Si Rajawali Sakti Chapter 42

NIC

Ketika puteri tunggalnya, Ong Hui Lan, sudah selesai belajar ilmu silat dari Tiong Gi Cln-jin dan kini menjadi seorang gadis yang bukan saja ahli sastra akan tetapi juga ahli silat tingkat tinggi, Ong Su mengutus puterinya untuk pergi ke kota raja dan membantu perjuangan Pangeran Chou Bun Heng yang bercita-cita membangun kembali Kerajaan Chou!

Sebetulnya Hui Lan tidak ingin membantu Pangeran Chou Ban Heng yang hendak memberontak terhadap pemerintah yang berkuasa, karena gurunya sudah menasihatnya agar ia jangan melibatkan diri dalam perang saudara yang dicetus kan orang-orang yang saling memperebut kan kekuasaan. Akan tetapi Ong Su marah melihat puterinya merasa ragu dan tidak ingin pergi.

"Hui Lan, ingatlah! Agama kita meng ajarkan bahwa manusia hidup haruslah mengutamakan Hauw (Berbakti)! Bakti pertama kepada Thian (Tuhan) telah kau lakukan dengan selalu berusaha menjadi manusia yang baik budi. Bakti ke dua kepada orang tua dan ini dapat kau lakukan dengan menuruti semua pengarahan orang tua, mengangkat tinggi nama darah kehormatan orang tua dan menyenangkan hati orang tuamu. Kini bakti ke tiga yang belum kau lakukan, yaitu bakti kepada negara! Kita adalah warga dari Kerajaan Chou, karena itu bagi kita, negara adalah Kerajaan Chou yang telah dirampas oleh pemberontak yang sekarang mendirikan Kerajaan Sung. Sekarang! Pangeran Chou Ban Heng sedang berusaha untuk berjuang membangun kembali Kerajaan Chou dan menumbangkan kerajaan pemberontak Sung. Pangeran Chou Ban Heng adalah keponakan mendiang Kaisar Chou Ong, dan dengan kita masih ada hubungan saudara misan, biarpun agak jauh. Nah, sekarang, setelah engkau memiliki kepandaian bun (sastra) dan bu (silat), sudah menjadi tugasmu untuk berbakti kepada negara dengan membantu perjuangan Pangeran Chou Ban Heng dan sekaligus berbakti kepada orang tua karena menjunjung tinggi nama dan kehormatan ayahmu."

"Akan saya taati perintah Ayah, akan tetapi dengan satu ketentuan bahwa kalau di kota raja saya disuruh melakukan perbuatan yang jahat dan menyimpang dari kebenaran, saya akan menolaknya, Ayah.,"

"Tentu saja, anakku. Jangan khawatir, Pangeran Chou Ban Heng bukanlah seorang jahat. Dia seorang patriot yang setia terhadap Kerajaan Chou kita. Ini kuberi sesampul surat, berikanlah kepada Pangeran Chou Ban Heng dan engkau tentu akan diterima dengan senang."

Demikianlah, Ong Hui Lan berangka ke kota raja. Setelah tiba di kota raja mudah saja dia menemukan tempat tinggal pangeran yang dicarinya, yang ketika itu telah menjadi seorang pejabat tinggi, yaitu Penasehat Angkatan Perang! Sebutannya kini bukan lagi pangeran, melainkan jenderal, yaitu Chou Coanswe (Jenderal Chou). Siang hari itu ia tiba di depan pintu gerbang pekarangan gedung Chou Goanswe. Dua orang perajurit pengawal yang berjaga di gardu dekat pintu gerbang segera menghadangnya. Karena belum tahu dengan siapa mereka berhadapan, dan melihat sikap gadis cantik itu yang demikian gagah, dua orang perajurit itu bersikap hati-hati dan sopan, tidak berani mengganggu walaupun mata mereka memandang kagum dan bagaikan pandang mata anjing kelaparan.

"Siapakah Nona dan ada keperluan apa Nona datang ke sini?" tanya seorang dari mereka.

"Aku datang dari Nan-king, hendak menyampaikan surat dari Ayah Ong Su kepada Paman Pangeran Chou Ban Heng."

"Pangeran Chou ? Ah, maksudmu Jenderal Chou Ban Heng, Nona?"

"Benar, aku ingin menghadap Paman Jenderal Chou, membawa surat dari Ayah Ong Su di Nan-king, harap laporkan kepada beliau." Hui Lan sengaja tidak memperkenalkan namanya karena ia anggap tidak perlu memperkenalkan namanya kepada para perajurit.

Mendengar gadis cantik itu menyebut kepada atasan mereka, dua orang perajurit jaga itu tentu saja tidak berani bertanya lebih lanjut. Mereka mempersilakan Hui Lan duduk menunggu di bangku depan gardu, dan seorang dari mereka lalu melaporkan tentang kedatangan gadis itu ke dalam gedung. Ketika itu, Pangeran Chou Ban Heng yang kini lebih umum disebut Jenderal Chou sedang berbincang-bincang dengan puteranya. Chou Kian Ki telah menyusul ayahnya di kota raja dan sudah sekitar dua pekan berada di gedung ayahnya. Juga tiga ofang gurunya, Kanglam Sin-kiam Kwan ln Su, Im Yang' Tosu, dan Hongsan Siansu Kwee Cin Lok kini telah berada dikota raja. tinggal di dalam gedung Jenderal Chou. Tiga orang tokoh kangouw ini pun duduk dalam ruangan itu, ikut membicarakan tentang cita- cita Jenderal. Chou untuk membangun kembali Kerajaan Chou, kini dengan mengambili siasat dan cara lain. Dulu dia terang-terangan memberontak dan menyusun pasukan, akan tetapi karena kalah dan gagal, kini dia sengaja mendekati Kaisar dan menerima pekerjaan menjadi Penasehat Angkatan Perang sambil menanti kesempatan untuk melaksanakan cita-citanya.

Mendengar laporan perajurit jaga bahwa ada puteri Ong Su dari Nan-king hendak menghadapnya, Jenderal Chou menjadi girang. Tentu saja dia ingat akan Ong Su, bekas Kepala Kebudayaan Kerajaan Chou, seorang yang amat setia kepada: Kerajaan Chou sehingga kini lebih suka mengungsi ke Nan-king daripada harus bekerja pada pemerintahan baru Ong Su itu masih terhitung saudara misannya. Maka dia lalu menyuruh puteranya, Chou Kian Ki untuk keluar dan menyambut kedatangan puteri Ong Su itu.

Kian Ki segera keluar dan setelah tiba di pintu gerbang, dia tercengang melihat seorang gadis yang cantik, pakaiannya rapi akan tetapi tidak mewah dan sikapnya agung, duduk di atas bangku.

Kian Ki menghampiri dan segera bertanya. "Apakah Nona lni puteri Paman Ong Su dari Nan-king?"

"Benar, saya puterinya. Siapakah Kong-cu (Tuan Muda)?" tanya Hui Lan sambil bangkit berdiri dan memandang pemuda tinggi tegap berpakaian mewah dan berwajah jantan dan tampan itu.

Kian Ki segera mengangkat kedua tangan depan dada untuk memberi hormat. "Ah, kiranya Ong Siocia (Nona Ong). Selamat datang di rumah kami! Aku adalah Chou Kian Ki, putera Jenderal Chou. Mari, silakan masuk untuk bertemu dengan ayah, Nona."

"Terima kasih," kata Hui Lan dan mereka berdua segera berjalan menuju gedung.

Setelah memasuki ruangan yang luas itu dan berhadapan dengan Jenderal Chou Hui Lan segera memberi hormat dengan sikap lembut dan sopan.

"Paman, saya Ong Hui Lan memenuh perintah ayah untuk menyampaikan surat ini kepada Paman." katanya sambil menyerahkan surat itu.

"Hui Lan, aku ingat pernah melihatmu di rumah ayahmu dahulu belasan tahun yang lalu. Engkau masih kecil ketika itu. Duduklah, Hui Lan." kata Jenderal Chou, senang dan kagum melihat keponakannya yang kini telah menjadi seorang gadis dewasa yang cantik dan gagah.

"Terima kasih, Paman." Kian Ki cepat mengambilkan sebuah kursi untuk gadis itu dan ditaruhnya kursi itu berhadapan dengan dia. Selagi ayahnya membaca surat, Kian Ki memperkenalkan tiga orang gurunya.

"Nona eh, karena kita masih saudara misan, sebaiknya aku menyebutmu

piauw-moi (adik misan perempuan), bagaimana pendapatmu, Lan-moi (Adik Lan)?"

Hui Lan tersenyum. Kakak misannya ini selain gagah sekali juga ternyata bersikap sopan dan ramah. 'Tentu saja aku setuju, Ki-ko (Kakak Ki)."

"Nah, Lan-moi, perkenalkan, mereka ini adalah tiga orang guruku. Ini Suhu Kanglam Sinkiam Kwan In Su, yang ini Suhu Im Yang Tosu, dan yang itu adalah Suhu Hongsan Siansu Kwee Cin Lok."

Hui Lan segera memberi hormat kepada mereka bertiga yang mereka balas sambil tersenyum kagum. Gadis itu bukan hanya cantik, akan tetapi juga gagah. Dari gerak- geriknya yang lembut namun mengandung tenaga dan sinar matanya yang tajam itu saja dapat diketahui bahwa ia bukan seorang gadis sembarangan.

Jenderal Chou tertawa senang setelah membaca surat dari Ong Su. Surat itu menyatakan bahwa Ong Su menawarkan puterinya yang telah selesai belajar ilmu silat untuk membantu Jenderal Chou mencapai cita-cita luhur mereka sebagai penerus bangsa Chou!

"Bagus, bagus!" Dia tertawa dan berseru gembira sehingga yang selain menghentikan percakapan dan memandang jenderal itu. "Ong Hui Lan, menurut ayahmu engkau telah memiliki ilmu silat yang tinggi! Siapa yang melatihmu dan berapa lama engkau mempelajari ilmu silat?'

"Guru saya adalah Tiong Gi Cinjin, Paman dan saya belajar selama sepuluh tahun." jawab Hui Lan.

Tiong Gi Cinjin yang berjuluk Tung-kiam-Ong (Raja Pedang Timur)?" Hongsan Siansu Kwee Cin L ok berseru. "Ah, kalau begitu Nona Ong tentu memiliki ilmu pedang yang hebat sekali!!"

Juga Kanglam Sinkiam Kwan In Su dan Im Yang Tosu sudah mendengar akan nama besar Raja Pedang Timur itu, maka mereka juga memuji. Mendengar ini, tentu saja Jenderal Chou menjadi semakin gembira.

"Ah, ingin sekali aku melihatnya!! Kian Ki, engkau uji ilmu pedang misanmu ini!"

Kian Ki tersenyum senang. Pemuda ini setelah menerima gemblengan mendiang Thian Beng Siansu, bahkan menerima pengoperan tenaga sakti dari Thian Beng Siansu dan tiga orang gurunya, menjadi lihai bukan main. Bukan hanya lihai ilmu silatnya, akan tetapi juga memiliki tenaga sinkang yang amat kuat. Wataknya yang pada dasarnya memang tinggi hati itu menjadi bertambah sombong. Akan tetapi di depan gadis ini dia tidak bermaksud menyombongkan kepandaiannya melainkan ingin memamerkannya. Sambil tersenyum dia menghampiri gadis itu. "Lan-moi, mari kita memenuhi keinginan ayahku, kau perlihatkan ilmu pedangmu yang tentu hebat sekali mengingat bahwa gurumu adalah Raja Pedang."

Sebetulnya Hui Lan tidak ingin memamerkan Ilmu pedangnya. Kalau saja ayahnya tidak menyuruh ia membantu pangeran itu, dan kalau pangeran yang menjadi pamannya itu tidak menyatakan ingin melihat ilmu pedangnya, tentu ia tidak mau diajak menguji kepandaian oleh Kian Ki.

Posting Komentar