“Percayalah kepada saya, Toanio.” Pada keesokan harinya, ketika Wang hendak meninggalkan rumah keluarga Shi Men, Goat Toanio memberi satu ons perak kepadanya.
“Kelak, kalau anda telah mempersiapkan segalanya, akan saya beri lebih banyak.” Bagi para nyonya rumah, seyogianya kalau berhati-hati menghadapi segala macam dukun dan Nikouw. Seperti Wang Nikouw itu karena orang-orang seperti itu yang mempergunakan pengaruh kedudukan mereka, lebih banyak yang palsu daripada yang benar-benar tulen. Segala macam mujijat dan keajaiban yang mereka janjikan, baik dalam hal mengobati orang maupun mencarikan barang hilang atau menjenguk segala macam nasib memperbaiki nasib, atau memasang guna-guna agar suami lebih mencinta dan sebagainya lagi, kebanyakan hanyalah bual belaka. Jenis penipuan halus macam ini sudah seringkali terjadi di bagian manapun di dunia ini, di jaman apapun. Seperti biasa, apabila tiba musim Pesta Lentera, berhari-hari terjadilah kesibukan di dalam rumah tangga Shi Men. Dan kebetulan sekali hari Pesta Lentera merupakan hari ulang tahun kelahiran Nyonya Peng pula, sehingga pesta yang diadakan di dalam keluarga Shi Men amat meriah.
Empat orang gadis penyanyi dipanggil, dan Shi Men bahkan menghormati para tamu dengan mengundang dua puluh orang pemain panggung dari Istana Pangeran Goan yang juga tinggal di Jalan Singa. Untuk keperluan pertunjukan ini, dia membangun sebuah panggung di sebelah barat yang menyambung dengan ruangan resepsi di bagian depan rumah. Cerita klasik “Pavilyun Barat” dimainkan dan hari itu diramaikan pula dengan pembakaran mercon dan kembang api, di bawah pengawasan Pen Se dan juga tuan muda Chen, mantu Shi Men. Kembang api dibakar di luar pintu gerbang dan menarik perhatian banyak sekali penonton yang berdesakan. Shi Men sendiri tidak suka akan semua kesibukan itu. Dia lebih suka berjalan-jalan ke dalam Pasar Lentera bersama dua orang sahabatnya, Ying Po Kui dan Cia Si Ta, kemudian dia memisahkan diri dan mendekam di dalam kamar Wang Liok Hwa, kekasihnya.
Di dalam bulan pertama dari tahun yang baru itu, terjadilah dua hal penting dalam kehidupan Shi Men. Pertama-tama terjadi ketika isteri-isterinya pergi berkunjung ke rumah gedung keluarga Kiao, tetangga sebelah yang kaya raya itu. Mereka mengajak pula Kwan Ko yang masih kecil yang dipondong oleh pengasuhnya, Yu I. Ketika para isterinya itu berada di rumah gembira gedung Kiao, mereka disambut dengan gembira. Keluarga Kiao juga hanya mempunyai seorang anak perempuan yang baru berusia tiga bulan. Kwan Ko lalu oleh Yu I dibaringkan tak jauh dari bayi perempuan nyonya rumah itu. Ketika para wanita itu memasuki kamar sehabis bersantap bersama, mereka masuk kembali ke kamar, mereka melihat betapa dua orang anak kecil itu sudah saling mendekati dan bermain-main dengan tangan kaki mereka.
Para wanita itu tertawa melihat ini dan mereka semua merasa setuju dengan pendapat bahwa hal itu merupakan suatu isyarat dari Langit bahwa kedua anak itu saling berjodoh. Mereka setuju kalau dua orang anak itu ditunangkan. Goat Toanio segera mengutus seorang pelayan pulang mengambil sutera merah dan dengan sutera ini mereka menghias dinding ruangan depan gedung keluarga Kiao sebagai tanda bahwa di situ telah terjadi hal yang menggembirakan. Dan pada keesokan harinya keluarga Kiao mengirim hadiah-hadian pertunangan yang berharga kepada keluarga Shi Men. Shi Men terkejut dan merasa tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh para isterinya tentang ikatan perjodohan puteranya itu.
“Tidak dapat disangkal bahwa tetangga kita, keluarga Kiao adalah keluarga yang kaya raya dan terhormat,” demikian katanya kepada Goat Toanio. “Akan tetapi Kiao hanyalah seorang rakyat biasa, tanpa pangkat dan kedudukan apapun, sehingga dia tidak cukup pantas menjadi-besan keluarga Shi Men yang telah menjadi pejabat dan bangsawan.”
Agaknya keberatan dan tidak persetujuan Shi Men ini tentu telah sampai pula ke telinga keluarga Kiao karena dua hari kemudian, keluarga Klao berkunjung ke rumah keluarga Shi Men dan Nenek Kiao dalam percakapan mereka menyinggung bahwa seorang di antara keponakannya menjadi selir dari Sribaginda tingkat ke dua. Tentu saja pernyataan ini rnerupakan isyarat bahwa sesungguhnya martabat keluarga Kiao lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga Shi Men. Peristiwa ke dua yang menimpa keluarga Shi Men ada hubungannya dengan jabatan Shi Men sebagai pembantu hakim. Pada suatu hari Shi Men menerima undangan yang tergesa-gesa dari Hakim Cia yang menjadi rekannya. Cepat Shi Men datang ke rumah rekan itu dan mereka segera terllbat dalam pembicaraan serius di kamar hakim Cia, pembicaraan empat mata.
“Celaka, sobat Shi Men, celakalah kita sekali inil” kata tuan rumah dengan muka pucat.
“Ada apakah?” tanya Shi Men, juga terkejut dan gelisah melihat keadaan rekannya yang biasanya tenang itu.
“Pagi ini aku menerima kunjungan Komisaris Besar Distrik Li dan dia memberitahu kepadaku bahwa Pejabat Gubernur di Shantung mengirim laporan ke Kotaraja untuk mengadukan kita sebagai petugas- petugas yang tidak baik dan mengusulkan agar kita dipecat dengan tidak hormat. Dia membawa salinan surat laporan itu. inilah surat Itu.”
Dengan jari tangan gemetar Shi Men menerima surat laporan yang telah agak kumal itu dan membaca isinya. Makin lama wajahnya menjadi semakin pucat. Di situ, si pejabat Gubernur Ciong melaporkan ke Istana bahwa Hakim Cia dan Pembantu Hakim Shi Men merupakan dua, orang yang tidak layak menduduki jabatan mereka. Hakim Cia dikatakan sebagal orang yang suka menerima uang suap sehingga menjatuhkan keputusan yang tidak adil sama sekall di dalam pengadilan, mengalahkan yang benar dan memenangkan yang salah, dan tidak mampu mengurus kantor kehakiman, kejam terhadap terdakwa yang belum tentu bersalah jika terdakwa tidak mampu memberi uang sogoknya. Mengenai Shi Men sendiri dikatakan bahwa Shi Men adalah orang yang suka mempergunakan uangnya untuk mempermainkan para pejabat,
Orang yang bergaul dengan orang-orang tingkatan rendah dan golongan hitam, bahkan suka memperalat penjahat untuk memaksakan kehendaknya, seorang yang sama sekali tidak terpelajar sehingga bodoh dan buta huruf sama sekali tentang hukum, orang yang hanya mementingkan kesenangan diri pribadi terkenal royal di rumah-rumah pelacuran, mempunyai banyak selir dan membiarkan selirnya menjual kecantikan dijalan-jalan secara tidak sopan. Surat laporan itu ditutup dengan permohonan agar kedua pejabat daerah itu dipecat, bahkan kalau perlu dan kalau terdapat bukti-bukti penyelewengan agar mereka dituntut untuk menjadi contoh bagi para pejabat lainnya. Dengan muka pucat dan mata terbelalak penuh kegelisahan Shi Men memandang rekannya. Akan tetapi otaknya bekerja dan dia mengerutkan alisnya, termenung.
“Bagaimana sekarang?” Hakim Cia berkata dengan suara gemetar. “Hanya ada satu jalan dan kita harus bertindak secepatnya” kata Shi Men.
“Kita harus mohon pertolongan Perdana Menteri agar diri kita dapat diselamatkan.”
Kedua orang inl cepat-cepat menyediakan uang dan benda-benda berharga yang mereka miliki, batangan-batangan emas dan perhiasan, ratusan ons uang perak dan dengan barang yang amat berharga ini, Lai Pao dan seorang utusan yang dipercaya dari Hakim Cia segera berangkat ke Kotaraja. Utusan Hakim Cia itu bernama Shia Sou. Kedua orang kepercayaan ini mempergunakan kereta dan melakukan perjalanan siang malam dengan cepatnya, dan begitu tiba di Kai Hong Hu, yaitu Kotaraja timur, mereka cepat menghadap Ti-Ciangkun yang jadi kepala pengawal Istana Perdana Menteri. Ketika Ti-Ciangkun membara surat dari Shi Men, dia menghibur kedua orang utusan itu. Dia masih berterima kasih kepada Shi Men tentang pengiriman gadis cantik Mei Li yang kini menjadi isterinya yang ke dua, dan dia tahu apa yang harus dllakukan untuk menyelamatkan Shi Men dan Hakim Cia, apalagi melihat betapa kedua orang itu membawa barang hadiah yang luar biasa banyaknya.
“Tidak usah khawatir,” demikian katanya. “Laporan pejabat gubernur Ciong itu belum sampai ke sini. Kalau laporan itu datang, saya akan dapat membujuk Perdana Menteri untuk menunda dan membekukan laporan itu sampai beberapa lamanya. Pejabat gubernur Ciong itu sudah mundur dari kedudukannya, maka surat laporan itu tidak ada harganya dan tidak perlu dilanjutkan ke Istana. Karena Itu, pulanglah dan katakan kepada majikan kalian bahwa aku menjamin laporan itu tidak akan sampai ke Istana.”
Dua orang itu segera pulang dan menyampaikan berita yang amat menyenangkan itu kepada majikan masing-masing. Demikianlah kembali kekuasaan uang memperlihatkan kemenangannya dan keunggulannya. Celakalah bangsa dan negara kalau pemerintah dikendalikan oleh pejabat-pejabat yang selalu hanya memperhitungkan keuntungan bagi dirinya sendiri seperti pedagang-pedagang. Modal pejabat-pejabat macam ini adalah kedudukannya, lupa bahwa kedudukan mereka itu sesungguhnya adalah pemberian rakyat! Tanpa rakyat tidak akan ada pejabat-pejabat itu, dan setelah memperoleh kepercayaan rakyat untuk memegang kekuasaan, mereka bahkan menyalah-gunakan kekuasaan, bukan untuk melindungi rakyat melainkan uniuk menindas rakyat!
=========================================================
Tepat seperti yang dikatakan oleh Kepala Pengawal Ti dalam janjinya kepada kedua utusan itu, beberapa bulan kemudian. Pejabat Gubernur di Shantung yang bernama Ciong itu pensiun dan kedudukan gubernur untuk propinsi itu diganti oleh Sung Pan. Dia ini masih ipar dari putera Perdana Menteri. Ketika Gubernur Sung yang baru ini menuju ke Kotaraja di mana dia akan menjabat kedudukannya yang baru, dia bertemu dengan seorang pejabat tinggi lain yang juga sedang menuju ke tempat jabatannya sebagai Kepala Urusan Garam di Huai.
Kedua orang pejabat ini kebetulan lewat di kota Ceng-Ho-Sian dan Gubernur Sung yang sudah mendapat pesan dari Kepala Pengawal Ti, tidak lupa untuk mampir ke rumah Shi Men. Bagi Kepala Urusan Garam yang masih anak angkat Perdana Menteri Cai dan bernama Cai Shen, Shi Men bukanlah orang asing. Kunjungan dua orang tamu besar itu menarik perhatian penduduk kota, dan mengangkat nama Shi Men. Betapa hartawan itu kini telah menjadi orang penting, pikir mereka, sehingga dua bangsawan tinggi itu memerlukan singgah dan nenunda perjalanan mereka. Tentu saja Shi Men merasa girang dan terhormat, maka diapun menyambut secara berlebihan sehingga tidak sayang mengeluarkan biaya yang banyak sekali.
Bukan hanya kedua orang bangsawan itu yang dijamunya akan tetapi juga semua pengikut dan pengawal mereka. Dan ketika kedua orang tamu Itu melanjutkan perjalanan mereka, Shi Men membekali mereka dengan barang-barang hadiah yang amat banyak. Kunjungan dua orang ini saja telah menguras sebagian dari harta Shi Men, tidak kurang dari seribu ons banyaknya. Gubernur Sung berangkat lebih dahulu meninggalkan rumah Shi Men. Pembesar Cai Shen, atas bujukan Shi Men, mau bermalam untuk semalam di rumah itu dan tuan rumah mempersiapkan pondok yang paling mewah untuknya. Lebih dari itu, ketika Cai-Taijin memasuki pondok agak terhuyung karena setengah mabuk, di pintu depan pondok itu dia disambut oleh dua orang gadis yang amat cantik penuh senyum manis.
Tentu saja hal ini merupakan kejutan yang amat menggembirakan hati pembesar itu. Dalam keadaan setengah mabuk dan gembira, dia lalu menggunakan alat tulis untuk membuat sajak di atas dinding, dengan huruf-huruf indah memuji kebaikan tuan rumah dan kecantikan dua orang gadis. Mereka sengaja didatangkan dari rumah-rumah pelesir yang paling terkemuka di kota itu oleh Shi Men. Shi Men bukan seorang bodoh yang suka membuang-buang uang begitu saja. Semua penyambutan yang teramat royal ini sudah diperhitungkannya baik-baik. Cai-Taijin adalah kepala urusan garam menguasai pembagian dan perniagaan garam dari pemerintah. Dalam kesempatan yang baik ini, Shi Men memperkenalkan Lai Pao sebagai pembantunya yang dipercaya dan mengajukan permohonan agar atas namanya Lai Pao dapat diberi jatah garam sebagai agen tunggal untuk daerah Ceng-Ho-Sian dan sekitarnya.
Atas permohonan ini, Cai Shen menyanggupi sambil tersenyum. Shi Men juga tersenyum penuh kemenangan. Pembagian jatah untuk satu bulan saja sudah mendatangkan keuntungan yang hampir cukup untuk menutup semua biaya yang telah dikeluarkannya hari itu! Pada keesokan harinya, Shi Men mengantar tamu agungnya sampai ke pintu gerbang kota dan sebagai sambutan terakhir, dia mempersilakan tamunya menikmati hidangan perpisahan yang sudah dia persiapkan di Kuil Yung-Hok-Si. Setelah bersama-sama menikmati hidangan dan membagi salam perpisahan, rombongan Cai-Taijin berangkat dan karena lelahnya, Shi Men beristirahat di dalarn Kuil yang menjadi sunyi kembali itu.