerti dan marah karena mendapat kenyataan bahwa gadis ini adalah seorang anak murid Siauw-lim.

Para penonton juga merasa heran mendengar ucapan gadis itu yang bagi mereka juga tidak karuan artinya, akan tetapi mereka tetap gembira karena maklum bahwa tiap kali ini akan terjadi pertandingan yang tak kalah hebatnya dengan pertandingan yang tadi.

Sementara itu, Gan Kong yang maklum bahwa gadis ini tentu memiliki ilmu silat tinggi, dan juga karena ia merasa marah sekali melihat orang yang telah melukai telingan, cepat mencabut pedangnya dan berkata,

“Perempuan busuk dari Siauw-lim! Jangan kau banyak cakap lagi dan kalau kau betul seorang anak murid dari Siauw-lim, jangan harap akan dapat meninggalkan kata demikian, ia menggerak-gerakkan pedangnya, menyabet ke kanan-kiri sehingga pedangnya menerbitkan angin. Lagaknya ini hanya dibuat-buat untuk menentramkan hatinya yang agak ngeri setelah melihat kelihaian pemuda tampan tadi. Akan tetapi Sui Lan tetap tersenyum gembira dan memandang dengan mata mengejek dan menganggap rendah sekali. Dengan gerakan lucu ia menggerakkan kepalanya ke arah dua orang kawan Gan Kong sambil berkata,

Posting Komentar