Akan tetapi pengejaran mereka itu sudah jauh terlambat karena baru pada keesokan harinya mereka men dapatkan rahasia terowongan itu, sedangkan Cui Hong telah me larikan dua orang musuhnya pada ma lam tadi.
Setelah menyeret dua orang musuh besarnya melalui terowongan, akhirnya Cui Hong me mbawa mereka ke luar di pintu te mbusan yang berada di dasar jurang, dan ia terus menyeret mereka naik dan me masuki sebuah hutan lain yang lebat dan gelap, la memang sudah me mpersiapkan te mpat- tempat itu dan berhenti di sebuah lapangan rumput di tengah hutan, la lalu me mbuat dua api unggun yang cukup besar sehingga tempat itu menjadi terang, la tidak khawatir akan dilihat orang la in karena ia sudah selidiki bahwa te mpat itu, terutama di waktu malam, sunyi bukan main dan tidak pernah didatangi manusia. Juga ia tidak khawatir akan tersusul oleh pasukan yang dipimpin oleh Cia Kok Han dan Su Lok Bu karena sudah ia perhitungkan bahwa mereka tentu tidak akan mende kati pondok sampai keesokan harinya. Malam ini ia bebas dari gangguan orang luar!
Pui Ki Cong dan Koo Cai Sun mas ih rebah terlentang tak ma mpu bergerak ataupun bersuara, hanya mata mereka saja yang terbelalak ketakutan me mandang kepada wanita itu. Cui Hong kini mengha mpiri Cai Sun yang menjadi ketakutan dan sekali tepuk, Cai Sun mendapatkan kemba li suaranya. Dia tidak mengeluarkan teriakan karena maklum bahwa hal itu akan sia-sia belaka. Teman-temannya berada di tempat yang jauh sekali dan di tempat seperti ini mana ada orang yang akan dapat mendengar teriakannya? Kemba li wanita itu menotoknya sehingga dia ma mpu bergerak, dan dia hanya dapat bangkit duduk karena kedua tangannya masih terbelenggu di belakang tubuhnya. Dia terbelalak menatap wajah wanita itu yang me mandang kepadanya dengan mata mencorong dan mulut tersenyum mengejek.
"Kenapa.... kenapa kau melakukan ini kepadaku.?" tanyanya, masih terlalu ngeri me mbayangkan apa yang ditakutinya ketika se maca m dugaan menyelinap di dalam benaknya. "Ok Cin Hwa, siapakah sebenarnya engkau?"
Cui Hong tidak menjawab, me lainkan tersenyum dan kini ia me matahkan belenggu yang me ngikat kedua tangan Cai Sun. Laki- laki itu bebas dan ketika ia meraba senjatanya, yaitu sepasang tombak pendek, ternyata sepasang senjata itu masih terselip dengan aman di punggungnya. Hatinya terasa agak aman, setidaknya dia dapat me mbela diri, pikirnya. Dia bangkit berdiri, me mbiar kan darahnya yang tadi berhenti menga lir itu kini menjad i normal kembali. Dia masih belum mengerti. Memang ada dugaan menyelinap di dalam benaknya bahwa Ok Cin Hwa ini mungkin penya maran Kim Cui Hong. Akan tetapi tidak mungkin, bantahnya. Musuhnya itu me mpunyai tahi la lat di dagunya, dan selama ini sikap Ok Cin Hwa a mat baik. Akan tetapi yang jelas, Ok Cin Hwa ini pun me mpunyai ilmu kepandaian t inggi sehingga dapat menyeret dia dan Ki Cong keluar dari pondok setelah meroboh kan dia dengan tamparan pada tengkuknya. Dan lebih jelas lagi, Ok Cin Hwa ini tidak me mpunyai maksud baik terhadap dia dan Ki Cong.
Cui Hong meraba dagunya, menghapus bedak tebal yang menye mbunyikan tahi lalat di dagunya, kemudian melangkah maju, me mbiarkan sinar api menerangi wajahnya, mulutnya tersenyum mengeje k, "Koo Cai Sun, jahanam besar. Buka mata mu lebar-lebar dan lihat baik-baik, siapakah aku?"
Cai Sun terbelalak, mukanya menjadi se makin pucat dan napasnya terengah-engah. Dia menderita pukulan batin yang amat meng getarkan jantungnya. Dengan tangan gemetar dia menuding ke arah muka Cui Hong. "Kau.... kau....?" Akan tetapi dia tidak ma mpu me lanjutkan karena rasa takut dan ngeri sudah me ncekik lehernya.
"Ya, akulah Kim Cui Hong. Lupakah engkau kepada gadis puteri Kim- kauwsu yang telah kauhina dan perkosa, kemudian kau buang seperti seekor binatang yang sudah ha mpir menjad i bangkai?”
Saking takutnya, Cai Sun la lu me mba likkan tubuhnya dan me loncat untuk melarikan diri. "Brukkkk!!" Tubuhnya terjengkang karena tahu-tahu gadis itu telah berada di depannya, mendahuluinya dan menghadangnya, lalu menendang perutnya yang gendut.
"Ah, tidak.... aku.... aku hanya ikut-ikutan.... yang bersalah adalah dia....!" Cai Sun dengan tubuh menggigil dan telunjuk tangan gemetaran menuding ke arah tubuh Ki Cong yang masih mengge letak tak jauh dari situ dan yang sedang me mandang dengan mata me lotot ketakutan.
"Dia? Dia akan mendapatkan gilirannya. Sekarang aku akan me mba las denda mku kepada mu, Koo Cai Sun!"
"Tidak.... tidak!" Dan t iba-tiba Cai Sun menjatuhkan diri berlutut di depan Cui Hong. "Nona... Lihiap. ampunkan
saya.... ampunkan saya. " ratapnya.
Ratap tangis ini terdengar merdu bagaikan nyanyian bagi Cui Hong. la mendengarkan sambil tersenyum senang dan setelah Cai Sun berhenti me mohon, menangis sa mbil berlutut, baru ia berkata dengan suara yang halus na mun tajam menusuk.
"Jahanam busuk, keparat hina Koo Cai Sun, lupakah engkau betapa gadis Kim Ciu Hong itu pun meratap dan menang is, me mohon ampun kepada mu dan tiga orang kawanmu yang me mper kosa-nya? Akan tetapi kalian tertawa- tawa senang mendengar ia meratap, merintih dan menangis, me lihat ia menggeliat-geliat kesakitan, terhina lahir batin, lupakah kamu?"
"Ampun..... Lihiap, ampunkan saya. Saya merasa menyesal sekali, saya bertobat, ah, ampunkan saya, kasihanilah keluarga saya, anak isteri saya...." Kini Cai Sun tanpa malu- ma lu lagi me nangis! Lenyaplah se mua kegarangan dan dia merasa menyesal sekali. Mengapa dia begitu bodoh, tidak mengenal Ok Cin Hwa sebagai musuh besarnya? Kini setelah tahi lalat itu terhapus, dia mengenal wajah itu, wajah yang tujuh tahun yang lalu pernah dikenalnya baik-baik sebagai wajah seorang gadis berusia Lima belas tahun, yang diper mainkannya sepuas hatinya, bersama Louw Ti, Gan Tek Un, dan didahului oleh Pui Ki Cong!
Akan tetapi, ratapan ini bahkan mena mbah rasa sakit di hati Cui Hong, mena mbah kemarahannya seperti minyak bakar disira mkan pada api yang sudah menyala.
"Bangsat rendah! Lupakah kalian yang telah membunuh ayahku dan suhengku? Dan sekarang engkau minta aku mengasihani anak isterimu? bangkitlah dan lawanlah aku seperti seorang laki-laki. Engkau pengecut hina, bukan saja berwatak kejam dan jahat, akan tetapi juga pengecut tak tahu ma lu. Bangkitlah dan lawan aku, atau.... aku akan menyiksa mu sekarang juga!"
Cai Sun adalah seorang yang amat licik dan cerdik. Dia pun maklum bahwa tidak ada gunanya segala maca m ratap tangis itu, dan dia tadi melakukannya hanya terdorong oleh rasa takutnya, juga merupakan semaca m siasat karena harus mencari jalan untuk dapat menyelamatkan dirinya. Ketika Cui Hong bicara, dia m-dia m tangannya meray ap ke arah gagang sepasang senjatanya dan begitu Cui Hong habis bicara, tiba- tiba saja, dari keadaan berlutut, dia sudah meloncat dan menerjang dari bawah, sepasang siang-kek (tombak pendek) bercabang itu sudah menyambar dengan kecepatan kilat, yang kiri menyerang ke arah kaki, yang kanan ke arah pusar lawan!
"Ma mpuslah.!" Dia me mbentak nyaring untuk mengejutkan lawan.
"heiiiittt....!" Dengan gerakan a mat ringan, tubuh Cui Hong me layang ke atas belakang, lalu berjungkir balik sa mpai tiga kali baru turun ke atas tanah. Akan tetapi ternyata serangan Cai Sun yang hebat tadi hanya untuk mencari kese mpatan saja, karena begitu lawan meloncat untuk mengelak, dia sudah me mbalikkan tubuhnya dan me larikan diri! Sesosok bayangan berkelebat melewatinya dan tahu-tahu Cui Hong telah menghadang di depannya sa mbil bertolak pinggang. "Koo Cai Sun, engkau bukan saja seorang jahanam yang kejam dan jahat, akan tetapi juga pengecut dan curang!"
Di tangan Cui Hong tergenggam sebatang kayu ranting pohon dan melihat Ini, Cai Sun menjadi nekat. Dia tidak me mpunyai jalan keluar lagi. Bagaimanapun juga, sepasang senjatanya masih berada di tangannya, sedangkan lawan hanya me megang sebatang kayu ranting. Mustahil kalau dia sampai kalah, pikirnya, maka tanpa banyak cakap lagi dia pun lalu me nerjang maju sa mbil menggerakkan kedua to mbak pendeknya yang mengeluarkan suara berdengung dibarengi angin pukulan yang keras dan sepasang to mbak pendekitu pun lenyap berubah menjadi dua gulungan sinar. Koo Cai Sun bukan seorang le mah. Ilmu silatnya tinggi dan dia pun sudah me miliki banyak pengala man dalam perte mpuran. Akan tetapi bagaimanapun juga, tingkat kepandaian Cui Hong kini sudah berada di atasnya. Ilmu silat yang dimiliki Cui Hong adalah ilmu-ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu silat Cai Sun. Selain itu, kalau Cui Hong tekun berlatih dan me miliki tenaga dan ketahanan yang kuat, sebaliknya Cai Sun yang setiap hari hanya suka mengejar perempuan dan bermain cinta saja menurut kan nafsu berahinya, menjadi se makin le mah tanpa disadarinya. Tenaganya banyak berkurang, napasnya pendek dan sebentar saja bersilat, dia telah menjadi lelah.
Akan tetapi, karena sekali ini dia harus melindungi nyawanya, dan dia maklum bahwa musuhnya takkan mau menga mpuninya, dia menjadi nekat dan me lawan mati- matian. Segala maca m ilmu yang ada padanya dikeluarkannya, dan dia pun me ngerahkan seluruh tenaga yang ada.
Tiba-tiba dia menge luarkan gerengan keras dan dari tangan kakinya menyambar benda hita m ke arah perut dan dada lawan. Melihat senjata rahasia yang dilepas dari jarak dekat dan amat berbahaya ini, Cui Hong me mutar rantingnya dan belasan batang paku hitam runtuh ke atas tanah. Melihat senjata rahasianya gagal, Cai Sun menekan gagang tombak pendeknya yang kanan dan dari gagang senjata ini pun me luncur sebatang anak panah kecil yang cepat sekali ke arah leher lawan! Cui Hong terkejut, tidak keburu menangkis maka ia mengelak dengan tubuh dimiringkan sambil mengerahkan sinkang me lindungi tubuh atas.
"Takkk!" Anak panah yang dielakkan itu luput dari leher akan tetapi mengenai pundak gadis itu dan meleset karena pundakitu telah dilindungi sinkang. Anak panah itu tidak me lukai kulit, meleset dan hanya merobek baju di pundak saja.